ERSI RUSLI - Terlalu Dini Menilai Irwan
Jumat, 01 Oktober 2010

Saya tertarik dengan tulisan Alwi Karmena pada kolom komentar Singgalang
berjudul “Mengetuk Pintu Irwan”, Rabu (29/9), yang menyatakan pasangan Irwan
Prayitno dan Muslim Kasim belum terasa benar gereget “buang tangannya” oleh
masyarakat.

Alwi membandingkan gaya kepemimpinan pendahulu Irwan yang dinilainya agak
atraktif, diamsalkannya seperti gaya Harun Zain, Azwar Anas, Hasan Basri
Durin, Zainal Bakar dan Gamawan Fauzi.

Dikatakan pada beberapa penampilan di berbagai forum, Irwan terkesan agak
canggung, ekspresinya tipis, sungguh, padahal dia pintar (kalau berlebihan
disebut cerdas), dilihat dari gelar dan latar belakang kariernya.
Malahan Alwi mengibaratkan Irwan telah memilih nada dasar yang salah dalam
melantunkan nyanyiannya. Mestinya dimainkan di C minor, jadinya main di A,
rendah sekali. Ketika mengucapkan syair, kerendahan nada dasar dapat
menghilangkan artikulasi. Akibatnya si penonton hanya melihat si penyanyi
komat kamit, apa lagunya ndak jelas.

Diakui Alwi, Irwan secara karakteristik memang berbeda jauh dengan Harun
Zain, Azwar Anas atau Gamawan, dia kalem. Beliau-beliau itu sudah
bertahun-tahun jadi gubernur, Irwan belum dua bulan. Sama-sekali tidak tepat
dan tidak adil membandingkan seperti itu.

Nah! Membandingkan Irwan dengan pendahulu-pendahulunya tidak relevan,
kondisi dan situasi tentu berbeda. Pada masa kepemimpinan Harun Zain, Azwar
Anas dan Hasan Basri Durin, Orde Lama dan Orde Baru, demokrasi terpimpin dan
demokrasi Pancasila, boleh dikata sistem komando, top down, atasan yang
menentukan.
Waktu itu keputusan terakhir siapa yang akan menduduki jabatan gubernur
ditentukan oleh presiden. 

Pada tahun 1997 dunia digoncang krisis moneter, rupiah terpuruk dari semula
1 USD = Rp3.500, melonjak drastis menjadi 1 USD = Rp16.000.

Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri, digantikan BJ. Habibie,
bermulalah era reformasi. Bagaimana dengan kondisi dan situasi Sumatra Barat
sendiri?
Pada waktu permulaan kemerdekaan Agustus 1945 Sumatra Barat tergabung dalam
provinsi Sumatra Tengah bersama Riau dan Jambi. Gubernur Sumatra Tengah
waktu itu pernah dijabat Dr.M.Jamil dan Ruslan Mulyoharjo.

Pada tahun 1958 Provinsi Sumatra Tengah bubar dan tiga daerah tersebut jadi
provinsi berdiri sendiri. Tahun 1960-1965 Gubernur Sumbar dijabat Kaharuddin
Dt.Rangkayo Basa, 1965-1966 GSB Sapoetro Brotodiharjo, 1966-1977 (Gubernur
Sumatra Barat) dijabat Hasan Basri Durin, 1997-1998 dijabat Muchlis Ibrahin,
1998-2000 dijabat Dunija, 2000-2005 GSB dijabat Zainal Bakar, 2005-2009
dijabat Gamawan Fauzi, 2009-210 GSB dijabat Marlis Rahman dan 2010-2015 GSB
dipercayakan kepada Irwan Prayitno.

Sama halnya dengan Gamawan Fauzi, yang dipilih langsung oleh rakyat, begitu
juga Irwan Prayitno-Muslim Kasim, tentu pasangan ini akan komit dengan misi
dan visinya yang telah dilontarkannya sewaktu kampanye dan beradu
argumentasi sebelum pilgub dimulai.

Pada kepemimpinannya yang memasuki bulan kedua, pasangan Irwan-Muslim rajin
keliling daerah, menjaring masukan apa saja kebutuhan masing-masing daerah
yang mendesak. Hanya Irwan yang mau berhujan-hujan naik perahu karet menemui
korban banjir di Kasai, perbatasan Padang dan Pariaman. Padahal banjir besar
semacam itu sudah ratusan kali terjadi sejak gubernur-gubernur sebelumnya.
Tapi hanya Irwan yang datang ke sana. Alwi mungkin tak membaca koran.
Tentu saja saat perhatian utama tertuju kepada memulihkan kondisi, baik
fisik maupun mental yang telah diporakporandakan oleh musibah gempa dasyat
7,9 30 September 2009. Ia berdialog dengan korban gempa di Kurao. 

Menurut saya, terlalu dini menilai belum ada gereget yang menonjol dari
Irwan yang baru dua bulan menduduki jabatan gubernur. Prematur, dalam waktu
singkat barangkali mereka baru menghimpun data. Apa-apa saja yang perlu
diprioritaskan guna memacu perkembangan, bangkitnya perekonomian, menuju
masyarakat yang lebih sejahtera, tentunya.

Saya menduga pasangan Irwan-Muslim akan konsekwen nantinya, bila gagal dalam
memenuhi visi dan misinya, mereka tentu akan mundur, seperti Gubernur
Mukhlis Ibrahim.
Muchlis Ibrahim hanya menduduki kursi gubernur satu tahun (1997-1998) pada
masa prahara krisis moneter dunia dan bergelindingnya reformasi. Ia
mengundurkan diri, tidak tergoda dengan jabatan.

Kasus Muchlis Ibrahim mengusulkan Nurmawan sebagai Wagub, namun yang
diangkat Mendagri Sarwan Hamid justeru Zainal Bakar. Merasa dilecehkan
Muchlis Ibrahim mundur.
Konsekwen dalam bersikap adalah bijaksana, dan saya yakin Irwan-Muslim
identik dengan manusia yang konsekwen, tidak tergoda dengan jabatan. 
Wallahuaalam! (*)

http://www.hariansinggalang.co.id/sgl.php?module=detailberita&id=948

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.

Kirim email ke