MALIN KUNDANGoleh: E.S Ito
http://itonesia.com/malin-kundang/

 Malin Kundang tidak berasal dari Padang. Rantau entah berantah yang tampak
asing dari ketinggian Luhak yang tiga. Dia lahir dan besar di pegunungan dan
perbukitan dataran tinggi Minangkabau. Pada sebuah kampung yang tidak jauh
dari Pariangan. Ibunya yang biasa dipanggilnya Mandeh adalah perempuan
satu-satunya dari tiga bersaudara. Paman yang paling tua dipanggil Makwo,
sedangkan yang muda dipanggil Makdang. Di kampungnya nenek Malin bukanlah
orang susah, pewaris tunggal dari berpetak-petak tanah yang dimiliki sebagai
pusaka tinggi. Karena Mandeh satu-satunya perempuan di keluarga itu, maka
jelas nantinya pusaka tinggi itu akan jatuh ke tangannya. Semuanya tampak
sebagaimana harusnya hingga Makwo dan Makdang menikah dan tidak lama
kemudian sang nenek meninggal.

Makwo dan Makdang adalah jenis lelaki Minang usang yang memandang dunia
sejauh angan pendek mereka. Menikah dengan perempuan satu kampung, berharap
bisa mendapatkan kehidupan tanpa merantau meninggalkan kampung. Pada awalnya
mereka masih bisa menggarap tanah pusaka, membagi hasilnya dengan Mandeh.
Tetapi ketika kemudian Mandeh menikah, mereka mulai terancam apalagi suami
Mandeh juga menetap di kampung. Mereka jadi Mamak Rumah yang mesti pergi
tanpa membawa apa-apa. Istri-istri mereka yang kelak dipanggil Malin Kundang
dengan sebutan Etek, jenis perempuan Minang klasik, menguasai suami dengan
cara membuka permusuhan dengan ipar perempuan. Mereka mulai menghasut Makwo
dan Makdang untuk menguasai pusaka Mandeh. Mereka menebar isu kalau hasil
dari harta pusaka banyak yang dibawa pergi ke rumah gadang suami Mandeh.
Makwo dan Makdang mulai terhasut, tetapi langkah mereka masih tertahan,
was-was jika Mandeh nantinya melahirkan anak perempuan yang akan melanjutkan
pusaka tinggi itu.

Dan kemudian ternyata yang lahir adalah anak laki-laki yang diberi nama
Malin Kundang. Tidak berselang lama dari kelahiran Malin, ayahnya meninggal
dunia mendadak. Bisik-bisik orang kampung mengatakan dia mati karena racun
tuba. Dalam bisikan yang lebih hening berembus kabar, Etek Malin menyuruh
orang pintar meramu racun dan memasukkannya dalam bingkisan makanan yang
mereka berikan. Mereka tidak ingin setelah Malin Kundang lahir, laki-laki
itu membuahi Mandeh lagi sehingga akan lahir anak perempuan. Tinggallah
Mandeh dengan seorang bayi laki-laki yang kelak juga harus pergi. Tanpa anak
perempuan, pusaka tinggi berakhir pada Mandeh. Makwo dan Makdang dengan
dorongan dari istri-istri mereka mulai menggerogoti pusaka itu, dan Mandeh
tidak ada yang membela. Lama kelamaan pusaka yang selama ini dipegang Mandeh
hilang sudah, bahkan kedua saudara laki-lakinya sampai tega mengusirnya dari
rumah gadang.

