MINGGU, 07/11/2010, Oleh: Muslim Alrasyid* Musibah gempa dan tsunami di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat terjadi pada Senin sekitar pukul 21.42 WIB berkekuatan 7,2 Skala Richter (SR) dengan guncangan selama 10 menit dirasakan warga kota Padang, meskipun gempa berpusat di Kabupaten Mentawai.
Menurut Data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat gempa terjadi di 3,61 Lintang Selatan dan 99.93 Bujur Timur. Pusat gempa tersebut berada pada 78 kilometer (km) barat Kecamatan Pagai Selatan, Kabupaten Mentawai Sumatera Barat, dengan kedalaman 10 km. Gempa ini menyebabkan tsunami di kawasan Mentawai. Tinggi gelombang mencapai 3 meter yang menyapu kawasan di pinggir pantai. Dan juga menurut data diungkapkan Kepala Badan Provinsi Penanggulangan Bencana Daerah (BPPD) Provinsi Sumbar, Harmensyah, (Minggu, 7/11/2010) jumlah korban meninggal dunia dalam bencana tsunami di Mentawai mencapai 428 orang. Sementara warga masyarakat yang masih dinyatakan hilang berjumlah 60 orang. Sementara itu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menaksir kerugian akibat gempa dan tsunami di Kabupaten Kepulauan Mentawai Sumatera Barat, di empat kecamatan, mencapai Rp46,36 miliar. Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan Soe’an H Poernomo mengatakan, data dikumpulkan di empat kecamatan, yaitu Kecamatan Sipora, Pagai Utara, Sikakap dan Pagai Selatan. Titik-titik yang terkena dampak bencana umumnya adalah desa nelayan. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sikakap juga mengalami kerusakan relatif parah, karena terendam air dengan ketinggian 1,5 meter.Namun, saat ini, PPP masih dapat berfungsi sebagai dermaga pendukung dan area stocking place bantuan dari Padang. Gempa Mentawai sebenarnya tidak banyak menelan korban jika gempa tersebut cepat dan bisa terprediksi. Hal ini terjadi karena alat pendeteksi tsunami tidak berfungsi dengan baik, sehingga masyarakat tidak bisa menyelamatkan diri. Apalagi hasil penelitian National Geograpic, menyebutkan Padang dan sekitarnya adalah daerah yang paling rentan diguncang tsunami. Dari seluruh daerah yang ada di dunia setelah dilakukan penelitian menurut Direktur Pengurangan Resiko Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jakarta, Sutopo Purwonugroho, daerah Padang adalah daerah yang tertinggi resikonya terjadi bencana tsunami. Jadi daerah sekitarnya juga berpotensi terjadi tsunami. Kepulauan Mentawai Kepulauan Mentawai merupakan sebuah Kabupaten di Propinsi Sumatera Barat. Mentawai berada pada jarak 150 km di lepas pantai Pulau Sumatera. Kabupaten seluas 601 km² ini didiami oleh 64.235 jiwa yang sebagian besar adalah masyarakat asli. Kepulauan Mentawai terdiri dari 213 pulau dengan 4 pulau utama yaitu Siberut, Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan. Beribukota di Tua pejat, Kabupaten Mentawai terbagi menjadi 4 kecamatan dan 40 desa. Hingga saat ini, sebagian besar wilayah daratan Kepulaun Mentawai masih berupa hutan. Karena telah melalui sejarah geologis yang panjang. Mentawai memiliki beberapa spesies endemik yang dilindungi. Tercatat ada duapuluh spesies endemik yang hidup di kepulauan ini. Empat diantaranya adalah primata, yaitu Simakobu atau monyet ekor babi (Simias concolor), Bilou atau siamang kerdil (Hylobates klossii), Joja atau lutung Mentawai (Presbytis potenziani), Bokkoi