AslmWrWb

Tambahan sajo.....


Wassalam
fitr tanjuang
---
http://www.tempointeraktif.com/hg/buku/2010/10/10/brk,20101010-283653,id.html?page=3

Ada Klenik dalam Politik SBY
Minggu, 10 Oktober 2010 | 04:26 WIB
Besar Kecil Normal   ANTARA/Widodo S. Jusuf

TEMPO Interaktif, Jakarta -Namanya Rumekso Jawadi dan Rumekso Yuwono.
Kedua abdi dalem Keraton Ngayogyokarto Hadiningrat itu bertugas
sebagai pawang hujan saat Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Dewan
Pembina Partai Demokrat berkampanye di Yogyakarta, 4 April 2009. Kedua
pawang itu tentu saja tak langsung mendapat tugas dari SBY, tapi dari
Ketua Partai Demokrat Yogyakarta.

Entah berkat jasa Jawadi dan Yuwono atau cuma kebetulan saja, mendung
yang lama menggantung baru berubah menjadi hujan lebat hanya beberapa
menit setelah SBY berpidato.

Itulah satu dari 123 cerita yang terhimpun dalam buku Pak Beye dan
Politiknya, yang ditulis Wisnu Nugroho. Cerita dengan judul "Kemenyan
di Panggung Pak Beye" itu termuat dalam bab ketujuh: Klenik. Meski
begitu, pada tulisan-tulisan lainnya sebetulnya Wisnu tak secara
vulgar menyebutkan bahwa SBY gemar melakukan klenik atau mempercayai
klenik.

Ia misalnya mengutak-atik angka sembilan yang seolah identik dengan
sosok SBY. Tanggal lahirnya, yakni 9 September 1949, kemudian
dijadikan nomor kotak pos dan SMS di Istana: 9949. Tak cuma itu,
Partai Demokrat juga didirikan SBY pada 9 September. Dan pada Pemilu
2009, ada satu operasi pemenangan yang digerakkan oleh tim sembilan.
Masih banyak lagi contoh yang diceritakan Wisnu berkaitan dengan angka
sembilan dan SBY. Boleh jadi semua itu cuma kebetulan. Tapi kok ya
kebetulan itu berulang.

Buku ini merupakan lanjutan dari kumpulan tulisan Wisnu, wartawan
Kompas, yang lima tahun meliput di lingkungan Istana. Buku pertamanya
diberi judul Pak Beye dan Istananya, dan dua buku lagi masih dalam
proses untuk diterbitkan (menjadi Tetralogi Sisi Lain SBY).

Dengan semboyan mengabarkan yang tak penting agar yang penting tetap
penting, melalui blog Kompasiana, Wisnu menuliskan cerita-cerita yang
tak termuat di Kompas. Jumlahnya mencapai 442 tulisan.

Selain soal klenik, buku keduanya ini antara lain mengulas perjalanan
panjang kampanye SBY merengkuh kursi kepresidenan. Dari situ tergambar
betapa SBY melaksanakan kampanye dengan koordinasi yang sangat rapi.
Betapa pelaksanaan kampanye dan demokrasi "selalu dahaga akan dana".
Perkara dari mana sumber dana yang mahabesar itu? Entahlah.

Pada buku yang pertama, kita mendapat kesan bahwa Istana tak
sepenuhnya merupakan tempat sakral dan tertutup. Buktinya, selama lima
tahun bertugas di Istana, Wisnu dengan mudah keluar-masuk menggali
informasi dan foto-foto yang eksklusif.

Di buku itu, ada 62 cerita, yang dibagi dalam enam bab. Di situ
lulusan Sekolah Tinggi Filsafat Driyakarya (2000) itu tak cuma
bercerita tentang sosok SBY dan keluarga atau para anggota kabinetnya.
Tapi juga tentang orang-orang kecil yang sebetulnya berperan besar
bagi kelancaran Presiden menunaikan tugasnya. Ada sosok Apiauw, tukang
pijat Presiden, dan Ibu Budi, kepala koki Istana. Juga Iwan dan
kawan-kawan, yang bertugas memindahkan podium tempat Presiden
berpidato dari satu daerah ke daerah lain.

Empati dan kepekaan sosialnya yang tinggi memungkinkan Wisnu menemukan
sudut pandang berbeda. Dengan ketajaman jurnalistiknya, hal-hal yang
remeh-temeh diolahnya sedemikian rupa menjadi cerita menarik. Juga
penting? Soal cerita itu penting atau tidak bagi publik, itu relatif.
Wisnu menyiasati hal itu dengan memberi konteks. Di balik
penampilannya yang terkesan pendiam, ternyata Wisnu adalah wartawan
yang cerdas, jenaka, sekaligus usil.

Boleh dibilang tulisan-tulisan Wisnu dalam kedua buku tersebut
memberikan perspektif lain, untuk tidak menyebutnya bertolak belakang
dengan isi buku Harus Bisa! Seni Memimpin ala SBY, yang ditulis Dino
Patti Djalal. Juru bicara Presiden yang kini menjadi Duta Besar RI di
Amerika Serikat itu misalnya menulis, "Yang lain bisa saja berpolitik
kotor: SBY tidak. Yang lain bisa menyebarkan isu bohong melalui SMS
atau fitnah keji melalui media: SBY tidak. Yang lain bisa bermain
politik uang: SBY tidak. Yang lain bisa kampanye hitam: SBY tidak.
Yang lain bisa melancarkan politik penghancuran: SBY tidak. Yang lain
bisa menyebarkan selebaran gelap: SBY tidak. Yang lain bisa
menghalalkan segala cara untuk kekuasaan: SBY tidak." (halaman 178).

Melalui buku yang diterbitkan pada 2008 itu, Dino mencitrakan SBY
nyaris bak dewa tanpa cela, termasuk dalam berpolitik. Tapi, lewat
kedua bukunya ini, Wisnu memberi kabar kepada kita bahwa kesempurnaan
yang tampak itu sebagian merupakan produk pengemasan sedemikian rupa.

AKBAR TRI KURNIAWAN | SUDRAJAT

Judul: Pak Beye dan Istananya
Cetakan: Juli 2010
Tebal: xi + 256 halaman

Judul: Pak Beye dan Politiknya
Edisi: September 2010
Tebal: xxviii + 432 halaman

Penulis: Wisnu Nugroho
Penerbit: Penerbit Buku Kompas

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.

Kirim email ke