MINGGU, 07/11/2010, Oleh: Muslim Alrasyid*
     
Musibah gempa dan tsunami di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat terjadi pada
Senin sekitar pukul 21.42 WIB berkekuatan 7,2 Skala Richter (SR) dengan
guncangan selama 10 menit dirasakan warga kota Padang, meskipun gempa
berpusat di Kabupaten Mentawai. 

Menurut Data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat
gempa terjadi di 3,61 Lintang Selatan dan 99.93 Bujur Timur. Pusat gempa
tersebut berada pada 78 kilometer (km) barat Kecamatan Pagai Selatan,
Kabupaten Mentawai Sumatera Barat, dengan kedalaman 10 km. Gempa ini
menyebabkan tsunami di kawasan Mentawai. Tinggi gelombang mencapai 3 meter
yang menyapu kawasan di pinggir pantai. 

Dan juga menurut data diungkapkan Kepala Badan Provinsi Penanggulangan
Bencana Daerah (BPPD) Provinsi Sumbar, Harmensyah, (Minggu, 7/11/2010)
jumlah korban meninggal dunia dalam bencana tsunami di Mentawai mencapai 428
orang. Sementara warga masyarakat yang masih dinyatakan hilang berjumlah 60
orang. 

Sementara itu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menaksir kerugian
akibat gempa dan tsunami di Kabupaten Kepulauan Mentawai Sumatera Barat, di
empat kecamatan, mencapai Rp46,36 miliar. Kepala Pusat Data Statistik dan
Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan Soe’an H Poernomo mengatakan,
data dikumpulkan di empat kecamatan, yaitu Kecamatan Sipora, Pagai Utara,
Sikakap dan Pagai Selatan. 

Titik-titik yang terkena dampak bencana umumnya adalah desa nelayan.
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sikakap juga mengalami kerusakan relatif
parah, karena terendam air dengan ketinggian 1,5 meter.Namun, saat ini, PPP
masih dapat berfungsi sebagai dermaga pendukung dan area stocking place
bantuan dari Padang. 

Gempa Mentawai sebenarnya tidak banyak menelan korban jika gempa tersebut
cepat dan bisa terprediksi. Hal ini terjadi karena alat pendeteksi tsunami
tidak berfungsi dengan baik, sehingga masyarakat tidak bisa menyelamatkan
diri. Apalagi hasil penelitian National Geograpic, menyebutkan Padang dan
sekitarnya adalah daerah yang paling rentan diguncang tsunami. 

Dari seluruh daerah yang ada di dunia setelah dilakukan penelitian menurut
Direktur Pengurangan Resiko Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) Jakarta, Sutopo Purwonugroho, daerah Padang adalah daerah yang
tertinggi resikonya terjadi bencana tsunami. Jadi daerah sekitarnya juga
berpotensi terjadi tsunami. 

Kepulauan Mentawai 

Kepulauan Mentawai merupakan sebuah Kabupaten di Propinsi Sumatera Barat.
Mentawai berada pada jarak 150 km di lepas pantai Pulau Sumatera. Kabupaten
seluas 601 km² ini didiami oleh 64.235 jiwa yang sebagian besar adalah
masyarakat asli. 

Kepulauan Mentawai terdiri dari 213 pulau dengan 4 pulau utama yaitu
Siberut, Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan. Beribukota di Tua pejat,
Kabupaten Mentawai terbagi menjadi 4 kecamatan dan 40 desa. 

Hingga saat ini, sebagian besar wilayah daratan Kepulaun Mentawai masih
berupa hutan. Karena telah melalui sejarah geologis yang panjang. Mentawai
memiliki beberapa spesies endemik yang dilindungi. 

Tercatat ada duapuluh spesies endemik yang hidup di kepulauan ini. Empat
diantaranya adalah primata, yaitu Simakobu atau monyet ekor babi (Simias
concolor), Bilou atau siamang kerdil (Hylobates klossii), Joja atau lutung
Mentawai (Presbytis potenziani), Bokkoi atau beruk Mentawai (Macaca
siberut). 