atau beruk Mentawai (Macaca siberut). Posisi geografis Kepulauan Mentawai di lepas pantai Sumatera Barat memberi keuntungan tersendiri bagi pengembangan wisata olahraga ekstrem. Letaknya yang langsung Menghadap Samudera Hindia menganugerahi Kepulauan Mentawai ombak yang konsisten sepanjang tahun. Waktu antara April-Agustus yang bertepatan dengan libur musim panas di Eropa adalah waktu yang paling baik untuk berselancar. Pada musim tersebut, ombak Mentawai bisa mencapai tinggi enam meter dan hal ini merupakan yang paling dicari oleh para peselancar air. Kepulauan Mentawai tercatat memiliki 400 titik selancar yang sering dijadikan lokasi berselancar oleh para surfer. Dari 400 titik selancar, 23 titik diantaranya memiliki ombak berskala internasional. Daerah tersebut tersebar antara lain di daerah Nyang-Nyang, Karang Bajat, Karoniki, Pananggelat dan Mainuk (Pulau Siberut), Katiet Basua (Pulau Sipoira) dan Pagai Utara (Pulau Sikakap). Pengakuan yang diberikan oleh dunia internasional pada ombak mentawai bisa dilihat dari even selancar yang diadakan di kepulauan ini. Tiap tahun, Mentawai ditunjuk sebagai penyelenggara World Champions Surfing Series atau Seri Kejuaraan Dunia Selancar Air yang dijadwalkan tiap bulan Agustus. Dengan adanya kejuaraan ini, Mentawai bisa menjaring 3000 wisatawan asing pada 2007. Sebanyak 60% dari wisatawan yang datang berasal dari Australia, 39% dari Amerika Serikat, dan sisanya dari Eropa, dan Asia. Wisatawan rata-rata menghabiskan US$ 2.500 selama berselancar di Mentawai. Untuk menjamin kenyamanan dan keamanan para peselancar, pengelola dan pemerintah daerah mengadakan beberapa fasilitas penunjang. Fasilitas penunjang yang paling signifikan adalah ditetapkannya 60 spot ombak eksklusif yang tersebar di berbagai sudut pulau. Spot ombak eksklusif adalah tempat selancar yang dibatasi pemakainya maksimal 10 orang. Hal ini untuk menghindari kecelakaan yang mungkin terjadi ketika peselancar bertabrakan sewaktu beraksi. Selain menetapkan spot ombak eksklusif, pengelola juga mendirikan resor-resor pantai dan berbagai fasilitas pendukung lain untuk mejamin kenyamanan wisatawan. Diantara resor yang ada di Kepulauan Mentawai, terdapat nama-nama antara lain Makaroni di Pulau Silabu, Kandui di Pulau Nyang Nyang, Saraina Kota Mentawai, serta Alloyta di Pulau Simakakang, dan Surfing Ground di Katiet. Selain penginapan bernuansa resort, restoran, bar, yang didesain khas Mentawai. Saat ini, Mentawai dapat diakses melalui dua jalur yaitu jalur laut dan udara. Mentawai dapat dicapai dengan kapal cepat selama 4 jam atau feri antarpulau selama10 jam. Selain itu tersedia 46 kapal pesiar mini yang bisa disewa selama berada di Mentawai. Setelah sempat ditutup pada Maret 1999, penerbangan rute Padang-Mentawai kembali dibuka pada tahun 2007. Penerbangan Bandara Minangkabau-Bandara Rokot yang menempuh waktu 35 menit ini dilayani tiap Selasa dan Kamis oleh Sabang Merauke Air Charter. Untuk melindungi keberadaan berbagai spesies endemik tersebut, setengah bagian wilayah Mentawai telah ditetapkan sebagai Taman Nasional Siberut. Keberadaan Taman Nasional dan hutan hujan yang asri di kepulauan ini secara langsung mendukung berbagai kehidupan di pantai dan laut, termasuk sektor pariwisata. Selama ini, banyak turis yang datang untuk menikmati berbagai atraksi di wilayah pantai juga sangat