Mandeh menemukan gubuk tak berpenghuni di pinggir hutan. Selama tahun-tahun
berat membesarkan Malin Kundang, dia tinggal disana. Mandeh bukan tidak mau
menikah lagi, tetapi hampir tidak mungkin baginya untuk mendapatkan seorang
suami. Ketentuan adat mengharuskan perempuan yang meminang. Bila dia tidak
punya paman atau Mamak, tanggung jawab meminang itu ada di pundak saudara
laki-lakinya. Dan saudara laki-lakinya, jangankan mencarikan suami, mereka
malah mengusirnya dari rumah gadang. Karena tidak lagi punya tanah yang
menghasilkan, dia hidup dari mencari ranting kayu di hutan. Masyarakat di
kampungnya hanya bisa membantu dengan menukar ranting kayu bakar dengan
beras dan lauk pauk. Ketika Malin sudah cukup besar, anak itu mulai
membantunya dengan tekun. Hingga kemudian dia berusia awal belasan tahun,
Malin mulai mengerti apa yang menimpa dirinya dan Mandeh. Malin mulai berani
mendatangi Makwo dan Makdang menuntut haknya. Karena jengkel tidak pernah
ditemui, dilemparinya rumah mereka dengan batu dan kayu. Etek-Eteknya
menebarkan gunjing, betapa Malin Kundang ini anak nakal yang kurang ajar dan
mestinya tidak tinggal di kampung mereka.

Pada suatu hari, kampung itu kedatangan seorang perantau yang jarang pulang,
namanya Sidi Paulah. Konon kabar Sidi bekerja di kapal dan pulang membawa
kekayaannya. Membangunkan rumah gadang baru untuk saudara-saudara
perempuannya dan kemudian berencana pergi lagi. Makwo dan Makdang yang
semakin khawatir dengan gangguan Malin Kundang melihat peluang untuk
membuang kemenakan mereka itu. Diam-diam mereka mendatangi Sidi Paulah,
dengan memberi kesan sebagai paman yang bertanggung jawab, mereka ingin Sidi
membawa pergi Malin biar nanti bisa pulang membebaskan Mandeh dari
kemiskinan. Sementara istri-istri mereka sibuk menghasut orang kampung agar
mengusir Malin Kundang dari kampung mereka. Demi melihat kesungguhan dua
orang itu dan ditambah lagi dengan tuntutan dari orang kampung yang sudah
termakan hasutan, Sidi menyanggupi untuk membawa Malin Kundang keluar dari
kampung itu.

Malin Kundang kaget ketika Sidi Paulah mengajaknya pergi, sementara dia
berharap tumbuh besar di kampung dan membereskan urusan dengan kedua
pamannya. Tetapi karena orang kampung juga sudah termakan hasutan, dia juga
tidak punya tempat di kampung ini. Malin Kundang menerima tawaran Sidi
Paulah, kesedihan Mandeh tidak sanggup menahan anaknya pergi. Dia tinggal
sebatang kara, tetapi Malin Kundang bersumpah pada Mandeh bahwa kelak dia
akan datang dan akan mengambil kembali semua yang menjadi hak mereka. Makwo
dan Makdang serta istri-istri mereka menarik nafas lega, Mandeh seorang diri
tidak akan sanggup mengganggu mereka.

Sidi mengajak Malin menuruni lembah mengikuti aliran Batang Anai hingga
mereka tiba di daerah landai berbatas laut disebut Padang. Mereka tinggal
menumpang di gubuk kecil milik seorang nelayan di pinggir laut. Berhari-hari
mereka tinggal disitu, namun kapal yang kata Sidi akan menjemput mereka
tidak juga kunjung datang. Hingga pada suatu pagi Malin terjaga, dia
mendapati Sidi tidak ada lagi. Laki-laki itu telah pergi meninggalkannya
begitu saja. Di rantau tanpa handai taulan, Malin Kundang mesti bertahan
hidup sendiri. Dia tidak ingin kembali pulang sebagai seorang pecundang. Dia
belajar melaut dengan para nelayan. Dia melihat kapal-kapal besar datang dan
pergi. Dia mulai akrab dengan laut, angin dan bintang-bintang yang jadi
pemandu di malam hari. Setiap kali kapal besar datang, timbul keinginannya
untuk pergi berlayar jauh menjelajahi samudera tak bertepi. Setiap kapal
besar berlabuh didatanginya, tanpa diminta dia bantu mengangkat bawaan
kapal, berharap mendapat simpati dan ikut dibawa pergi. Tetapi hari berganti
bulan tidak satu kapal pun menerimanya.