Posisi geografis Kepulauan Mentawai di lepas pantai Sumatera Barat memberi
keuntungan tersendiri bagi pengembangan wisata olahraga ekstrem. Letaknya
yang langsung Menghadap Samudera Hindia menganugerahi Kepulauan Mentawai
ombak yang konsisten sepanjang tahun. Waktu antara April-Agustus yang
bertepatan dengan libur musim panas di Eropa adalah waktu yang paling baik
untuk berselancar. 

Pada musim tersebut, ombak Mentawai bisa mencapai tinggi enam meter dan hal
ini merupakan yang paling dicari oleh para peselancar air. Kepulauan
Mentawai tercatat memiliki 400 titik selancar yang sering dijadikan lokasi
berselancar oleh para surfer. 

Dari 400 titik selancar, 23 titik diantaranya memiliki ombak berskala
internasional. Daerah tersebut tersebar antara lain di daerah Nyang-Nyang,
Karang Bajat, Karoniki, Pananggelat dan Mainuk (Pulau Siberut), Katiet Basua
(Pulau Sipoira) dan Pagai Utara (Pulau Sikakap). 

Pengakuan yang diberikan oleh dunia internasional pada ombak mentawai bisa
dilihat dari even selancar yang diadakan di kepulauan ini. Tiap tahun,
Mentawai ditunjuk sebagai penyelenggara World Champions Surfing Series atau
Seri Kejuaraan Dunia Selancar Air yang dijadwalkan tiap bulan Agustus. 

Dengan adanya kejuaraan ini, Mentawai bisa menjaring 3000 wisatawan asing
pada 2007. Sebanyak 60% dari wisatawan yang datang berasal dari Australia,
39% dari Amerika Serikat, dan sisanya dari Eropa, dan Asia. Wisatawan
rata-rata menghabiskan US$ 2.500 selama berselancar di Mentawai. 

Untuk menjamin kenyamanan dan keamanan para peselancar, pengelola dan
pemerintah daerah mengadakan beberapa fasilitas penunjang. Fasilitas
penunjang yang paling signifikan adalah ditetapkannya 60 spot ombak
eksklusif yang tersebar di berbagai sudut pulau. Spot ombak eksklusif adalah
tempat selancar yang dibatasi pemakainya maksimal 10 orang. Hal ini untuk
menghindari kecelakaan yang mungkin terjadi ketika peselancar bertabrakan
sewaktu beraksi. 

Selain menetapkan spot ombak eksklusif, pengelola juga mendirikan
resor-resor pantai dan berbagai fasilitas pendukung lain untuk mejamin
kenyamanan wisatawan. Diantara resor yang ada di Kepulauan Mentawai,
terdapat nama-nama antara lain Makaroni di Pulau Silabu, Kandui di Pulau
Nyang Nyang, Saraina Kota Mentawai, serta Alloyta di Pulau Simakakang, dan
Surfing Ground di Katiet. Selain penginapan bernuansa resort, restoran, bar,
yang didesain khas Mentawai. Saat ini, Mentawai dapat diakses melalui dua
jalur yaitu jalur laut dan udara. 

Mentawai dapat dicapai dengan kapal cepat selama 4 jam atau feri antarpulau
selama10 jam. Selain itu tersedia 46 kapal pesiar mini yang bisa disewa
selama berada di Mentawai. Setelah sempat ditutup pada Maret 1999,
penerbangan rute Padang-Mentawai kembali dibuka pada tahun 2007. Penerbangan
Bandara Minangkabau-Bandara Rokot yang menempuh waktu 35 menit ini dilayani
tiap Selasa dan Kamis oleh Sabang Merauke Air Charter. Untuk melindungi
keberadaan berbagai spesies endemik tersebut, setengah bagian wilayah
Mentawai telah ditetapkan sebagai Taman Nasional Siberut. 

Keberadaan Taman Nasional dan hutan hujan yang asri di kepulauan ini secara
langsung mendukung berbagai kehidupan di pantai dan laut, termasuk sektor
pariwisata. Selama ini, banyak turis yang datang untuk menikmati berbagai
atraksi di wilayah pantai juga sangat terkesan akan keaslian dan keasrian
hutan Mentawai. Kepulauan Mentawai memiliki garis pantai sepanjang 758 km. 