terkesan akan keaslian dan keasrian hutan Mentawai. Kepulauan Mentawai memiliki garis pantai sepanjang 758 km. Penduduk Asli mentawai Bahasa yang digunakan oleh orang mentawai adalah bahasa mentawai Pulau-Pulau besar yang banyak didiami penduduk di Mentawai adalah Pulau Sipora,Pagai Utara,Pagai selatan dan Siberut. Ibukota Kabupaten Mentawai adalah Tua Pejat. Luas kabupaten mentawai adalah 6011,35 Kilometer persegi. Dengan jumlah penduduk 38.300 orang (tahun 2000). Rumah adat orang mentawai adalah uma dengan kepala suku nya bergelar Sakerei. Sejarah mentawai. Mengikuti teori pleistocene glaciation, Kepulauan Mentawai terpisah dari pulau Sumatera dikarenakan oleh kenaikan permukaan air laut.Orang mentawai diperkirakan telah ada disuatu pulau 200 dan 500 SM. Bermigrasi dari utara melalui Pulau Siberut kemudian bergerak keselatan menuju Sipora dan Pulau pagai.Austronesia bahasa,adat dan kebiasaan hidup sangat berbeda dengan Sumatera Barat sebagai propinsi induknya. Pada awal abad ke 17 orang portugis membuat peta mentawai dengan nama 'Mintaon'peta tersebut dibuat tahun1606. Pada Agustus tahun1792 seorang karyawan British East India Company,John Crisp mengunjungi Pagai (Poggy) untuk mempelajari orang mentawai. Tulisannya mengenai mentawai dimuat pada tahun 1799.John crisp adalah orang pertama yang mengenalkan mentawai pada sastra barat. Pada tanggal 10 Juli 1864 menjadi bagian dari Hindia Belanda. Orang Mentawai Pariwisata. Mentawai memiliki banyak pulau-pulau indah dengan ombaknya yang besar,yang sangat bagus untuk olahraga berselancar. Pariwisata Mentawai mulai dikenal orang adalah pada pertengahan tahun 1990,yaitu secara tidak sengaja seorang perselancar dari Australia menemukan ombak yang bagus untuk berselancar. Sejak saat itulah Mentawai ramai dikunjungi oleh turis untuk berselancar.Kabarnya ombak di mentawai merupakan ombak terbagus ketiga didunia untuk berselancar. Sekarang orang menjadikan mentawai sebagai daerah tujuan wisata,terutama untuk berselancar,juga untuk mengetahui lebih dalam kehidupan suku mentawai,melihat keindahan alam mentawai menyelidiki kehidupan hewan di mentawai dan lain-lain. Di Mentawai sekarang telah banyak berdiri resort-resort yang dikelolah oleh orang asing,diantaranya adalah Kandui resort. Disamping itu ekonomi masyarakat di mentawai juga tumbuh dengan menyediakan Home stay pada tempat-tempat wisata. Potensi Pariwisata Kepulauan Mentawai Sumatera Barat Mendandani Si Cantik nan Eksotis. Sejumlah tempat tidur busa disimpan di uma atau rumah adat Mentawai di Butui, Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Keberadaan barang buatan pabrik itu amat mencolok dibandingkan dengan isi uma lainnya, seperti tengkorak binatang dan peralatan memasak yang semuanya dibuat warga Mentawai. Sementara Muara Siberut dapat ditempuh dengan naik kapal motor selama 10-12 jam dari Padang, Sumatera Barat. Kehadiran wisatawan asing ini membuat Jazali memperoleh pemasukan yang lumayan karena setiap rombongan biasa memberinya uang sebelum pergi. Selain itu, juga membuatnya mampu sedikit berbahasa Indonesia, Inggris, dan berhitung. Kehadiran turis asing juga membuat sejumlah tempat di Mentawai ditumbuhi resor mewah, terutama di kawasan pantai yang memiliki ombak yang baik untuk selancar. Di resor-resor itu turis berduit menikmati eksotisme Mentawai yang terdiri dari 213 