Erna

Pada hari Rabu satu hari menjelang HUT RI ke 55, para "Siti Rokhma" alias TKW 
melakukan demo ke kantor Depnaker di Jakarta. Demo, yang seperti kebanyakan 
demo lainnya, terlihat adanya unsur rekayasa, dipicu oleh pernyataan Menteri 
UPW kepada pers mengenai keinginannya agar pengiriman TKW ke Saudi dihentikan 
sementara, sembari menuding sejawatnya di kabinet, yaitu Menaker tidak perduli 
dengan nasib para TKW. Menurut seorang aktivis LBH TKW Munir (bukan Munir yang 
dari Kontras) yang menyertai demo tersebut, kalau Pemerintah jadi menghentikan 
pengiriman TKW ke luar negeri, maka mereka mengancam akan menjadikan Jakarta 
lautan TKW (!). Ucapan itu disampaikannya sembari menghujat Menteri UPW 
Khofifah. Belum diketahui reaksi Menteri yang sedang hamil muda itu.

Seperti saya kemukakan dalam surat saya terdahulu, Ibu Khofifah --- dengan 
segenap rasa hormat saya kepada beliau --- agaknya kurang berhasil melihat 
kompleksitas masalah TKW ini. Selain itu beliau bersikap bak seorang aktivis 
LSM, yaitu mengumbar opininya kepada publik. Padahal beliau bisa memperjuangkan 
pendapatnya mati-matian di sidang kabinet atau rapat Tim Antardepartemen yang 
dibentuk untuk mengevaluasi masalah TKW ini. Apalagi beliau dikenal sebagai 
salah seorang orang dekat dan kepercayaan Presiden Gus Dur. Tetapi itulah yang 
terjadi.

Sebagaimana yang ditayangkan dalam Liputan 6 SCTV tanggal 16 petang dan tanggal 
17 pagi, salah seorang demonstran dengan bersemangat berucap: "kami setuju 
pengiriman TKW ke luar negeri dihentikan". "Tetapi sediakan dong lapangan kerja 
bagi kami di Indonesia!" lanjutnya. "Saya mau berontak bila pengiriman TKW 
dihentikan!", pekik yang lain. Tentu ada pula spanduk-spanduk. Salah satu di 
antaranya berbunyi: "Pengiriman TKW dilarang, pelacuran akan tumbuh subur". 
Namun yang membuat saya terkesiap ialah salah satu spanduk --- yang sangat 
kental pesan sponsornya --- berbunyi: "TKW Dilarang Devisa Hilang". Dengan kata 
lain ekspor "komoditas" yang bernama TKW ini perlu dilanjutkan karena 
menghasilkan devisa yang diperlukan buat perbaikan ekonomi bangsa yang sedang 
carut marut ini. Masya Allah.

Duh Erna, kapankah kita bisa melihat bahwa para "Siti Rokhma" itu adalah 
manusia seperti kita juga, tidak lebih dan tidak kurang. Manusia dengan ruh 
yang ditiupkan oleh Khalik yang sama. Memang mereka tidak terdidik setinggi 
kita, tidak berwawasan seluas kita, tidak kosmopolitan, tidak baca koran, tidak 
mengenal Internet, tidak cantik, norak, tidak wangi dan seterusnya (sehingga 
kita merasa terhina kalau dalam penerbangan Jakarta-Surabaya, kebetulan dapat 
tempat duduk bersebelahan dengan mereka). Tetapi hal itu belum tentu 
menyebabkan kita lebih tahu apa yang lebih baik buat mereka dari pada mereka 
sendiri. Kita sering lupa, bahwa mereka juga berhak punya impian, punya 
cita-cita. Si Karsih punya hak untuk berkeinginan agar si Tole dan si Kemplu 
tidur tidak dengan perut kosong, tidak digigit dinginnya malam yang menerobos 
melalui bilik bambu dinding gubuk mereka, atau kena tetesan hujan yang merembes 
melalui atap rumbia tatkala hujan mengucur deras ke atas gubuk mereka. 
Masalahnya mereka --- berbeda dengan kita -- hanya punya pilihan yang sangat 
terbatas. Bagaimana Kang Sopardi akan bertani, kalau tidak ada tanah yang akan 
digarap. Bagaimana Kang Sopardi akan berdagang kalau tidak punya modal dan 
tidak punya bakat untuk itu. Sampai kapan tubuh Kang Sopardi kuat mengayuh 
becak di bawah teriknya matahari dan siraman hujan setiap hari. Kang Sopardi 
yang tetap setia mengayuh becak sekalipun tubuhnyanya gemetar melawan demam 
atau gemetar karena hanya sarapan sepotong singkong rebus dan secangkir kopi 
encer. Ya Karsih hanya bisa jadi babu, Erna. Karena mereka hanya punya sangat 
sedikit pilihan karena tidak berpendidikan dan miskin atau dimiskinkan.