Penduduk Asli mentawai 

Bahasa yang digunakan oleh orang mentawai adalah bahasa mentawai Pulau-Pulau
besar yang banyak didiami penduduk di Mentawai adalah Pulau Sipora,Pagai
Utara,Pagai selatan dan Siberut. Ibukota Kabupaten Mentawai adalah Tua
Pejat. Luas kabupaten mentawai adalah 6011,35 Kilometer persegi. 

Dengan jumlah penduduk 38.300 orang (tahun 2000). Rumah adat orang mentawai
adalah uma dengan kepala suku nya bergelar Sakerei. Sejarah mentawai.
Mengikuti teori pleistocene glaciation, Kepulauan Mentawai terpisah dari
pulau Sumatera dikarenakan oleh kenaikan permukaan air laut.Orang mentawai
diperkirakan telah ada disuatu pulau 200 dan 500 SM. 

Bermigrasi dari utara melalui Pulau Siberut kemudian bergerak keselatan
menuju Sipora dan Pulau pagai.Austronesia bahasa,adat dan kebiasaan hidup
sangat berbeda dengan Sumatera Barat sebagai propinsi induknya. 

Pada awal abad ke 17 orang portugis membuat peta mentawai dengan nama
'Mintaon'peta tersebut dibuat tahun1606. Pada Agustus tahun1792 seorang
karyawan British East India Company,John Crisp mengunjungi Pagai (Poggy)
untuk mempelajari orang mentawai. Tulisannya mengenai mentawai dimuat pada
tahun 1799.John crisp adalah orang pertama yang mengenalkan mentawai pada
sastra barat. 

Pada tanggal 10 Juli 1864 menjadi bagian dari Hindia Belanda. Orang Mentawai
Pariwisata. Mentawai memiliki banyak pulau-pulau indah dengan ombaknya yang
besar,yang sangat bagus untuk olahraga berselancar. Pariwisata Mentawai
mulai dikenal orang adalah pada pertengahan tahun 1990,yaitu secara tidak
sengaja seorang perselancar dari Australia menemukan ombak yang bagus untuk
berselancar. 

Sejak saat itulah Mentawai ramai dikunjungi oleh turis untuk
berselancar.Kabarnya ombak di mentawai merupakan ombak terbagus ketiga
didunia untuk berselancar. Sekarang orang menjadikan mentawai sebagai daerah
tujuan wisata,terutama untuk berselancar,juga untuk mengetahui lebih dalam
kehidupan suku mentawai,melihat keindahan alam mentawai menyelidiki
kehidupan hewan di mentawai dan lain-lain. Di Mentawai sekarang telah banyak
berdiri resort-resort yang dikelolah oleh orang asing,diantaranya adalah
Kandui resort. 

Disamping itu ekonomi masyarakat di mentawai juga tumbuh dengan menyediakan
Home stay pada tempat-tempat wisata. Potensi Pariwisata Kepulauan Mentawai
Sumatera Barat Mendandani Si Cantik nan Eksotis. Sejumlah tempat tidur busa
disimpan di uma atau rumah adat Mentawai di Butui, Kecamatan Siberut
Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Keberadaan barang
buatan pabrik itu amat mencolok dibandingkan dengan isi uma lainnya, seperti
tengkorak binatang dan peralatan memasak yang semuanya dibuat warga
Mentawai. 

Sementara Muara Siberut dapat ditempuh dengan naik kapal motor selama 10-12
jam dari Padang, Sumatera Barat. Kehadiran wisatawan asing ini membuat
Jazali memperoleh pemasukan yang lumayan karena setiap rombongan biasa
memberinya uang sebelum pergi. Selain itu, juga membuatnya mampu sedikit
berbahasa Indonesia, Inggris, dan berhitung. 

