Haa iyo, hebaaad...
 Yeah tambah lagi namo-namo nan akronim dengan tambahan-tambahn pambungoi nan 
contoh-contoh lah banyak kito otakan di Lapau ko.

Di Sumpur Kudus ado seorang bayi banamoi Sarimanem, karano lahianyo padio hari 
tantara pusek menembak Sumpur Kudus dari Udaro.

Salam,
--MakNgah

--- In rantau...@yahoogroups.com, "Nofend St. Mudo" <nof...@...> wrote:
>
> Mak Ngah, iko file/carito lamo dari uda Fitra nan juo dulu alah masuak
> kapalanta awak ko.
> 
> Salam
> =====
> 
> NAMA ORANG MINANGKABAU; UNIK, FLEKSIBEL DAN "ANEH"
> Oleh : Elfitra Baikoeni
> email : elba...@...
> 
> Diantara sejumlah suku-suku bangsa yang ada di Nusantara, mungkin nama-nama
> orang Minang tergolong kompleks, aneh, variatif, longgar, tetapi sekaligus
> fleksibel, unik, kreatif serta pragmatis. Orang Batak dan Manado selalu
> mencantumkan nama marga dan clan di belakang nama kecil. Nama orang Maluku
> dan Papua dapat dikenali secara cepat dan familiar. Sebagai pengaruh Islam,
> nama orang Melayu lazim mencantumkan bin/binti sebelum nama orang tua. Orang
> Jawa dan Sunda lumayan ketat dalam memberi nama anak, sehingga kita
> nama-nama mereka memiliki khas tersendiri.
> 
> Bagi orang Jawa dan juga Sunda, dari nama saja bisa langsung dikenali status
> sosialnya sekaligus, apakah dia keturunan bangsawan atau rakyat biasa. Nama
> depan "Andi" jelas berasal dari kaum ningrat Sulawesi Selatan (Bugis).
> Demikian juga halnya dengan kelompok masyarakat adat lain : Badui, Dayak,
> Sakai, Nias atau Mentawai, masing-masing memiliki karakter tersendiri yang
> mudah dikenali (addressed).
> 
> Bagaimana dengan Minangkabau??? Penamaan dalam masyarakat Minangkabau masa
> lampau kelihatannya berpegang pada falsafah "alam takambang jadi guru".
> Orang-orang menamai daerah-daerah baru, kampung, dan nama-nama suku-suku
> dengan falsafah ini, termasuk juga menamai orang (anak) dan gelar. Tak
> mengherankan kiranya, kalau nenek moyang kita bernama : Kirai, Upiak Arai,
> Talipuak, Sirancak, Jilatang, Masiak, atau Jangguik. Kedengarannya aneh dan
> lucu, ya???
> 
> Setelah Islam masuk dan berkembang, mulai pula nama-nama orang Minang
> berubah menjadi kearab-araban (Islam). Nama-nama seperti ini, contohnya :
> Mohammad Attar, Mohammad Natsir, Saiful, Bahri, Mochtar, Ali, Amir, Arifin,
> Ismail, Aziz, Fauzah, Hamid, M. Rais, Zakiah, Ibrahim, Idris, Rasid, Sofyan,
> Dahlan, Fatimah, Aminah, Maimunah, Hayati, Nurhasanah, Nuraini, Saidah, dst.
> 
> Pasca takluknya peristiwa PRRI-Permesta, orang Minang mengalami tekanan
> mental luar biasa dari pemerintahan Jakarta, banyak diantara mereka kemudian
> memutuskan meninggalkan kampung halaman untuk pergi merantau. Setidaknya,
> demikian pendapat yang tertulis dalam buku "Merantau"-nya sosiolog Mochtar
> Naim. Mulai pula orang berusaha menanggalkan identitas dan label
> keminangannya, salah satu lewat perubahan nama. Tak sedikit orang Minang
> memiliki nama yang kejawa-jawaan, ada seperti nama Eropa, Parsia, atau
> Amerika Latin. Sekedar contoh, seorang pejuang pemberontak PRRI yang semula
> bernama Bastian St. Ameh, kemudian merantau ke Jawa dan berhasil jadi
> pengusaha sukses : Sebastian Tanamas.
> 
