Sanak Ahmad Ridha dan para sanak sapalanta,
 
Seperti sebelumnya, saya coba menjawab langsung setelah tanggapan Sanak Ahmad 
Ridha.
 
Semoga bermanfaat

Wassalam,
Saafroedin Bahar Soetan Madjolelo
(Laki-laki, Tanjung, masuk 74 th, Jakarta) 
Taqdir di tangan Allah, nasib di tangan kita.






From: Ahmad Ridha <ahmad.ri...@gmail.com> 
Sender: rantaunet@googlegroups.com 
Date: Tue, 15 Feb 2011 12:10:31 +0700
To: <rantaunet@googlegroups.com>
ReplyTo: rantaunet@googlegroups.com 
Subject: Re: [R@ntau-Net] INTERNATIONAL CONFERENCE ON THE REVITALIZATION 
OFISLAM, 12 FEBRUARI 2011.



2011/2/15 Dr. Saafroedin BAHAR <saafroedin.ba...@rantaunet.org>

 






Dengan kata lain, jangan sampai mengatakan bahwa pemahaman atau tafsiran kita 
sebagai satu-satunya pemahaman atau tafsiran yang benar, dan yang lainnya salah.

Pak Saaf, justru saya melihat "tokoh-tokoh" itu yang mejajakan pendapat mereka 
sebagai pemahaman Islam pertengahan yang benar (tidak hanya dalam pertemuan 
itu).  Rekam jejak beberapa mereka sudah cukup dikenal dalam konteks 
pluralisme.  Analoginya adalah seperti orang kafir di Barat yang berlagak 
memperjuangkan kebebasan, tetapi mencibir muslimah yang sepenuh hati mengenakan 
jilbab atau cadar.
 
Tanggapan:  Rasanya belum pernah mereka meng-claim bahwa pendapat mereka itu 
satu-satunya pendapat yang benar. Artinya, pendapat mereka itu masih bisa 
dibantah dengan argumen yang lebih kuat. 
Jadi masih terbuka peluang besar bagi Sanak Ahmad Ridha untuk mengoreksi mereka 
-- jika perlu -- dalam rangka 'amar makruf nahi munkar'.
Apa bukan seperti itu yang diinginkan oleh kesediaan kita untuk ber-'fastabiqul 
khairaat' ?
 







Tanggapan : seperti sudah saya jelaskan -- sebagai peserta -- walau resminya 
nama konferensi itu adalah 'revitalisasi Islam', namun yang dibahas memang 
'revitalisasi umat Islam', yang terwujud dalam wacana tentang dimensi kultural 
dari umat Islam, yang kini sudah tersebar luas di dunia. Dalam hubungan ini, 
secara pribadi saya dapat menerima -- dan menghargai -- tesis Prof Azyumardi 
tentang sembilan 'Islamic cultural spheres', oleh karena mampu menerangkan 
kemajemukan umat Islam di dunia.

Jika tesis itu dipandang sebagai gambaran keadaan umat Islam sekarang, itu 
mungkin masih dapat saya pahami, Pak.  Yang saya khawatirkan adalah jika tesis 
itu dijadikan patokan dalam ber-Islam yakni budaya mengubah tuntunan agama 
seperti saya contohkan sebelumnya.

Beberapa contoh lainnya, apakah homoseksualitas dihalalkan di Amerika Serikat 
karena sudah tidak dianggap tabu di sana?  Apakah penyembelihan bisa diganti 
dengan setrum atau suntik mati di Eropa karena bagi mereka penyembelihan adalah 
kekejaman terhadap hewan?  Atau malah, apakah shalat Zhuhur dan 'Ashr akan 
digeser waktunya dengan bentrok dengan budaya kerja manusia sekarang?  
(sayangnya sekarang sudah banyak orang menyepelekan shalat).
 