pulau sekaligus untuk berselancar. Ombak di kepulauan Mentawai oleh berbagai organisasi selancar merupakan terbaik ketiga sejagat setelah Hawaii dan Tahiti. Di Mentawai, selancar biasanya dilakukan di Pulau Nyangnyang, Karang Majat, Masilok, Botik, dan Mainuk. Puncak kunjungan wisatawan ada di bulan Juli dan Agustus. Saat itu ketinggian ombak di Mentawai mencapai 7 meter. Selain cantik, Mentawai juga berperan penting bagi konservasi. Sejak tahun 1981, Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO) menetapkan Pulau Siberut di Mentawai sebagai salah satu cagar biosfer sehingga keberadaannya harus dilindungi dan dijauhkan dari eksploitasi. Keeksotisan Siberut ditambah adanya empat primata endemik Mentawai, yaitu simakobu atau monyet ekor babi (Simias concolor), bilou atau siamang kerdil (Hylobates klosii), joja atau lutung mentawai (Presbytis potenziani), dan beruk mentawai (Macaca pagensis). Untuk meneliti kekayaan primata Mentawai ini, Pusat Primata Universitas Gottingen, Jerman, bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor mendirikan Proyek Konservasi Siberut. Berbagai keunggulan yang ada di Mentawai itu seolah belum mampu membuat negara untuk melihat Mentawai secara lebih serius. Fasilitas umum seperti kesehatan dan pendidikan di daerah kaya itu umumnya masih terbengkalai. Aliran listrik dan jalan amat terbatas. Akibatnya lebih jauh, warga tidak hanya belum memiliki panduan yang jelas untuk mengelola daerahnya. Sejumlah aset di daerah itu juga mulai dikelola orang asing, seperti resor mewah di sejumlah lokasi selancar. Sistem Kepercayaan Orang Mentawai Sistem kepercayaan orang Mentawai mayoritas orang Mentawai memeluk agama Katolik dan sebagian beragama Protestan, Islam atau Bahai. Walaupun demikian sebagian besar orang Mentawai tetap memegang teguh religinya yang asli, ialah Arat Bulungan. Arat berarti “adat” dan bulungan berasal dari kata bulu (=daun). Dalam religinya, bukan hanya manusia yang mempunyai jiwa, tetapi juga hewan, tumbuh-tumbuhan, batu, air terjun sampai pelangi, dan juga kerangka suatu benda. Selain dari jiwa, ada berbagai macam ruh yang menempati seluruh alam semesta, yakni di laut, udara, dan hutan belantara. Menurut keyakinan orang Mentawai, jiwa manusia atau magere terletak di ubun-ubun kapala. Jiwa itu suka berpetualang di luar jasmani saat orangnya tidur, yang merupakan mimpinya. Bila jiwa keluar dari tubuh bisa terjadi bahwa jiwa itu bertemu dengan ruh jahat. Akibatnya tubuh akan sakit, dan bila jiwa dalam keadaan itu mencari perlindungan pada ruh nenek-moyang, maka tubuh mungkin akan meninggal. Jiwa tak akan kembali lagi ke tubuh dan menjadi ketsat (ruh). Tubuh orang yang telah ditinggalkan magere atau jiwanya menjadi ketsat atau ruh, atau dengan lain kata, orang tersebut telah meninggal. Tubuh yang ditinggalkan berwujud daging dan tulang itu dianggap masih ada jiwanya, yang disebut pitok. Pitok inilah yang amat ditakuti oleh manusia, karena substansi itu akan berupaya mencari tubuh manusia lain, agar bisa tetap berada di dunia yang fana ini. Untuk menghindarinya pitok ini diusir dari rumah orang yang meninggal maupun dari uma dengan upacara karena di tempat itu pitok itu juga bisa bersembunyi mencari mangsanya. Seperti dalam banyak sistem religi di dunia, religi asli orang Mentawai juga mempunyai masa nyepi, atau menghentikan aktivitas