Ketika Papa Bercerita (13) By : Ritrina
Sehabis masa pergolakan, Papa yang bersekolah di kota Padang di Sekolah Perawat berhasil menamatkan sekolahnya tersebut. Kemudian beliau bekerja di Rumah Sakit Djamil Padang. Tahun 1967 Papa menyunting Mama dan diboyongnya ke Padang. Mereka tinggal di daerah Gunuang Pangilun. Pernah suatu kali kukawani Mama melihat kembali di tahun 2000 ketika aku kuliah di kota itu, rumah yang pernah mereka tinggali dulu ternyata telah berubah total dengan bangunan baru. Tahun 1973 Papa dipindahkan ke Bukittinggi tepatnya ke Rumah Sakit Achmad Muchtar yang terletak di persimpangan antara Bukik Apik dan daerah Benteng. Aku lupa nama jalannya. Ceritanya mereka menyewa sebuah rumah, eh bukan Kawan, tepatnya sebuah kamar dengan teras, dimana semuanya ada disana. Bila ada tamu maka mereka duduk di lantai dan sebagian di atas tempat tidur. Tapi Mamaku sangat telaten. Kakak dan Abang tiga orang menempati kamar kontrakan itu bersama Mama dan Papa. Walaupun sebuah kamar tapi dia berfungsi biasa layaknya sebuah rumah. Dan itu menjadi tempat berkumpulnya paman-pamanku yang berjumlah 4 orang. Mama adalah satu-satunya perempuan anak Nenekku. Mama sering bercerita ketika aku masih kecil. Mama sangat suka menanam bunga. Karena tanah waktu itu sangat subur, sehingga bunga Mama subur-subur. Bunga-bunga itu tidak hanya Mama letakan di luar, saking sayangnya sama bunganya, Mama meletakkannya di kepala tempat tidur. Kepala tempat tidur jaman itu seperti lemari pajang panjang kecil. Bunga-bunga Mama ini selalu diingat oleh orang-orang yang pernah mengunjungi mereka waktu itu dan diceritakan kembali kepadaku. Bahkan seorang tanteku bercerita kamar yang ada terasnya itu mirip villa saja, sebab ada tanaman bunga menjalar yang melekat di kisi-kisi pembatas terasnya. Sungguh sejuk dipandang mata. Kakek (ayah Papa) dulu pernah punya senjata api yang disebut Badia Balansa. Konon kabarnya sejata itu adalah senjata rakitan masa Paderi di Kamang (kampung kami). Senjata ini berpeluru timah bulat yang pelurunya dimasukkan dari mulut senjata. Sayang sekali senjata itu telah hilang sejalan beranjaknya waktu. Begitupun dengan Papa, Papa juga pernah memakai senjata jenis Bomen double lo up kaliber 12 dan Lee En gfield kaliber 7,7 dari England. Bomen double Papa dapatkan dari seorang kawannya yang ikut jadi tentara luar (PRRI) di daerah Lubuak Batu Pasaman. Kawan Papa itu menyembunyikan senjata tersebut ketika perang telah usai, dia menyembunyikannya di loteng rumahnya. Ketika diberitahukan ke Papa, kemudian Papa beli. Senjata itu kemudian Papa bawa ke kantor polisi untuk didaftarkan dan diminta ijin pemakaiananya. Senjata kedua yaitu Lee En Gfield kaliber 7,7 itu pernah dipakai Papa karena kedekatan Papa dengan seorang bekas tentara KNIL bernama Pak Yahya. Pak Yahya adalah orang Jawa yang beristri dan menetap di daerah Ipuh Kec. Mandiangin Bukittinggi. Pak Yahya memiliki hobi yang sama dengan Papa yaitu berburu. Ketika berburu di Rimba Malalak, Pak Yahya berhasil mendapatkan seekor harimau yang mengganggu ternak penduduk disana. Harimau itu dilaporkan ke kantor Korem dan Komandan Korem meminta untuk segera diberangkatkan ke Jakarta untuk Panglima TNI. Papa kurang ingat siapa nama-nama Komandan dan Panglima TNI yang menerima harimau itu, tapi perburuan itu terjadi di tahun 1974. Komandan mengatakan harimau itu untuk Panglima