Assalamu'alaikum WW
Pak Darwin bahar tarimo kasih posting-posting tetang Pak Natsir ko, ambo nan 
mengaku-ngaku sebagi pengagum dan ikut penerus perjuangan Pak Natsir ko sangaik 
kurang pengetahuan ttg kebesaran karya dan pemeikiran Beliau.

Kapado RN, Pak DB dan dunsanak nan lain nan manulis atau memposting ttg Pak 
Natsir ambo mita izin untuak mamprin out kan tulisan-tulisanko untuak ambo 
bagikan kapdo kader-kader Partai Bulan Bintang nan mangaku atau menklaim 
sebagai penerus Pak Natsir namun sangat minim pengetahuan ttg apa sebenarnya 
inti dan tujuan serta cara perjuangan Beliau.

Tks
Afrijon Ponggok
44,L, sdg di Bkt Tinggi 

Powered by Telkomsel BlackBerry®

-----Original Message-----
From: "Darwin Bahar" <dba...@indo.net.id>
Sender: rantaunet@googlegroups.com
Date: Mon, 7 Mar 2011 21:17:15 
To: Palanta Rantaunet<rantaunet@googlegroups.com>; <su...@yahoogroups.com>
Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
Subject: [R@ntau-Net] Natsir, Politikus Intelektual

Oleh: Anwar Ibrahim, Mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2008/07/14/LK/mbm.20080714.LK127
676.id.html

PERTEMUAN pertama dengan Pak Natsir adalah juga introduksi saya secara intim
dengan Indonesia. Perkenalan itu terjadi pada 1967, ketika hubungan
diplomatik di antara kedua negara-Indonesia dan Malaysia pulih setelah
mengalami konfrontasi. Sebelum pertemuan itu, saya hanya menghidu Indonesia
dari sedikit pengetahuan sejarah melalui novel-novel Abdoel Moeis, Marah
Roesli, Hamka, dan lain-lain.

Pada masa konfrontasi, saya terpukau oleh pidato-pidato Soekarno di hari
Lebaran melalui Radio Republik Indonesia siaran Medan, yang saya dengar di
kampung saya di Pulau Pinang. Ayah saya, yang ketika itu anggota parlemen
dari partai pemerintah, ternyata tak senang dengan keasyikan saya ini.

Maka, ketika Himpunan Mahasiswa Islam yang dipimpin Cak Nur menyambut saya
dan beberapa pemimpin mahasiswa Malaysia di Indonesia, tak ubahnyalah itu
laksana menemui kekasih yang belum pernah ditemui. Rekan-rekan HMI, seperti
Fahmi Idris, Mar'ie Muhammad, dan Ekky Syahruddin membawa saya, yang ketika
itu baru berumur sekitar 20 tahun, menemui Pak Natsir. Karena saya begitu
muda, dan melihat Pak Natsir sebagai mantan perdana menteri, pernah memimpin
Masyumi--aliansi partai dan organisasi Islam yang terbesar di dunia--saya
lebih banyak mendengar dari berkata-kata.

Apa yang terkesan bagi saya hingga hari ini dari pertemuan yang pertama itu
adalah sosok, sikap, dan tingkah beliau yang amat sederhana. Selepas
pertemuan dengan Pak Natsir, saya ke Bandung, dan di sana saya dibawa ke
sebuah toko buku Van Hoeve yang secara zahirnya kelihatan usang dan berdebu.
Toko buku tersebut merupakan penerbit karya-karya besar kajian Indonesia,
seperti karya Van Leur, Indonesian Trade and Society, dan karya B. Schrieke,
Indonesian Sociological Studies. Di toko itu, dan di atas lantainya yang
berdebu, saya menemukan kedua buku tersebut serta dua jilid Capita Selecta,
lantas membelinya.

Sejak zaman muda saya memang memberikan perhatian terhadap peran, ide,
gagasan, serta ideologi dalam perjuang-an dan gerakan politik. Saya kagum
terhadap intelektualitas dan gagasan para filsuf. Melalui Capita Selecta
saya tampak sosok intelektual Mohammad Natsir. Melaluinya saya mengenali
Henri Pirenne, nama yang kini mungkin kurang dikenal, tapi di masa itu
tesisnya mencetuskan polemik besar di universitas-universitas di Eropa dan
pengkaji-pengkaji tamadun Barat. Muhammad et Charlemagne, yang ditulis oleh
Pirenne, melontarkan gagasan bagaimana Islam menjadi faktor penentu -dalam
sejarah Eropa. Ketika itu tesis ini sungguh radikal, tapi sekarang sudah
diterima umum di kalangan sarjana bahwa tanpa Islam, tamadun Barat tidak
akan menghasilkan renaisans, tradisi rasionalisme, dan humanisme.

Sejak pertemuan pertama itu, setiap ke Jakarta dan mengunjungi Pak Natsir,
saya diperkaya oleh imbauan baru berkaitan dengan isu umat Islam, sosial,
dan politik mutakhir. Tatkala saya sudah membentuk Angkatan Belia Islam
Malaysia, beliau senantiasa mengingatkan saya akan realitas sosial di
Malaysia, dengan kehadiran jumlah masyarakat Cina, India, dan lain-lainnya
yang substantif. Beliau sangat positif dan senantiasa menggalakkan interaksi
serta dialog di antara organisasi Islam dan masyarakat bukan Islam. Sewaktu
menjadi Menteri Keuangan, tatkala memacu pertumbuhan ekonomi, saya sering
mengulangi pesan Mohammad Natsir, jangan kita membangun sambil merobohkan:
membangun gedung sambil merobohkan akhlak, membangun industri sambil
menindas pekerja, membina prasarana sambil memusnahkan lingkungan.

