Assalamu'alaikum. w.w. Tulisan ko ndak sempat takirim ka media massa, dek siap-saip ka barangkek katiko tu dan talupokan, ruponyo ado takulipik dalam file. Ko ambo copy paste kan. Memaknai Dzikir Kata dzikir telah membudaya pada kita dan dikenal secara nasional lewat maraknya acara-acara dzikir bersama yang diadakan oleh kelompok-kelompok tertentu baik pemerintah maupun non pemerintah, baik partai politik maupun non-partai politik. Secara kasat mata terlihat jelas seolah-olah kegiatan itu ingin membawa ummat untuk mendekat kembali pada agama, atau ajarannya, akan tetapi dibalik itu sesorang tidak pernah berpikir bahwa acara-acara seperti itu hanyalah untuk memperkuat kedudukan seseorang atau sekelompok orang atau untuk mengejar popularitas seseorang atau sekelompok orang yang melaksanakan acaranya. Mungkin secara kasat mata juga orang melihat adanya keinginan kelompok masyarakat di daerah tertentu untuk bertaubat dari perbuatan-perbuatan yang dilarang agama agar bala bencana yang timbul tidak terulang lagi di masa yang akan datang, artinya bertaubat kepada Allah swt. dan memohon bencana tidak ditimpakan lagi buat mereka. Akan tetapi dibalik itu semua tanpa diketahui, ada orang-orang tertentu atau kelompok-kelompok tertentu yang memanfaatkan situasi tersebut untuk menaikkan popularitas atau memperkuat kedudukan mereka. Satu hal yang paling esensi dalam hal ini adalah bahwa pelaksanaan acara-acara tersebut seperti dzikir bersama, ataukah namanya istighosah kubra dan sebagainya tidak mengacu pada apa yang telah diturunkan Allah swt dan diajarkan oleh rasul-Nya, sehingga perbuatan ini menjadi sesuatu yang baru (bid’ah). Berdzikir adalah ibadah yang disuruh, oleh sebab itu mestilah mengacu kepada apa yang pernah diperbuat oleh Rasulullah saw. agar tidak menjadi bid’ah. Hal inilah yang tidak pernah mereka pikirkan dan renungkan, dan apa akibat dari perbuatan-perbuatan itu. Berdzikir adalah pekerjaan baik yang memang dianjurkan bahkan disuruh untuk setiap pribadi muslim, akan tetapi perbuatan itu telah termarjinalkan berupa pembacaan atau bisik-bisik dengan menyebut Subhanallah, walhamdulillah, wallaahuakbar, dan disudahi dengan pembacaan doa, baik sendiri-sendiri maupun dipimpin. Persoalan ini sebenarnya telah mengelabui mata dan mengecoh umat secara merata, baik di kampung maupun di kota. Persoalan yang dihadapi bangsa ini sebenarnya tidak terlepas dari urusan dzikir jika dilihat dengan jeli. Kita kesampingkan dahulu bicara budaya korupsi yang dapat dikatakan seperti telah mendarah daging pada bangsa ini, penghisapan manusia oleh manusia (l’explotation de l’homme par l’homme) pada hal yang kecil-kecil seperti premanisme sampai kepada urusan penebangan hutan secara liar tidak terlepas dari kesalahan memaknai dzikir sacara hakiki. Boleh jadi hal ini adalah kesalahan warisan kolonial ataupun kelalaian para pemimpin semenjak zaman revolusi akan tetapi tidak terlepas dari ambisi seseorang atau sekelompok orang dalam menunggangi ummat ini dengan memarjinalkan makna dzikir dari yang sesungguhnya. Ditambah pula dengan diamnya para ulama yang nyata-nyata sangat banyak di negeri ini yang boleh jadi akibat tekanan para penguasa ataupun sikap apatis melihat nasib bangsa ataupun juga mendahulukan keuntungan dunia daripada akhiratnya, telah mengakibatkan bangsa ini semakin terpuruk dan jauh dari ridha Allah swt yang diharapkan. Dan akibat dari hal ini secara keyakinan mendatangkan bala bencana yang jelas-jelas