Kehadiran turis asing juga membuat sejumlah tempat di Mentawai ditumbuhi
resor mewah, terutama di kawasan pantai yang memiliki ombak yang baik untuk
selancar. Di resor-resor itu turis berduit menikmati eksotisme Mentawai yang
terdiri dari 213 pulau sekaligus untuk berselancar. Ombak di kepulauan
Mentawai oleh berbagai organisasi selancar merupakan terbaik ketiga sejagat
setelah Hawaii dan Tahiti. 

Di Mentawai, selancar biasanya dilakukan di Pulau Nyangnyang, Karang Majat,
Masilok, Botik, dan Mainuk. Puncak kunjungan wisatawan ada di bulan Juli dan
Agustus. Saat itu ketinggian ombak di Mentawai mencapai 7 meter. Selain
cantik, Mentawai juga berperan penting bagi konservasi. Sejak tahun 1981,
Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO)
menetapkan Pulau Siberut di Mentawai sebagai salah satu cagar biosfer
sehingga keberadaannya harus dilindungi dan dijauhkan dari eksploitasi. 


Keeksotisan Siberut ditambah adanya empat primata endemik Mentawai, yaitu
simakobu atau monyet ekor babi (Simias concolor), bilou atau siamang kerdil
(Hylobates klosii), joja atau lutung mentawai (Presbytis potenziani), dan
beruk mentawai (Macaca pagensis). Untuk meneliti kekayaan primata Mentawai
ini, Pusat Primata Universitas Gottingen, Jerman, bekerja sama dengan
Institut Pertanian Bogor mendirikan Proyek Konservasi Siberut. 

Berbagai keunggulan yang ada di Mentawai itu seolah belum mampu membuat
negara untuk melihat Mentawai secara lebih serius. Fasilitas umum seperti
kesehatan dan pendidikan di daerah kaya itu umumnya masih terbengkalai.
Aliran listrik dan jalan amat terbatas. 

Akibatnya lebih jauh, warga tidak hanya belum memiliki panduan yang jelas
untuk mengelola daerahnya. Sejumlah aset di daerah itu juga mulai dikelola
orang asing, seperti resor mewah di sejumlah lokasi selancar. 

Sistem Kepercayaan Orang Mentawai 

Sistem kepercayaan orang Mentawai mayoritas orang Mentawai memeluk agama
Katolik dan sebagian beragama Protestan, Islam atau Bahai. Walaupun demikian
sebagian besar orang Mentawai tetap memegang teguh religinya yang asli,
ialah Arat Bulungan. Arat berarti “adat” dan bulungan berasal dari kata bulu
(=daun). 

Dalam religinya, bukan hanya manusia yang mempunyai jiwa, tetapi juga hewan,
tumbuh-tumbuhan, batu, air terjun sampai pelangi, dan juga kerangka suatu
benda. Selain dari jiwa, ada berbagai macam ruh yang menempati seluruh alam
semesta, yakni di laut, udara, dan hutan belantara. 

Menurut keyakinan orang Mentawai, jiwa manusia atau magere terletak di
ubun-ubun kapala. Jiwa itu suka berpetualang di luar jasmani saat orangnya
tidur, yang merupakan mimpinya. Bila jiwa keluar dari tubuh bisa terjadi
bahwa jiwa itu bertemu dengan ruh jahat. Akibatnya tubuh akan sakit, dan
bila jiwa dalam keadaan itu mencari perlindungan pada ruh nenek-moyang, maka
tubuh mungkin akan meninggal. Jiwa tak akan kembali lagi ke tubuh dan
menjadi ketsat (ruh). 

Tubuh orang yang telah ditinggalkan magere atau jiwanya menjadi ketsat atau
ruh, atau dengan lain kata, orang tersebut telah meninggal. Tubuh yang
ditinggalkan berwujud daging dan tulang itu dianggap masih ada jiwanya, yang
disebut pitok. 

Pitok inilah yang amat ditakuti oleh manusia, karena substansi itu akan
berupaya mencari tubuh manusia lain, agar bisa tetap berada di dunia yang
fana ini. Untuk menghindarinya pitok ini diusir dari rumah orang yang
meninggal maupun dari uma dengan upacara karena di tempat itu pitok itu juga
bisa bersembunyi mencari mangsanya. 