> Ada "urang awak" bernama Revrisond Baswir, ekonom UGM yang terkenal.
> Beberapa nama yang ikut menjadi calon gubernur Sumbar tempo hari bernama ;
> Leonardy Armaini, Jeffry Geovanni dan terakhir siapa kira kalau Irwan
> Prayitno itu adalah putra asli Kuranji, Padang? Saya berkali-kali berusaha
> meyakinkan orang-orang tua di kampung halaman, kalau Irwan Prayitno bukan
> orang Jawa, pada saat Pilkada berlangsung. Mungkin mereka kuatir dengan
> "trauma" masa lalu, pada penghujung Orde Lama banyak sekali pejabat tinggi
> di Ranah Minang yang di"drop" dari Jakarta dan berasal dari etnis Jawa.
> 
> Dalam pemberian nama kepada anak orang Minang sangat pragmatis tapi kreatif.
> Di SD saya punya kawan bernama hebat, John Kennedy, sayang dia sempat
> tinggal kelas. Waktu kuliah teman akrab saya bernama Socrates, asal Labuah
> Basilang Payakumbuh, yang waktu lahir kakek yang memberinya nama
> terkagum-kagum pada pemikiran Filsafat Yunani. Semula saya kira dia orang
> Tapanuli, namanya Hardisond Dalga, ternyata dia dari Singkarak dan nama
> belakang adalah nama ayah-bunda ; Dalimi-Gadis.
> 
> Ada lagi kawan bernama Ida Prihatin, karena waktu melahirkan orang tuanya
> mengalami masa-masa ekonomi susah. Indah Elizabeth, Indah namanya dan waktu
> lahir ditolong oleh bidan Tionghoa yang ramah bernama Elizabeth. Dian Bakti
> Kamampa, kata terakhir bukan nama daerah melainkan akronim dari "Kepada Mama
> dan Papa", juga ada Taufik Memori Kemal, menurut cerita orang tua yang
> memberi nama tersebut, dia selalu terkenang (teringat) kepada komandan
> seperjuangan yang gugur pada Revolusi Fisik Kemerdekaan bernama "Kapten
> Kemal". Juga menarik seorang mahasiswa bernama M. Batar. Sudah pasti M
> tersebut adalah Mohammad, dan "Batar" mungkin saja diambil dari kata bahasa
> Arab, begitu pikir saya selama bertahun-tahun. Tetapi kemudian ketika sesi
> "mukaddimah" saat dia ujian skripsi, dia menceritakan kisah dibalik nama
> tersebut (karena memang ada dosen yang iseng nanya arti namanya). Singkatnya
> M. Batar artinya; "mambangkik batang tarandam", itulah nama yang sekaligus
> menjadi misi hidup laki-laki berperawan kurus ini. Kalau kita rentang, akan
> banyak kisah-kisah seterusnya dibalik pemberian nama Orang Minang. Nama-nama
> singkatan/akronim bagi orang Minang sudah mentradisi.
> 
> Salah satu "perintis"nya adalah Buya Haji Abdul Malik Karim Amarullah, yang
> menyingkat namanya jadi HAMKA. Setelah itu tak sedikit yang meniru,
> memendekkan nama panjangnya menjadi akronim atau singkatan. Ada Pak AR, Buya
> ZAS, STA, HAP, HAKA, Zatako.
> 
> Yang menarik ada nama yang sering diasosiasikan sebagai khas Minang, karena
> nyaris tak dijumpai pada di etnik lain, yakni nama yang mengandung atau
> ber-akhiran .Rizal. Sebutlah misalnya ; Rizal, Rizaldo, Rizaldi, Afrizal,
> Erizal, Syamsurizal, Syahrizal, Endrizal, Masrizal, Syafrizal, Hendrizal,
> Efrizal, Nofrizal, dst.
> 
> Memasuki pertengahan tahun 1980-an, ketiga pemerintahan Orde Baru sedang
> puncak-puncaknya, mulai pula "trend" nama anak berbau kebarat- baratan. Ada
> yang bernama Alex, Andreas, Hendri(k), Anthon(y), Roni, Yohanes, Octavia,
> Octavianus, Matius, Agustin, Angela, Monica, Susi, Selly, Ryan, Mathias,