hidup untuk sementara, yatu masa lia dan punen yang dianggap suci. Lia adalah menghentikan aktivitas hidup dalam rangka keluarga inti, dan biasanya menyangkut masa-masa yang penting sepanjang hidup, seperti membangun lalep, atau rumah tangga inti, kelahiran, perkawinan, masa ada anggota keluarga sakit, kematian, dan membuat perahu. Punen adalah nyepi dalam rangka masyarakat dewa sebagai keseluruhan dan biasanya menyangkut masa sebelum dan sesudah membangun uma, kecelakaan, saat berjangkitnya wabah penyakit menular, dan pada waktu terjadi kecelakaan atau karena pembunuhan, yang mengakibatkan banyak orang mati. Apabila anggota suatu keluarga menjalankan lia atau punen, mereka tak boleh bekerja. Bahkan seperti telah tersebut di atas, kalau pada masa lia atau punen terjadi kematian, jenazah tak boleh diurus dulu tetapi dibiarkan saja dan hanya ditutup daun. Walaupun semua aktivitas berhenti, untuk waktu yang lama kadang-kadang sampai berminggu-minggu, orang diperbolehkan makan dan minum seperti biasa. Karena itu lia dan punen itu tidak merupakan puasa. Punen yang berlangsung lama adalah punen untuk pengukuhan rimata dan sikere, yaitu pemimpin dan dukun. Upacara yang menyertai punen bisa berlangsung sekitar dua bulan. Erat kaitannya dengan konsep lia dan punen adalah konsep pantangan atau keikei, yaitu melanggar pantangan, terutama dalam masa-masa yang suci (atau dalam rangka upacara-upacara yang suci) dan pelanggarannya akan dihukum dengan hukuman gaib. Hukuman gaib itu harus dihilangkan dengan denda-adat atau tulon tersebut di atas. Untuk menempatkan benda-benda baru ke dalam uma, harus diadakan upacara terlebih dahulu, dan benda baru tersebut harus diletakkan di samping benda yang lama. Tujuannya adalah agar supaya bajou dari benda yang lama tidak marah dan agar “mereka” dapat berkenalan. Tanpa upacara akan terjadi sesuatu di dalam uma yang bersangkutan. Begitu juga dengan kedatangan orang dari kelompok kerabat lain ke dalam uma, seperti misalnya dalam perkawinan, disertai upacara yang gunanya untuk menetralisir pengaruh bajou. Bajou dapat membawa penyakit panas dan demam, karena itu benda-benda yang ada di dalam uma harus diperciki air yang bermantera. Benda-benda perantara antara dunia gaib dan nyata serupa dengan di semua sistem kepercayaan atau religi lokal di dunia, arat sabulungan orang Mentawai juga mengenal ilmu gaib yang berdasarkan dua keyakinan, ialah keyakinan akan adanya hubungan gaib antara hal-hal yang walaupun berbeda fungsinya, mirip wujud, warna, sebutan atau bunyinya. Keyakinan akan adanya kekuatan gaib yang sakti tetapi tak berkemauan atau bajou dalam alam sekitar manusia. Baik segala macam ilmu gaib produktif yang merupakan bagian dari upacara kesuburan tanah misalnya, atau ilmu gaib protektif yang juga sangat penting dalam ilmu obat-obatan dan penyembuhan penyakit secara tradisional, maupun segala macam ilmu gaib destruktif yang antara lain dipergunakan dalam ilmu sihir dan guna-guna, semuanya bisa dikembalikan kepada kedua keyakinan tersebut di atas. Ilmu gaib produktif dan protektif yang biasanya merupakan ilmu gaib putih atau baik, dilakukan oleh sikerei, sedang ilmu gaib destruktif yang biasanya merupakan ilmu gaib hitam atau jahat dilakukan oleh pananae. Seperti juga dalam banyak sistem kepercayaan dan religi lokal di dunia, kekuatan sakti yang tak berkemauan (bajou), dalam sistem kepercayaan orang Mentawai juga dianggap beradal dalam segala hal yang luar biasa dan dalam benda-benda keramat, serta dalam uma (sebagai rumah umum yang keramat). Benda-benda itu, yang seperti telah tersebut di atas adalah amat simagere, batu kerebau buluat, orat simagere, dan tudukut, serta dapat ditambah lagi dengan sejumlah daun-daunan dan akar-akar kering dari tumbuh-tumbuhan berkhasiat yang disebut bakkat katsaila, berfungsi sebagai jimat (tae) penolak bahaya gaib atau sebagai benda untuk mengundang ruh yang baik. Tato milik masyarakat Mentawai merupakan tato tertua di dunia. Saat ini, keberadaan tato semakin terhapus karena tidak banyak lagi masyarakat Mentawai yang menato tubuh mereka. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai menjanjikan akan terus mengembangkan segala potensi wisata yang ada di Mentawai, khususnya masalah wisata bahari dan keindahan alam Mentawai. Sebagian besar pulau-pulau yang ada di Mentawai masih belum dimaksimalkan pemanfaatan potensinya. Dilema Wisata Mentawai Akibat banyaknya resort yang beroperasi tanpa izin di Mentawai, Pemkab rugi ratusan juta rupiah per tahun, wisata Mentawai pun tak bangkit-bangkit. Ia mengibaratkan Mentawai yang kaya namun kekayaan itu tak mensejaterakan masyarakatnya karena semua yang ada itu tidak terkelola dengan baik. Ia menambahkan, terjadinya persoalan tersebut karena tidak adanya keseriusan pemerintah dalam mengelola wisata Mentawai. Meski banyak pengakuan bahwa sektor pariwisata Mentawai sangat potensial menghasilkan banyak pemasukan bagi PAD Mentawai. Namun realitanya pariwisata tersebut tak menyumbang banyak perubahan. Uangnya hilang tak tentu arah. Perusahaan Pariwisata telah diberikan Izin oleh Pemda Mentawai untuk membangun resort dan melaksanakan bisnis pariwisata sejak tahun 2003. Berbicara dalam hal pariwisata, Sumbar perlu banyak belajar dari Malayasia. Negara Jiran tersebut bisa menata dan membangun sebuah daerah dan kawasan dengan pemasukan income terbesar dari dunia pariwisata. Tak heran jika Industri pelancongan merupakan penyumbang pendapatan asing kedua terbesar di Malaysia. Peningkatan jumlah acara-acara persidangan dan pameran internasional merupakan angka pemasukan pelancong terbesar. Dari sisi penginapan hotel, pasaran, pelancong Asean sangat memberi andil besar terhadap pemasukan PAD mereka. Momentum sektor kecil perdagangan, hotel dan restoran, juga terus berkembang disana. Termasuk juga dari segi lain, tempat-tempat usaha meliputi komunitas, sosial, individu, dan sewa dari flet atau apartement mampu meningkatkan pemasukan. Usaha dalam mempromosikan pelancongan di Malaysia dilakukan dari semua sector, baik kesehatan, pendidikan, visa pelancong, penyerapan tenaga kerja. Sebagai langkah untuk menarik pelancong domestik, usaha dilakukan membangkitkan semangat melancong bagi masyarakat Malaysia sendiri. PENUTUP Sejak dulu hingga sekarang, sektor kepariwisataan di Kabupaten Kepulauan Mentawai dikenal luas oleh masyarakat Nusantara dan dunia Internasional. Mentawai memiliki sejuta pesona akan potensi kepariwisataan itu, baik wisata bahari maupun wisata alam, wisata seni, budaya, serta wisata sejarah, sehingga tidak heran jika Mentawai dijuluki sebagai surga dunia. Memajukan Pariwisata Sumbar, jangan sampai melupakan potensi besar pariwisata yang ada di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Pemda Sumbar mesti menggerakkan investor untuk mau berinvestasi di sana, karena potensinya sangat besar, baik pantai maupun ombaknya. Pemerintah harus memasukkan pengembangan pariwisata Mentawai ke dalam program nasional. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dan kementerian terkait harus terlibat dalam pengembangannya. Tidak cukup hanya ditangani Sumbar saja. Harus ada yang mengatur dan mengkoordinir semuanya. Sejumlah desa di Kabupaten Kepulauan Mentawai akan diproyeksikan sebagai lokasi wisata budaya. Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olah Raga Mentawai Desti Seminora pernah mengatakan, desa-desa tersebut di antaranya adalah Desa Madobag, Desa Tuapejat, dan Desa Bosua. Desti mengatakan, proyek desa wisata itu akan diwujudkan pada 2011. Namun, ia belum bisa menjelaskan total anggaran yang bakal dikucurkan untuk pembangunan desa-desa tersebut hingga menjadi lokasi wisata. Pengembangan desa-desa wisata itu dilakukan sebagai bagian dari upaya membangun industri pariwisata di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Yang perlu diperhatikan dari rencana tersebut ialah jaminan soal kebudayaan lokal untuk tidak tergerus begitu saja oleh watak industri pariwisata. Salah satu hal terpenting yang patut diperhatikan ialah keberadaan uma atau rumah besar tempat tinggal masyarakat Mentawai secara berkelompok yang kini semakin berkurang. Keberadaan uma di pulau-pulau selain Siberut dalam gugusan Kepulauan Mentawai kini sudah nyaris mustahil ditemukan sebagai akibat dari kebijakan relokasi penduduk pedalaman oleh pemrintah, makin mahal dan sulitnya mendapatkan bahan baku kayu, serta cenderung tidak adanya intervensi pemerintah untuk menyelamatkan aset kebudayaan tersebut. Kita perlu belajar banyak dari Negara Jepang, dimana negeri yang rawan bencana ini mampu dan siap dalam berbagai hal dalam menghadapi musibah gempa. Mereka banyak belajar dan mengambil hikmah dari musibah gempa tersebut. Berbagai tokoh dan pakar mereka lahirkan, bagaimana bias mengambil solusi dalam menghadapi musibah gempa. Bahkan, pemerintah Jepang dalam hal sosialisasi masalah gempa ke tengah-tengah masyarakat sangat cepat. Sehingga pemerintah dan masyarakatnya bisa bekerja bersama-sama dalam menanggulangi masalah gempa. Bukan berarti kita tidak mampu berbuat apa-apa menghadapi masalah musibah gempa dan tsunami ini. Pemerintah kita hanya bisa mengambil jalan pintas dengan memutuskan sebuah kebijakan. Ketika terjadi musibah baru para penguasa kasak-kusuk dalam menanggulangi musibah tersebut. Bahkan, mereka saling salah menyalahkan antara satu dengan lainnya. Para pembuat kebijakan di negeri ini tidak seperti di negara Jepang. Kebanyakan para pemegang kebijakan kita tidak punya visi yang dapat membawa masyarakat selamat ketika bencana datang silih berganti menghantam bumi pertiwi. Pemimpin di negeri ini tidak mampu membangun budaya sadar bencana agar risiko terburuk dapat dikurangi secara berkelanjutan. Cenderung mengutuk takdir dan menyalahkan masyarakat terkena bencana. [] Penulis adalah Wartawan Media Online Minangkabau di Dunia Maya www.padang-today.com [Group PadangEkspres] http://padang-today.com/?today=article&id=1311 -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta r...@ntaunet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.