Seperti dalam banyak sistem religi di dunia, religi asli orang Mentawai juga
mempunyai masa nyepi, atau menghentikan aktivitas hidup untuk sementara,
yatu masa lia dan punen yang dianggap suci. Lia adalah menghentikan
aktivitas hidup dalam rangka keluarga inti, dan biasanya menyangkut
masa-masa yang penting sepanjang hidup, seperti membangun lalep, atau rumah
tangga inti, kelahiran, perkawinan, masa ada anggota keluarga sakit,
kematian, dan membuat perahu. 

Punen adalah nyepi dalam rangka masyarakat dewa sebagai keseluruhan dan
biasanya menyangkut masa sebelum dan sesudah membangun uma, kecelakaan, saat
berjangkitnya wabah penyakit menular, dan pada waktu terjadi kecelakaan atau
karena pembunuhan, yang mengakibatkan banyak orang mati. 

Apabila anggota suatu keluarga menjalankan lia atau punen, mereka tak boleh
bekerja. Bahkan seperti telah tersebut di atas, kalau pada masa lia atau
punen terjadi kematian, jenazah tak boleh diurus dulu tetapi dibiarkan saja
dan hanya ditutup daun. Walaupun semua aktivitas berhenti, untuk waktu yang
lama kadang-kadang sampai berminggu-minggu, orang diperbolehkan makan dan
minum seperti biasa. 

Karena itu lia dan punen itu tidak merupakan puasa. Punen yang berlangsung
lama adalah punen untuk pengukuhan rimata dan sikere, yaitu pemimpin dan
dukun. Upacara yang menyertai punen bisa berlangsung sekitar dua bulan. 

Erat kaitannya dengan konsep lia dan punen adalah konsep pantangan atau
keikei, yaitu melanggar pantangan, terutama dalam masa-masa yang suci (atau
dalam rangka upacara-upacara yang suci) dan pelanggarannya akan dihukum
dengan hukuman gaib. Hukuman gaib itu harus dihilangkan dengan denda-adat
atau tulon tersebut di atas. 

Untuk menempatkan benda-benda baru ke dalam uma, harus diadakan upacara
terlebih dahulu, dan benda baru tersebut harus diletakkan di samping benda
yang lama. Tujuannya adalah agar supaya bajou dari benda yang lama tidak
marah dan agar “mereka” dapat berkenalan. 

Tanpa upacara akan terjadi sesuatu di dalam uma yang bersangkutan. Begitu
juga dengan kedatangan orang dari kelompok kerabat lain ke dalam uma,
seperti misalnya dalam perkawinan, disertai upacara yang gunanya untuk
menetralisir pengaruh bajou. Bajou dapat membawa penyakit panas dan demam,
karena itu benda-benda yang ada di dalam uma harus diperciki air yang
bermantera. 

Benda-benda perantara antara dunia gaib dan nyata serupa dengan di semua
sistem kepercayaan atau religi lokal di dunia, arat sabulungan orang
Mentawai juga mengenal ilmu gaib yang berdasarkan dua keyakinan, ialah
keyakinan akan adanya hubungan gaib antara hal-hal yang walaupun berbeda
fungsinya, mirip wujud, warna, sebutan atau bunyinya. Keyakinan akan adanya
kekuatan gaib yang sakti tetapi tak berkemauan atau bajou dalam alam sekitar
manusia. 

Baik segala macam ilmu gaib produktif yang merupakan bagian dari upacara
kesuburan tanah misalnya, atau ilmu gaib protektif yang juga sangat penting
dalam ilmu obat-obatan dan penyembuhan penyakit secara tradisional, maupun
segala macam ilmu gaib destruktif yang antara lain dipergunakan dalam ilmu
sihir dan guna-guna, semuanya bisa dikembalikan kepada kedua keyakinan
tersebut di atas. 