Pada 2004-2006 saya di Universitas Oxford, Inggris, dan beberapa universitas
lainnya di Amerika Serikat, khususnya di Universitas Georgetown. Di
universitas ini saya memberikan mata kuliah yang khusus tentang rantau ini,
karena selama ini kajian Islam kontemporer hanya bertumpu di Timur Tengah
dan negara-negara Arab, tempat resistansi terhadap demokrasi begitu kuat,
sehingga muncul persepsi bahwa Islam tidak sejajar ataupun compatible dengan
demokrasi.

Saya merasakan pengkaji-pengkaji Islam kontemporer di Barat tidak berlaku
adil terhadap Natsir dan perjuangan umat Islam Indonesia umumnya. Sekiranya
mereka mengkaji pemikiran Natsir dan Gerakan Masyumi serta sejarah
"demokrasi konstitusional" di Indonesia sebelum dihancurkan oleh Orde Lama,
persoalan compatibility atau kesejajaran Islam dan demokrasi itu tidak akan
timbul. Satu-satunya sarjana Barat yang berlaku adil terhadap Natsir dan
Masyumi sebagai pelopor constitutional democracy di dunia membangun selepas
Perang Dunia Kedua ialah sarjana besar Herbert Feith, yang magnum opus-nya
berjudul The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia.

Namun saya tidak melihat Pak Natsir sebagai demokrat yang terisolasi. Beliau
berada di dalam tradisi Islam Indonesia yang inklusif, dari tokoh seperti
Oemar Said Cokroaminoto, Agus Salim, dan Wahid Hasyim. Di negara Arab kita
menyaksikan pembenturan yang tajam antara tokoh-tokoh sekularis dan
tokoh-tokoh islamis, antara Taha Hussain dan penghujah-penghujahnya dari
Universitas Al-Azhar. Di Indonesia saya tidak menyaksikan pertembungan yang
sebegini antara Sutan Takdir Alisjahbana yang memiliki orientasi yang hampir
sama dengan Taha Hussain dan tokoh-tokoh Islam.

Negosiasi kreatif antara intelektual sekuler tapi tidak bermusuhan dengan
Islam, dengan intelektual muslim yang ditampilkan oleh Natsir, amat bermakna
bagi generasi muda muslim di Malaysia. Di Kuala Lumpur hari ini terdapat
anak-anak muda yang mengunyah Polemik Kebudayaan, tapi mereka juga
sebahagian dari gerakan Islam yang meneliti Capita Selecta. Debat
Natsir-Soekarno tentang negara Islam dan sekularisme juga menarik bagi
mereka dan mereka kira masih relevan dalam negosiasi Islam serta ruang awam
di Malaysia.

Tapi tulisan Natsir yang paling tersebar luas di Malaysia- ialah Fiqud
Dakwah. Saya selaku Presiden ABIM ketika itu mencetaknya, termasuk
menerbitkannya ke dalam edisi- Jawi dan menjadikannya teks usrah ataupun
grup studi ka-mi.- Saya begitu terkesan oleh buku ini karena metode
dakwahnya bersifat moderat dan berhikmah. Melalui metode ini, ABIM dapat
melebarkan sayapnya hingga menjadi organisasi massa dan gerakan Islam yang
bergaris sederhana.

Pada awal 1980-an, ketika saya sedang menjabat Menteri Kebudayaan, Belia dan
Sukan, saya berkunjung ke Indonesia. Saya ingin menemui Pak Natsir di
kediamannya, tapi beliau lebih dulu menemui saya di hotel. Saya sangat
terharu karena sikapnya yang merendah, sedangkan dia merupakan pemikir Islam
besar. Maka saya mengundang beliau ke kamar untuk bersarapan pagi.

Natsir sedang menghadapi tekanan dari pemerintah, karena dia terlibat dengan
Petisi 50. Ternyata pertemuan itu menimbulkan keributan di kalangan intel
Orde Baru. Maka, ketika saya menemui Pak Harto, saya jelaskan bahwa Pak
Natsir ibarat bapak saya di Indonesia dan bahwa pertemuan kami hanya
mengobrol secara umum tentang umat Islam di Pakistan dan Arab Saudi. Pak
Harto hanya diam mendengar penjelasan saya.

Terakhir kali saya selaku Timbalan Perdana Menteri menemui Pak Natsir di
hospital ketika beliau sedang tenat. Suasana memilukan dan menyayat hati,
saya sedih melihat keadaan hospital, dan saya merasakan layanan sebegini
tidak layak untuk seorang pemikir Islam besar. Saya rasa wajar beliau
mendapat layanan yang lebih baik. Beberapa bulan kemudian, saya mendapat
berita beliau telah berpulang ke rahmatullah. Beliau sudah pergi, tapi
legasinya masih menanti apresiasi yang adil dari luar rantau ini. 

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Kirim email ke