Saya percaya potret kemiskinan tidak asing bagi Anda, karena sewaktu masih 
berada di Indonesia pastilah Anda pernah mengunjungi sejumlah "sentra" 
kemiskinan di tanah air tercinta ini. Saya juga percaya Anda pernah melihat 
seperti apa kalau rumah yang beralas tanah terkena banjir. Tetapi saya ingin 
menceritakan kondisi di suatu wilayah di Bekasi yang pernah saya datangi, 
khususnya kalau Anda belum pernah ke sana (sayang saya tidak ingat nama 
kecamatannya, tetapi ada di sejumlah disket di rumah saya di Depok). Kawasan 
itu hanya beberapa kilometer di sebelah selatan kota baru Lippo Cikarang 
(contoh kawasan pemukiman manusia Indonesia Tahun 2010 ke atas!). 

Saya ke sana tahun 1996 dan sangat terkejut melihat betapa terbelakangnya 
daerah itu. Jip yang saya gunakan hampir terbalik karena jeleknya jalan 
lingkungan. Beberapa kantor desa hanya bisa dihubungi dengan sepeda motor. 
Sangat kuat kesan, bahwa kawasan tersebut sengaja dimiskinkan dengan tidak 
memberikan irigasi ke pada daerah yang dikenal sebagai salah satu lumbung beras 
tersebut (padahal saluran irigasi dari Jatiluhur tidak terlalu jauh dari sana), 
sehingga lapisan tanah yang subur tersebut hanya diolah penduduk menjadi 
menjadi batu bata secara tradisional dengan penghasilan yang tidak seberapa. 
Pada akhirnya mudah ditebak: dengan mudah mereka digusur untuk memberikan 
peluang bagi para pengembang yang tidak pernah kenyang guna membangun rumah 
mewah dan mal bagi orang-orang kaya di kota. Dan saya yakin tidak sedikit di 
antara perempuan dari keluarga yang tergusur dari kawasan semacam itu terpaksa 
memilih menjadi "Siti Rokhma" ketimbang harus menjadi pengemis atau pekerja 
seks di kota. Itu di luar "Siti Rokhma-Siti Rokhma" yang berasal dari jutaan 
keluarga petani yang dimiskinkan oleh kebijakan Pemerintah dalam pengadaan 
beras dan gula yang tidak jelas juntrungannya. Saya masih ingat dan sangat 
terheran-heran ketika mengetahui Memperindag di Pemerintahan Habibie memperkaya 
petani di luar negeri sembari mencekik petani tebu di Indonesia dengan 
mengimpor crude sugar untuk diolah pabrik-pabrik gula menjadi barang jadi. 
Seakan-seakan Indonesia mempunyai cadangan devisa yang tidak terbatas dan 
sebagian besar cadangan devisa yang ada tidak berasal dari hutang yang 
diperoleh dengan cara setengah mengemis dan tidak perlu dibayar oleh generasi 
mendatang. Saya sangat sedih mengapa pada era reformasi ini orang seperti H.S. 
Dillon yang punya visi jelas mengenai pengembangan pertanian yang berorientasi 
kepada para petani kecil tetap dibiarkan berada di luar kabinet.

Kembali kepada persoalan TKW, Pemerintah memang perlu digedor terus menerus 
agar mengambil langkah-langkah nyata dalam waktu dekat untuk menjamin 
keselamatan mereka dari keganasan para majikan mereka di Saudi atau di mana 
saja (kalau Pilipina dan Sri Langka bisa melakukan kenapa kita tidak?) tanpa 
membunuh cita-cita dan harapan mereka. Dan yang tidak kurang penting pula ialah 
perlunya tindakan nyata guna melindungi mereka dari orang-orang kita sendiri 
yang sangat gemar memalak hasil keringat dan air mata mereka di negeri orang. 
Perbaikan kualitas para "Siti Rokhma" ini tentu jelas sangat penting bahkan 
wajib. Tetapi tidak bermimpikah kita, kalau kita beranggapan bahwa hal itu bisa 
dilakukan hanya dalam waktu tiga sampai enam bulan?

Sekian dulu kabar dari tanah air. Insya Allah lain waktu akan disambung.

Wassalam,
Darwin Bahar 
Malang, 17-08-00
(Disiapkan untuk Milis Desentralisasi dengan beberapa perubahan redaksional)
(*) yang di dunia maya lebih dikenal sebagai Mbak Erna, ownwer Milis 
Desentralisasi yang waktu itu sedang menyelesaikan Studi Doktornya di Jerman.


-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.

Kirim email ke