Ilmu gaib produktif dan protektif yang biasanya merupakan ilmu gaib putih
atau baik, dilakukan oleh sikerei, sedang ilmu gaib destruktif yang biasanya
merupakan ilmu gaib hitam atau jahat dilakukan oleh pananae. 

Seperti juga dalam banyak sistem kepercayaan dan religi lokal di dunia,
kekuatan sakti yang tak berkemauan (bajou), dalam sistem kepercayaan orang
Mentawai juga dianggap beradal dalam segala hal yang luar biasa dan dalam
benda-benda keramat, serta dalam uma (sebagai rumah umum yang keramat). 

Benda-benda itu, yang seperti telah tersebut di atas adalah amat simagere,
batu kerebau buluat, orat simagere, dan tudukut, serta dapat ditambah lagi
dengan sejumlah daun-daunan dan akar-akar kering dari tumbuh-tumbuhan
berkhasiat yang disebut bakkat katsaila, berfungsi sebagai jimat (tae)
penolak bahaya gaib atau sebagai benda untuk mengundang ruh yang baik. 

Tato milik masyarakat Mentawai merupakan tato tertua di dunia. Saat ini,
keberadaan tato semakin terhapus karena tidak banyak lagi masyarakat
Mentawai yang menato tubuh mereka. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai
menjanjikan akan terus mengembangkan segala potensi wisata yang ada di
Mentawai, khususnya masalah wisata bahari dan keindahan alam Mentawai.
Sebagian besar pulau-pulau yang ada di Mentawai masih belum dimaksimalkan
pemanfaatan potensinya. 

Dilema Wisata Mentawai 

Akibat banyaknya resort yang beroperasi tanpa izin di Mentawai, Pemkab rugi
ratusan juta rupiah per tahun, wisata Mentawai pun tak bangkit-bangkit. Ia
mengibaratkan Mentawai yang kaya namun kekayaan itu tak mensejaterakan
masyarakatnya karena semua yang ada itu tidak terkelola dengan baik. Ia
menambahkan, terjadinya persoalan tersebut karena tidak adanya keseriusan
pemerintah dalam mengelola wisata Mentawai. 

Meski banyak pengakuan bahwa sektor pariwisata Mentawai sangat potensial
menghasilkan banyak pemasukan bagi PAD Mentawai. Namun realitanya pariwisata
tersebut tak menyumbang banyak perubahan. Uangnya hilang tak tentu arah.
Perusahaan Pariwisata telah diberikan Izin oleh Pemda Mentawai untuk
membangun resort dan melaksanakan bisnis pariwisata sejak tahun 2003. 

Berbicara dalam hal pariwisata, Sumbar perlu banyak belajar dari Malayasia.
Negara Jiran tersebut bisa menata dan membangun sebuah daerah dan kawasan
dengan pemasukan income terbesar dari dunia pariwisata. Tak heran jika
Industri pelancongan merupakan penyumbang pendapatan asing kedua terbesar di
Malaysia. 

Peningkatan jumlah acara-acara persidangan dan pameran internasional
merupakan angka pemasukan pelancong terbesar. Dari sisi penginapan hotel,
pasaran, pelancong Asean sangat memberi andil besar terhadap pemasukan PAD
mereka. Momentum sektor kecil perdagangan, hotel dan restoran, juga terus
berkembang disana. 

Termasuk juga dari segi lain, tempat-tempat usaha meliputi komunitas,
sosial, individu, dan sewa dari flet atau apartement mampu meningkatkan
pemasukan. Usaha dalam mempromosikan pelancongan di Malaysia dilakukan dari
semua sector, baik kesehatan, pendidikan, visa pelancong, penyerapan tenaga
kerja. Sebagai langkah untuk menarik pelancong domestik, usaha dilakukan
membangkitkan semangat melancong bagi masyarakat Malaysia sendiri. 

PENUTUP 

Sejak dulu hingga sekarang, sektor kepariwisataan di Kabupaten Kepulauan
Mentawai dikenal luas oleh masyarakat Nusantara dan dunia Internasional.
Mentawai memiliki sejuta pesona akan potensi kepariwisataan itu, baik wisata
bahari maupun wisata alam, wisata seni, budaya, serta wisata sejarah,
sehingga tidak heran jika Mentawai dijuluki sebagai surga dunia. 

