Tarimo kasih. Justru artikel2 ambo, tamasuak tiok minggu di Haluan, salah satunyo utk lbh menyodorkan gagasan2 ke publik yg lbh luas.
Dulu pas byk nulis di Kompas diprotesnya begitu: koq di Kompas terus? Salam ta'zim ~~."IJP".~~ -----Original Message----- From: "ZulTan" <zul_...@yahoo.com> Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Wed, 5 Jan 2011 04:38:15 To: <rantaunet@googlegroups.com> Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [...@ntau-net] IJP: Mengawal Tahun Politik Mungkin sajo tulisan IJP ko rancak-rancak tapi sayang media nan dipilih bertiras kicik-kicik. Cubolah ka Kompas bia gauangnyo tadanga! Banyak maaf, sakadar usulan. Salam, ZulTan, L, 50, Bogor "Without change, we will not survive. Welcome 2011" -----Original Message----- From: Indra Jaya Piliang <pi_li...@yahoo.com> Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Tue, 4 Jan 2011 20:15:35 To: <RantauNet@googlegroups.com>; <fora...@yahoogroups.com> Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Cc: <koran-digi...@googlegroups.com>; <kahmi_pro_netw...@yahoogroups.com>; Lisi<l...@yahoogroups.com> Subject: [...@ntau-net] IJP: Mengawal Tahun Politik http://www.indrapiliang.com/2011/01/05/mengawal-tahun-politik/ Koran Jakarta, Rabu, 05 Januari 2011 Mengawal Tahun Politik oleh Indra J Piliang Para elite politik menghindari sebutan bahwa 2011 ini adalah tahun politik. Malah, ada yang menyebut sebagai tahun kerja. Tidak begitu jelas apa yang dimaksud sebagai tahun kerja itu. Kalau politisi kerja, ya, berarti kerja politik. Disembunyikan kemana pun, pastilah 2011 ini adalah tahun politik. Mau bukti? Pertama, agenda legislasi DPR RI. Baru satu undang-undang tentang partai politik selesai tahun lalu. Sisanya, sebanyak empat UU lagi (UU Penyelenggaraan Pemilu, UU Pemilu Legislatif, UU Pilpres dan UU Susunan Kedudukan) mau diselesaikan tahun ini. Belum lagi UU tentang Daerah Istimewa Yogyakarta, UU tentang Pemerintahan Daerah, UU tentang Pemerintahan Desa, dan lain sebagainya. Setiap pembahasan UU adalah politik. Kedua, pemunculan nama-nama tokoh yang layak menjadi presiden dan wakil presiden. Dengan ketiadaan kandidat incumbent, jauh lebih baik apabila kandidat-kandidat lain bermunculan sejak sekarang. Jangan sampai kita memilih karena ketiba-tibaan, akibat proses rekayasa politik yang canggih atau menerapkan politik belas kasihan. Semakin diketahui seorang kandidat, semakin muncul rasionalitas politik di kalangan pemilih. Ketiga, peluang terjadinya reshuffle kabinet. Permainan politik akan tetap hadir, baik reshuffle dilakukan atau tidak. Yang dipertaruhkan adalah kredibilitas penilaian menteri di tangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menggeser nama-nama yang berasal dari partai politik jelas akan membawa kepada politisasi. Tidak menggeser juga begitu. Ketiga contoh itu saja sudah menunjukkan bahwa 2011 adalah tahun politik. Politisi selayaknya mengakui atau minimal menunjukkan agenda-agenda yang wajib dipenuhi partai politik. Dengan terus menghindar menyebut bahwa 2011 bukan tahun politik, sudah merupakan sikap yang kontra-produktif. Agenda legislasi sebetulnya membutuhkan pemikiran yang serius. Hanya saja, jarang kita mencoba untuk mendalami. Dampak pemberlakuan parliamentary threshold (PT) sebesar lima persen, misalnya, apakah betul-betul menghancurkan basis-basis politik tradisional? Semakin besar pemberlakuan PT, semakin memberi kesempatan kepada pemilih tradisional untuk bersentuhan dengan pemilih nontradisional. Spektrum yang luas ini menyulitkan diferensiasi. PT sebesar 2,5 persen sudah menunjukkan betapa partai-partai dengan basis tradisional kuat—dalam arti ideologi politik—kesulitan untuk menjadi partai nasional. Hanya mendasarkan diri kepada tokoh-tokoh di masa lalu tidaklah cukup. Apalagi kalau membangun politik berdasarkan garis biologis, alias anak dari seorang bapak atau ibu yang menjadi pahlawan. Kepentingan publik sama sekali tak terkait dengan aspek ideologi yang terbatas itu, apalagi aspek biologis. Memang, di sejumlah daerah para pemilih bisa membelah diri. Dualisme politik terjadi di Aceh, misalnya, ketika parlemen lokal dikuasai satu partai politik saja. Sementara, dalam waktu bersamaan, akibat partai lokal tak memiliki kursi di DPR, para pemilih