Sanak palanta, buat yang tertarik, ambo salin sedikit bagian dari buku
“Sengketa Tiada Putus: Matriarkat, Reformisme Islam, dan Kolonialisme di
Minangkabau”  karangan Jeff Hadler. Cuplikan iko bercerita tentang Gampo
tahun 1926 di Minangkabau dan bagaimana respons masyarakat.



Debat-debat yang terjadi hari ini di berbagai tempat, termasuk di palanta RN
tentang bagaimana menjadi urang Minangkabau yang baik, religious dan
beradat, merupakan debat-debat sepanjang masa, mengalami pasang surut dan
kadang menimbulkan korban fisik.



Buku iko adalah salah satu buku yang baik dibaca untuk referensi menelusuri
pergulatan pencarian ke-Minangkabauan itu.



Salam



Andiko Sutan Mancayo



*Gempa Bumi*



Pada tahun 1920, Sumatera Barat Kolonial terjungkir balik. Tidaklah
mengherankan bila orang Minangkabau waktu itu percaya bahwa hari kiamat,
yang di naubatkan dalam Alqur’an, sudah mendekat. Di kampong-kampung yang
lebih kecil, pertikaian antara pemimpin-pemimpin agama reformis dan
tradisional terbukti memecah belah : di mesjid-mesjid dan surau-surau
terpisah, para penanti kiamat menunggu hari penghakiman dan pengadilan
terakhir. Faksionalisme religious ini khususnya nyata di
nagari-nagari-republik-republik kampong Minangkabau berotonomi yang
komposisi idealnya mencakup satu surau. Dua dasawarsa campurtangan social
dan birokratik telah mentransformasi nagari, dan pada 1914 Ordonansi Nagari
secara resmi mereorganisasi otoritas local. Panghulu, pemimpin yang diakui
Belanda, mengatur pajak lewat suatu dewan nagari baru. Pengakuan yang
sebatas kulit terhadap tradisi dan restorasi tidak dipercaya siapapun.



Yang kurang terlihat adalah bahwa perselisihan dogmatic mulai memecah belah
keluarga-keluarga. Para paman, kemenakan, ayah, dan anak saling berlawanan
dalam menganut kaum-kaum idiologis tertentu. Karena otoritas religious
terpecah-pecah dan pemimpin tradisional rusak, pilar-pilar suci masyarakat
Minangkabau pun nyaris tumbang. Lebih daripada dimanapun di daerah itu,
Sumatera Barat pada awal abad ke-20 mengalami transformasi dan pertentangan
modernitas bukan hanya di kota-kota besar kecil melainkan juga di
kampong-kampung yang paling kecilpun. Skisma religious tingkat kampong,
surat-surat kabar kampong, dan politik kampuang adalah garis depan
perdebatan yang ditempat-tempat lain di Asia tenggara terbatas hanya pada
ibukota colonial………………………………..



Gempa bumi 28 Juni 1926 meruntuhkan se abad perubahan di sumatera Barat.
Ketika terjadi, Muhammad Radjab yang berusia 13 tahun (ketika itu ia di
panggil dengan nama kanak-kanaknya Ridjal) sedang bermain di halaman surau
tradisional ayahnya. Mula-mula dia mengira ada komet yang jatuh disisi lain
bumi, menghancurkan benua Amerika dan menimbulkan getaran di Sumatera. Momen
nalar ilmiah ini tidak tahan lama karena panic-kehilangan akal-melanda
seluruh kampunganya Sumpur.



Radjab ingat orang berseru “La ilahi illalah” !” supaya pada detik kematian
ucapan suci ini aka nada di bibir mereka. Dia ingat meringkuk bersama
orang-orang lain di dalam surau. Ayah Radjab memberikan jaminan : “Tidak ada
harapan lagi, jawab ayah, Dunia Kiamat !”. Dia menasehati orang-orang, “Kita
mesti tawakkal saja, djawab ayah, dunia akan kiamat dalam beberapa hari
ini”. Manuasia sudah banyak yang jahat, sebab itu di hokum Tuhan.



Sebagai antisipasi atas gempa dahsyat yang terakhir itu, orang-orang Sumpur
mengaku dosa dan memohon ampun. Ridjal-yang sebelumnya menyombong tampa malu
telah menjarahi kebun-kebun orang-punya setumpuk mangga dan nagka curian
yang harus dia mintakan ampun. Setelah getaran berkurang, penduduk menyadari
bahwa pengakuan-pengakuan mereka berasal usul kejadian duniawi, bukan Ilahi.




Sesar Sumatera Besar adalah sesar mendatar dangkal disepanjang Bukit
Barisan. Sebagi peristiwa saismologis, gempa bumi 1926 tidak terlalu
penting, gempa bumi lepas pantai 1833 dan 1861 jauh lebih hebat. Tapi karena
banyak pusat-pusat populasi disepanjang sesar itu, pergeseran-pergeseran
yang kadang-kadang terjadi punya akibat dahsyat pada manusia.



Sinopsis Buku



http://www.belbuk.com/sengketa-tiada-putus-matriarkat-reformisme-islam-dan-kolonialisme-minangkabau-p-15213.html



Meskipun terlatih sebagai seorang sejarawan Hadler tidak hanya menyoroti
berbagai peristiwa yang tercatat dan mungkin penting dan menarik tetapi juga
membahas gejala "ke-Minangkabau-an" dalam berbagai dimensi. Bahwa satu-dua
atau bahkan berbagai konstruksi akademisnya bisa memancing perdebatan
bukanlah pengingkaran atas keberanian dan kesungguhan akademis dan
intelektual yang diperlihatkannya dalam memahami Minangkabau. Inilah
masyarakat Musliim yang dikatakannya berlandaskan sistem sosial yang
bercorak matriarchy-suatu istilah yang dimaksudkannya untuk menggabungkan
sistem kekerabatan dan hukum waris matrilineal dan pola kehidupan keluarga
yang matrilokal.



Apapun corak perdebatan yang mungkin bisa dipancing buku yang nyaris "serba
menyeluruh" ini satu hal tak bisa diingkari-buku ini telah menambah
perbendaharaan yang berharga untuk bisa memahami dengan mendalam struktur
dan dinamika Minangkabau, salah satu kesatuan etnis yang memainkan peranan
berarti dalam proses pembentukan bangsa.

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.

Kirim email ke