Hingga suatu hari sebuah kapal besar milik orang Bugis berlabuh. Pemilik
kapal bernama Daeng Laut dan usaha pelayarannya tengah menanjak. Segera saja
dia tertarik kepada anak muda belasan tahun yang begitu rajinnya di
pelabuhan. Keberuntungan menaungi Malin Kundang, dia diajak pergi berlayar.
Ketekunannya ditambah dengan kemauan yang keras membuat dia tidak saja bisa
bertahan di atas kapal Bugis itu tetapi menjadi salah satu awak kapal yang
paling terampil. Berhitung bulan di laut, segera saja posisinya naik dari
sekadar pesuruh menjadi kelasi. Hingga berhitung tahun kemudian karena
keterampilannya membaca alam, Daeng Laut mempercayakan nakhoda kapal
kepadanya. Anak muda ini telah membawa keberuntungan kepadanya. Nyaris tidak
ada pelabuhan yang mereka singgahi yang tidak memberikan keuntungan berlipat
ganda. Tetapi tidak selamanya bintang keberuntungan menaungi pelayaran,
kadang langit gelap menghancurkannya dalam sekejap.

Malam itu badai menggila tidak jauh dari selat Malaka. Malin Kundang
berusaha keras menahan kapal agar tetap melaju menuju pelabuhan Malaka yang
dituju. Tetapi alam terlalu kuat, hingga menyeret kapal jauh ke utara. Tanpa
disadari kapal mendekati kawasan laut yang paling ditakuti oleh para pelaut
manapun, kawasan Jemaja dimana bajak laut bersarang. Begitu pagi datang,
badai menghilang dan kapal terombang-ambing di laut tak bertuan. Perlu
menunggu malam untuk menentukan arah tujuan. Malin Kundang jatuh tertidur,
dia terlalu lelah sepanjang malam bertarung dengan alam. Jelang siang, suara
ribut di geladak kapal membangunkannya. Terdengar dentingan besi saling
beradu diikuti rintihan dan teriakan. Dia segera berlari naik ke atas
geladak, didapatinya bajak laut menyerbu kapal. Belasan awak kapal tewas
termasuk Daeng Laut. Malin Kundang mengambil benda apa saja untuk melawan
bajak laut yang mulai menyerbunya. Dia terdesak, tetapi sebelum parang bajak
laut mengakhiri hidupnya, Malin Kundang sempat melihat pemimpin gerombolan
lanun ini. Dia tidak percaya dengan penglihatannya, teriakannya menghentikan
semua kegaduhan itu. Sidi Paulah, teriaknya. Dan laki-laki itu segera
menengok kaget. Walaupun bertahun tidak saling bertemu, mereka masih saling
mengenali.

Sidi Paulah ternyata pemimpin lanun di Jemaja. Inilah pekerjaan haram yang
membuatnya kaya raya. Pekerjaan yang dulu membuatnya ragu mengajak Malin
hingga meninggalkan anak muda itu begitu saja di pantai Padang. Dia pernah
bersumpah, akan berhenti dari pekerjaan lanun bila di tengah lautan
menemukan orang dari kampung halamannya. Dan sekarang dia bertemu dengan
Malin Kundang diatas kapal yang tengah dirompaknya. Sidi Paulah memenuhi
janjinya, urung merompak dan hendak berlalu pergi. Tetapi Malin Kundang
menahannya. Karena awak kapal banyak yang tewas dia meminta para perompak
itu tinggal dan menjadi awak kapalnya. Sidi Paulah menerima tawaran itu.
Segera saja Malin Kundang menjadi penguasa kapal menggantikan Daeng Laut.