Memajukan Pariwisata Sumbar, jangan sampai melupakan potensi besar
pariwisata yang ada di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Pemda Sumbar mesti
menggerakkan investor untuk mau berinvestasi di sana, karena potensinya
sangat besar, baik pantai maupun ombaknya. Pemerintah harus memasukkan
pengembangan pariwisata Mentawai ke dalam program nasional. 

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dan kementerian terkait harus terlibat
dalam pengembangannya. Tidak cukup hanya ditangani Sumbar saja. Harus ada
yang mengatur dan mengkoordinir semuanya. 

Sejumlah desa di Kabupaten Kepulauan Mentawai akan diproyeksikan sebagai
lokasi wisata budaya. Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olah
Raga Mentawai Desti Seminora pernah mengatakan, desa-desa tersebut di
antaranya adalah Desa Madobag, Desa Tuapejat, dan Desa Bosua. 

Desti mengatakan, proyek desa wisata itu akan diwujudkan pada 2011. Namun,
ia belum bisa menjelaskan total anggaran yang bakal dikucurkan untuk
pembangunan desa-desa tersebut hingga menjadi lokasi wisata. Pengembangan
desa-desa wisata itu dilakukan sebagai bagian dari upaya membangun industri
pariwisata di Kabupaten Kepulauan Mentawai. 

Yang perlu diperhatikan dari rencana tersebut ialah jaminan soal kebudayaan
lokal untuk tidak tergerus begitu saja oleh watak industri pariwisata. Salah
satu hal terpenting yang patut diperhatikan ialah keberadaan uma atau rumah
besar tempat tinggal masyarakat Mentawai secara berkelompok yang kini
semakin berkurang. 

Keberadaan uma di pulau-pulau selain Siberut dalam gugusan Kepulauan
Mentawai kini sudah nyaris mustahil ditemukan sebagai akibat dari kebijakan
relokasi penduduk pedalaman oleh pemrintah, makin mahal dan sulitnya
mendapatkan bahan baku kayu, serta cenderung tidak adanya intervensi
pemerintah untuk menyelamatkan aset kebudayaan tersebut. 

Kita perlu belajar banyak dari Negara Jepang, dimana negeri yang rawan
bencana ini mampu dan siap dalam berbagai hal dalam menghadapi musibah
gempa. Mereka banyak belajar dan mengambil hikmah dari musibah gempa
tersebut. 

Berbagai tokoh dan pakar mereka lahirkan, bagaimana bias mengambil solusi
dalam menghadapi musibah gempa. Bahkan, pemerintah Jepang dalam hal
sosialisasi masalah gempa ke tengah-tengah masyarakat sangat cepat. Sehingga
pemerintah dan masyarakatnya bisa bekerja bersama-sama dalam menanggulangi
masalah gempa. 

Bukan berarti kita tidak mampu berbuat apa-apa menghadapi masalah musibah
gempa dan tsunami ini. Pemerintah kita hanya bisa mengambil jalan pintas
dengan memutuskan sebuah kebijakan. Ketika terjadi musibah baru para
penguasa kasak-kusuk dalam menanggulangi musibah tersebut. 

Bahkan, mereka saling salah menyalahkan antara satu dengan lainnya. Para
pembuat kebijakan di negeri ini tidak seperti di negara Jepang. Kebanyakan
para pemegang kebijakan kita tidak punya visi yang dapat membawa masyarakat
selamat ketika bencana datang silih berganti menghantam bumi pertiwi. 

Pemimpin di negeri ini tidak mampu membangun budaya sadar bencana agar
risiko terburuk dapat dikurangi secara berkelanjutan. Cenderung mengutuk
takdir dan menyalahkan masyarakat terkena bencana. [] 

Penulis adalah Wartawan Media Online Minangkabau di Dunia Maya
www.padang-today.com [Group PadangEkspres]
http://padang-today.com/?today=article&id=1311


-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.

Kirim email ke