bukan karena Allah swt, menzhalimi hamba-Nya. Hal inilah yang mesti dipikirkan oleh setiap individu dalam negeri ini terutama para ulama yang nota bene berkompeten dalam persolan ini. Kata dzikir dalam kamus bahasa Arab ditemukan pada kata “dzakara-yadzkuru dzikran”, bermakna mengingat sesuatu. Dzikrullaah bermakna mengingat Allah. Ketika mengingat Allah, seseorang dianjurkan untuk beristighfar, bertasbih, bertahmid dan bertakbir, akan tetapi hal itu, istighfar, tasbih dan tahmid itu, bukan makna dari dzikir itu sendiri. Dalam banyak ayat Al-Qur-an telah diterangkan makna dzikir, untuk mudahnya mari lihat dalam surah Al-jumuah dalam ayat “. wa dzikrullaaha katsiira. “, artinya "Ingatlah Allah banyak-banyak". Ayat ini demikian indahnya telah menyuruh seseorang untuk bertebaran di muka bumi setelah shalat jum’at untuk mencari rezki yang diturunkan Allah swt. dan dipesankan untuk mengingat Allah banyak-banyak. Artinya pada setiap tindakan dalam mencari rezeki itu apakah sebagai seorang petani, pedagang, sampai kepada presiden dianjurkan untuk mengingat Allah banyak-banyak. Gunanya adalah agar dapat mensiasati dunia ini dengan baik dengan tindakan dan perbuatan yang dibenarkan oleh Allah. Agar selalu mawas diri apakah tindakan dan perbuatan berada di jalan Allah atau tidak, sesuai dengan aturan yang diturunkan Allah atau tidak. Bila hal ini dilakukan maka hilanglah semua pranata-pranata atau jargon-jargon kejahatan dalam diri seseorang atau sekelompok orang atau masyarakat ataupun bangsa dalam melakukan segala tindak tanduknya karena takut akan ancaman Allah dan ingin menggapai ridha-Nya. Kita dapat bayangkan bila keadaan ini dapat merata pada setiap individu bangsa ini, maka hilanglah semua apa yang dinamakan korupsi, penyelewengan, penipuan dan sebagainya mulai dari pungli sampai kepada penebangan hutan secara liar dan penyalah gunaan jabatan. Bagi seorang pegawai, ia akan bekerja sesuai dengan apa yang menjadi tugasnya dalam keadaan mengingat Allah dan takut untuk melakukan tindak pidana korupsi. Seorang pedagang akan terjauh dari penipuan ataupun penumpukan barang demi meraih keuntungan yang tidak seberapa dibandingkan dengan ridha Allah swt. Artinya apapun posisi atau tugas seseorang dalam menjalani hidup ini akan terlepas dari jalan yang tidak diridhai Allah swt selama mana ia berdzikir mengingat Allah dalam tindakannya. Inilah makna yang sebenarnya dari dzikir yang dengan indahnya dinyatakan dalam ayat tersebut “ingatlah Allah banyak-banyak”. Jalan keluar dari keadaan sekarang ini tidak terlepas dari mengembalikan makna dzikir pada yang sesungguhnya. Oleh sebab itu ulama dalam hal ini sudah tentu sangat memegang peranan penting dalam memberi pengertian yang jelas sampai kepada larangan penyempitan makna dzikir oleh seseorang atau sekelompok orang demi meraih poularitas atau keuntungan politik yang jelas-jelas telah merusak ummat ini. Hal ini tentu saja dengan harapan Allah akan meridhai setiap tindakan-tindakan kita dan menarik kembali semua bencana yang awalnya memang berasal dari tangan kita juga untuk tidak diturunkan sebagai balasan usaha kita ini. Ammmin yaa rabbal ‘aalamiin. Padang, 20 Juni 2007. Asc. Prof. Dr. Ir. Khairi Yusuf St. Sinaro Lab. Perancangan dan Konstruksi Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas Kampus Limau Manih Padang.
-- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta r...@ntaunet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.