Dengan separuh awak kapalnya bekas perompak, kapal Malin Kundang semakin
berani berlayar ke tempat-tempat yang tidak terjamah kapal lain. Kekayaan
dan kemasyhurannya terdengar kemana-mana. Ketika kapalnya berlabuh di
Malaka, raja Malaka malah mengirim pesuruh untuk menjemput Malin Kundang
yang akan menjadi tamu istimewanya. Sebagaimana banyak cerita tempo dulu,
karena kepentingan ekonomi, raja menikahkan putrinya dengan Malin Kundang
serta menghadiahkan tanah yang sangat luas jauh di utara Malaka untuknya.
Tetapi Malin Kundang masih gundah teringat janjinya pada Mandeh. Dia
mengutarakan niatnya hendak kembali kepada Sidi Paulah, dia ingin menjemput
Mandeh, membawanya pergi nanti jauh di utara Malaka. Dimana Mandeh tidak
perlu lagi pusing memikirkan tanah-tanah mereka yang telah dirampas oleh
pamannya. Akhirnya keputusan diambil, sebelum mendiami tanah di utara
Malaka, Malin Kundang harus menjemput ibunya.

Kabar kemasyhuran Malin Kundang sampai di kampung halamannya.Mandeh yang
sudah renta yakin anaknya itu akan datang memenuhi janji. Sementara Makwo
dan Makdang yang tidak kalah renta mulai ketakutan, bila Malin Kundang dan
pengikutnya datang tentu dia akan balas dendam. Dalam usia tua itu mereka
masih sempat berpikir jahat, berpikir bagaimana caranya membuang Mandeh jauh
sehingga Malin akan mencarinya di tempat lain dan tidak sempat mendatangi
kampung. Lewat anak-anak mereka yang tidak kalah jahatnya, mereka bermufakat
membawa Mandeh ke Padang berharap itu bisa menahan langkah Malin ke
pedalaman jika dia datang nantinya. Dengan penuh muslihat mereka menebar
kabar kalau Malin Kundang telah tiba di pantai Padang dan tengah menunggu
kedatangan ibunya disana. Mandeh terpengaruh oleh kabar itu, dengan segala
cara dia berhasil tiba di Padang. Berhitung hari, pekan dan bulan dia
menunggu, tiada yang datang. Dia terlunta, hidup dari santunan hingga
akhirnya tidak seorang pun yang percaya bahwa dia ibunya Malin Kundang.

Penantian Mandeh akhirnya mendapatkan jawaban ketika sebuah kapal besar
berlabuh. Malin Kundang turun dari kapal, menghirup udara daratan yang telah
bertahun-tahun ditinggalkannya. Ratusan orang menyambutnya, karena ingin
sekali melihat sosok pelaut dan pedagang yang masyhur itu. Kuda-kuda
diturunkan dari atas kapal, Malin Kundang ingin segera pergi meninggalkan
pantai menjemput ibunya nun di pegunungan sana. Tetapi sebelum dia melangkah
pergi, seorang perempuan tua menyeruak dari kerumanan orang. “Ini Mandeh,
Nak” teriak perempuan itu. Tetapi kerumunan orang ramai segera menyorakinya,
meneriaki Mandeh penipu, pengemis yang ingin mencari keuntungan sendiri.
Malin Kundang turun dari kudanya. Tanpa mengindahkan teriakan orang-orang
dia mendekati perempuan tua itu. Tidak salah lagi, itulah Mandeh, ibunya.
Malin Kundang berteriak gembira, orang-orang yang iri tetap tidak bisa
menerima kenyataan bahwa perempuan renta yang jorok itu ibu dari seorang
pelaut yang masyhur. Mereka meneriaki Malin Kundang sebagai orang bodoh yang
mudah ditipu.