> Dona, Harry, Sintia, Agnes, Yosep, Yoserizal, John, Johan, Yohanna, dan
> kalau diteruskan nama-nama ini akan jadi deretan cukup panjang.
> 
> Mungkin pengaruh dominasi budaya Orde Baru, banyak juga nama yang berasal
> Sangsekerta seperti : Eka, Eko, Ika, Dharma, Bakti, Agus, Esa, Kurniawan,
> Sinta, dst.
> 
> Seiring dengan itu, pernah juga sebagian orang mengangkat nama suku sebagai
> nama belakang. Ini menurut saya karena pengaruh nama orang Batak dan
> Mandailing yang terlihat "gagah" dengan nama marga yang selalu menempel di
> belakang nama mereka. Maka kemudian muncul nama semisal, Hendri Chaniago
> (karena berasal dari suku Caniago), Indra Piliang, Afrizal Koto, Anisa
> Jambak. Nampaknya hanya nama Chaniago (mengherankan..entah mengapa nama suku
> itu selalu dibubuhi "h", padahal aslinya hanya "caniago") dan Piliang saja
> yang cukup populer sebagai nama, suku yang lain relatif jarang. Memang,
> nama-nama semacam itu hanya sedikit peminatnya, karena tidak lazim. Bagi
> orang Batak atau Mandailing, kalau mereka berasal dari marga yang sama
> misalnya sama-sama Sitorus atau Nasution berarti bersaudara. Sementara
> suku-suku di Minang bersifat menyebar pada semua nagari di seluruh Sumatra
> Barat, sehingga rasa pertalian sesama suku itu - meskipun di rantau - pun
> terasa longgar.
> 
> Runtuhnya rezim Suharto dan digantikan oleh era reformasi sekarang, kembali
> trend nama-nama Islam dan religius untuk nama anak. Sebutlah misalnya ;
> Habib, Farhan, Said, Anisa, Naufal, Aqila, Zahra, Najla, Najwa, Zahira,
> Salma, Sarah, dst.
> 
> Sebenarnya banyak hal yang masih mengganjal dengan "style" nama- nama orang
> Minang, misalnya mengapa karakter nama Minang cenderung berubah-rubah, dari
> satu periode ke periode berikutnya? Mengapa begitu variatif dan kompleksnya
> nama orang Minang, sehingga kadang bersifat "menipu", unc er ta in dan
> kadang absurd, lalu adakah yang mereka sembunyikan dibalik nama-nama
> tersebut? Apa arti/makna nama bagi orang Minang zaman sekarang, sejauhmana
> nama seseorang dianggap penting sebagai identitas sosial? Sejauhmana
> hubungan antara nama/gelar dengan politik, modernisasi, atau birokrasi?
> Kalau dulu nama sebagai identitas yang dijumpai adalah, misal : Y. Dt.
> Rangkayo Basa, M. Dt. Mangkudun Sati atau B. Bagindo Sutan, mengapa
> tiba-tiba sekarang tak ada yang mencantumkan gelar adat tersebut sebagai
> nametag, kartu nama, atau sebagai nama resmi (yang disandang kemana-mana
> karena bangganya) sebagaimana dulu? Pertanyaan-pertanyaan tersebut hanya
> bisa dijawab melalui kajian yang lebih serius.
> 
> Bdg, Januari 2008
> 


-- 
.
Posting yang berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan di tempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini dan kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur dan Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer dan seluruh bagian tidak perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat e-mail baru, tidak me-reply e-mail lama dan 
mengganti subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin mengubah konfigurasi/setting-an 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.

Kirim email ke