Tanggapan : sudah barang tentu tesis ya tesis yang masih bisa dan harus diuji 
dengan kenyataan, bukan patokan yang sudah baku. Sudah barang tentu tesis dapat 
disanggah dengan anti-tesis, kan ?  
Yang kita inginkan adalah agar nilai-nilai teologi dan nilai-nilai moral agama 
itu yang meresapi budaya, bukan sebaliknya, 
Dalam konteks Minangkabau, hal ini dirumuskan dengan cantik sekali oleh Buya 
Hasan Byk Datuk Marajo dengan mengatakan agar pada suatu saat nanti  " syarak 
menjadi adat'. [Sekedar catatan: dalam konteks kenegaraan, pidato Ir Soekarno 
pada tanggal 1 Juni 1945 dan Penjelasan Pasal 29 UUD yang lama juga menganut 
pendirian ini.]
Caranya sudah barang tentu bukan dengan melakukan kekerasan dan paksaan, tetapi 
'bi'l hikmah'. Walau agak terlambat, setelah hampir dua generasi Minangkabau 
berdarah-darah dalam pertengahan pertama abad ke 19, Tuanku Imam Bonjol 
menyadari dan mengoreksi kekeliruan ini  pada tahun 1832, sewaktu beliau 
mengembalikan kekuasaan kepada kaum adat. 
Kita yang datang menyusul sekarang ini -- dengan segala keterbatasan -- mencoba 
mengkonsolidasikan dan menuliskan 'islah Minangkabau' yang berbentuk ABS SBK 
itu. 
Seiring dengan itu agak susah bagi saya untuk mengerti dan menerima ajaran 
sebagian tokoh yang membenarkan kekerasan terhadap 'umat Islam lain. Mungkin 
oleh karena pengkajian saya belum 'semaju' pengajian beliau-beliau itu. Menurut 
pemahaman saya, Al Quran hanya mengizinkan perang dalam rangka membela diri 
atau kalau dizalimi. Sudah barang tentu mengenai masalah ini masih perlu 
didalami lagi lebih lanjut.






Kalau saya tidak salah, Al Quran juga mengadakan klasifikasi ini, termasuk 
dalam membedakan antara umat Islam dengan orang Arab.

Mungkin kalau bisa dirujukkan ayatnya agar bisa saya baca tafsirnya, Pak.

Tanggapan : Saya menemukan substansi pembedaan antara umat Islam dan manusia 
secara umum, dengan orang Arab -- bukan secara umum, tetapi secara 
khusus -- dalam buku karangan Buya Fachruddin HS: "Petunjuk Al Quran dalam 
Berbagai Persoalan disusun Menurut Alfabet" (edisi kedua, Yayasan Sepuluh 
Agustus, Jakarta, 2010). 

Ayat-ayat Al Quran yang secara khusus mengeritik sifat-sifat buruk orang Arab 
sewaktu turunnya ayat-ayat Quran terdapat pada  Surah 9  Al Bara-ah/Surah 
Taubah  ayat 97, 120; Surah 33 Al Ahzab ayat 20; Surah 48 Al Fath ayat 11 
dan 16; serta Surah 49 Al Hujurat ayat 14.
Sudah barang tentu yang ditunjuk Al Quran adalah orang-orang Arab pada saat 
turunnya ayat-ayat Al Quran, walaupun secara substantif bisa diaplikasikan 
dengan kondisi serupa pada saat ini. 
Bagaimanapun, dengan adanya ayat-ayat yang secara khusus mengomentari 
orang-orang Arab saat itu, kita diingatkan untuk tidak begitu saja menyamakan 
orang Arab dengan Islam, seperti yang dianut oleh sebagian masyarakat kita. 
Lagi pula, seperti Sanak Ahmad Ridha ketahui sendiri tidak semua orang Arab 
beragama Islam.
Secara pribadi saya memimpikan agar umat Islam Indonesia dapat memberikan 
sumbangan yang substantif dalam pengembangan kebudayaan islami di dunia ini, 
baik untuk memperkaya maupun untuk mengoreksi sumbangan umat Islam di Timur 
Tengah.
Mengenai klasifikasi umat manusia menurut keimanan dan ketaqwaannya saya 
persilakan Sanak Ahmad Ridha untuk memberikan pencerahan.
 
Terima kasih, Pak Saaf.
 
Terima kasih kembali, Sanak Ahmad Ridha.
-- 
Abu 'Abdirrahman, Ahmad Ridha bin Zainal Arifin bin Muhammad Hamim
(l. 1400 H/1980 M)

-- 



      

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Kirim email ke