Tiba-tiba Sidi Paulah dengan tergopoh-gopoh mendekati Malin Kundang. Laut
surut, pertanda buruk ucapnya. Mereka telah mengarungi setiap celah lautan
dan tahu persis apa yang terjadi bila laut tiba-tiba surut. Sidi Paulah
bertanya pada orang-orang, adakah bumi berguncang beberapa saat yang lalu.
Kerumunan orang-orang mengiyakan, itu sebabnya semua orang keluar rumah dan
berlarian ke pantai bersamaan dengan kedatangan kapal mereka. “Carilah
tempat tinggi, tidak lama lagi laut akan menelan daratan”, perintah Malin
Kundang pada orang-orang itu. Hanya sedikit yang mau mendengarkan, itu pun
pergi penuh cibiran sebagaimana sifat khas orang Minang yang susah menerima
kebenaran dari orang lain. Sebagian besar lainnya terus berada di pantai
menyoraki Malin Kundang yang tampak bodoh di mata mereka.

Sementara Malin Kundang meyakinkan Mandeh untuk segera naik ke atas kapal.
Tetapi ibunya menolak karena ingin anaknya terlebih dahulu pulang
menyelesaikan urusan dengan paman-pamannya. Malin Kundang terus berusaha
meyakinkan tetapi ibunya tetap menolak dan berteriak-teriak sambil menangis.
Sidi Paulah mulai gelisah, bila sedikit saja terlambat bergerak, kapal
mereka yang sudah semakin ke tengah akan ikut dihempas ke daratan. Malin
Kundang tidak punya waktu lagi berdebat, segera dia pangku Mandeh yang terus
meronta membawanya lari ke atas kapal. Dari kejauhan orang mendengar Mandeh
menyebut Malin Kundang anak durhaka karena tidak memenuhi pinta ibunya yang
ingin anaknya pulang kampung dan membalaskan dendamnya kepada saudara
laki-lakinya.

Gelombang besar itu akhirnya datang sebagai penuntas dari gempa yang terjadi
beberapa saat sebelumnya. Dari atas ketinggian orang-orang yang selamat
masih sempat melihat kapal Malin Kundang terayun tinggi di atas gelombang.
Di geladaknya mereka melihat, Malin Kundang sujud di kaki ibunya. Setelah
itu kapal itu hilang ditelan lautan. Orang-orang yang tidak mengikuti
kata-kata Malin Kundang hilang ditelan gelombang, Padang hilang pada hari
itu oleh bah yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Lalu ketika laut surut,
mereka yang selamat melihat gundukan batu mirip manusia mirip penampakan
terakhir Malin Kundang di atas kapal. Segera mereka namakan batu Malin
Kundang. Ketika kabar ini tiba di dataran tinggi, Makwo dan Makdang
menggubahnya menjadi cerita Malin Kundang anak durhaka dengan menghilangkan
nama mereka dari keseluruhan cerita. Dan kisah gelombang besar setelah gempa
pun tidak dimasukkan dalam cerita Malin Kundang ala mereka itu.

Cerita penuntasnya, jelas tidak akan disukai oleh orang-orang Minang picik
yang senantiasa senang melihat tragedi hidup orang lain. Kapal Malin Kundang
selamat dari gelombang, berlayar kembali hingga ke Malaka. Dari sana Malin
Kundang, istrinya, Sidi Paulah dan Mandeh bergerak ke utara. Membuka hutan
menjadikannya perkampungan yang diberi nama Negeri Sembilan sebab ada
sembilan orang Minang yang selamat hingga disana. Dari situlah asal muasal
negeri Minangkabau di semenanjung Malaysia. Hingga saat ini, Negeri Sembilan
masih melanjutkan tradisi Minangkabau. Dan hingga sekarang, atas nama
kedengkian karena keberhasilan Malin Kundang, orang-orang melupakan cerita
gempa dan gelombang besar yang pernah menelan pantai barat Sumatera.
 ___________________________________________________ (***)


Palanta, ambo share tulisan menarik sanak Ito dosl Malin Kundang. Ambo
nampaknyo akan pakai "versi" iko u disebarkan ka anak cucu kamanakan :)
Salam.

Kudun

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Reply via email to