menyalurkan ke partai nasional lain. Dari sini kita layak sadari betapa satu pemilih memiliki lebih dari satu wakil. Jadi, agak mengherankan ketika para penolak PT sebesar lima persen menyebut bahwa banyak suara tak terwakili di DPR RI alias hangus. Bagaimana bisa? Setiap pemilih minimal memiliki tiga wakil: DPR RI, DPD RI dan DPRD Provinsi (untuk DKI Jakarta). Di luar DKI, lebih dari tiga. Belum lagi ditambah dengan pilpres dan pilkada (baik provinsi, kabupaten atau kota), maka pemilih mempunyai lebih dari satu wakil. Suara yang benar-benar hangus adalah yang tak menggunakan haknya untuk memilih atau yang salah memilih. Dan pemilih bebas-bebas saja hanya menggunakan satu saja dari minimal tiga kertas suara dalam pemilu. Meningkatkan angka PT sebesar lima persen adalah upaya membebaskan primordialisme sempit masuk ke ranah parlemen. Selain itu, tentu untuk menghindari politisi absensi semata, mengingat tercatat di banyak lembaga internal parlemen, namun tak punya waktu dan tenaga. Yang juga layak diperhatikan adalah presidential threshold. Dalam pilpres 2009, angkanya mencapai 20 persen kursi di DPR RI atau 25 persen suara pemilih dalam pemilu legislatif sebelumnya. Angka itu terlalu besar. Selayaknya berapa pun suara parliamentary threshold, maka itulah suara presidential threshold. Dua pilpres sudah menunjukkan betapa pemerintahan bisa bekerja baik atau buruk, sebagai hasil dari pemilihan langsung. Hasil pertama pilpres 2004 menunjukkan bahwa dukungan politik kecil di pilpres dan parlemen tidak berpengaruh luas atas kebijakan-kebijakan presiden. Justru sandera politik lebih terasa pasca pilpres 2009, ketika mayoritas kekuatan politik parlemen memiliki kader di kabinet. Indonesia belum punya pengalaman banyak soal ini. Membandingkan presiden pilihan MPR dengan pilihan rakyat jelas serba sulit. MPR menjadi lembaga yang berwibawa di masa lalu, paling tidak dengan kemampuan memberhentikan Abdurrahman Wahid di tengah jalan dan mengangkat Megawati sebagai presiden. Seiring dengan pelaksanaan pilpres, wibawa MPR mulai berpindah ke publik. Masalahnya, publik Indonesia mirip dengan kondisi “oposisi berserak” di masa Orde Baru. Publik belum menemukan cara untuk membentuk organisasi. Padahal, dalam pola demokrasi liberal, individu sebetulnya tidak sepenuhnya bisa mengandalkan individu yang lain. Harus mulai ada kelompokkelompok yang berhimpun membentuk organisasi atau sekadar perhimpunan (pemilih, hobi, atau pun profesi). Merekalah yang nanti menjadi semacam kelompok kepentingan, bukan lagi sekadar kelompok penekan (pressure group). Era kelompok penekan sudah semakin menunjukkan titik akhir. Kalau pun diperlukan, hanya bersifat sesaat untuk kasus-kasus khusus. Dalam praktek yang sebenarnya, kelompok kepentingan (interest group) akan lebih memiliki daya juang yang tinggi, alih-alih hanya kelompok penekan. Pada 2010, misalnya, muncul gerakan yang mempersoalkan penangkapan pimpinan KPK Bibit-Chandra atau kelompok yang mengeluarkan Petisi untuk Polri menjelang pergantian Kapolri. Dalam kenyataannya, kelompok- kelompok ini hanya mampu memengaruhi proses pengambilan keputusan sementara saja, tidak bertahan menjadi kelompok kepentingan. Suara protes lebih dominan, alih-alih yang betul-betul ingin mengetahui modus operandi korupsi atau sepak terjang polisi, ditambah dengan regulasinya dan sosok-sosok penting di dalamnya. Tahun politik 2011 lebih dari sekadar itu. Komunitas politik jelas membutuhkan partner atau mitra di kalangan masyarakat sipil atau kaum profesional. Tidak mesti memiliki kesamaan agenda, namun sebuah alamat “komunitas pemerhati hutan” lebih menarik, alih-alih anggota “satu juta facebookers untuk selamatkan hutan”. Sebuah komunitas nyata akan lebih memiliki kedalaman informasi, alih-alih hanya mencoba menjadi sama dalam komunitas maya. Penulis adalah Dewan Penasehat The Indonesian Institute, Indra J Piliang -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta r...@ntaunet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe. -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta r...@ntaunet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe. -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta r...@ntaunet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.