TNI untuk diambil kulitnya dan disamak sehingga harus buru-buru diberangkatkan ke Jakarta dengan pesawat dari bandara Tabing Padang. Sebagai imbalan Pak Yahya kemudian dibawa Komandan itu ke kantornya. Pak Yahya kemudian dibawa ke gudang senjata dan diberi satu senjata Lee En Gfield ini sebagai imbalan. Pak Yahya kemudian membawa pulang senjata itu dan dipermaknya sedemikian rupa sehingga enak untuk dibawa berburu ke hutan-hutan. Ketika berburu dengan Papa, Pak Yahya memberikan senjata itu untuk dipakai oleh Papa. Di daerah kampungku di kecamatan Tilatang Kamang yang dikitari oleh perbukitan Bukit Barisan. Harimau Sumatera masih banyak berkeliaran, bahkan mereka berani memasuki pinggiran kampung. Terkadang ternak penduduk jadi sasaran. Mama yang memiliki kerbau memberikan kerbaunya itu ke seorang penduduk di kampung sebelah kampung kami untuk dipasaduoi (diperlihara dengan hasil dibagi dua antara pemilik dan pemelihara). Kampung itu bernama Pincuran, entah kenapa dinamai pincuran, aku tak tahu. Kerbau Mama itu tak luput dari terkaman si harimau. Kerbau yang diterkam harimau malam hari itupun menemui ajalnya tanpa sempat ditolong. Papa dan Pak Yahya yang mendengar berita ini langsung melakukan perburuan, supaya harimau itu tidak berani lagi membuat rugi warga di Pincuran itu. Malam pertama perburuan, Pak Yahya pergi sendiri, sebab senjata yang cocok untuk menembak harimau itu hanya satu senjata saja yang mereka miliki. Di tengah kelam hampir mendekati subuh, harimau itu muncul di pinggir hutan itu. Pak Yahya yang bersembunyi di dekat kandang kerbau di atas tebing membidik si harimau. Namun senjata itu macet, hanya bunyi letupan kecil dari pelatuknya yang mengangetkan si harimau. Secepat kilat si harimau berbalik kembali ke dalam hutan. Pak Yahya cemas dan berdebar-debar sebab senjatanya tak berfungsi dengan baik dan tidak jadi sasaran si harimau. Malam kedua Papa pergi menunggui kandang kerbau di pinggir hutan itu dengan bekal senjata yang dicek lagi supaya tidak macet lagi. Sampai subuh Papa menunggui kandang kerbau itu namun si harimau tidak muncul-muncul lagi. Barangkali dia berpikir untuk cari selamat saja, sebab semalamnya kehadirannya telah dinanti. Di rumah ada dua buah tanduk kijang yang dipajang di dinding rumah. Satunya adalah tanduk kijang tua yang dibawa Paman (adik mama) oleh-oleh dari Pulau Buru. Paman waktu itu diwajibkan magang di Pulau Buru sebagai tenaga kesehatan bagi Napol dan Tapol PKI di pulau itu. Tanduk kijang itu besar dan bercabang-cabang, terkadang aku ngeri melihatnya. Tanduk yang satunya lagi lebih kecil. Tanduk itu juga dipajang di dinding rumah dan telah ada semenjak aku kecil, hasil dari perburuan Papa sekitar tahun 75 dua tahun sebelum aku lahir sebagai anak Papa yang kelima dan terakhir. Tahun 1975 adalah masa-masa dimana hobbi berburu Papa tidak bisa ia redam. Sekali waktu ke daerah Kumpulan pergi bersama Pak Yahya, dan beberapa pemburu dari Kumpulan. Setelah lama memasuki hutan, Papa dikejutkan oleh salakan anjing peburu milik orang kampung disana. Mereka mendapati seekor kijang yang lari kencang ke dalam hutan. Seorang pemburu mengatakan ke Papa, kalo kijang itu biasanya akan mengulang kembali pelintasan larinya tadi bila sudah mentok di dalam hutan dan masih diteriaki. Tidak menunggu lama, kijang itu datang lagi berlari kencang di perlintasannya tadi. Jaraknya dengan Papa sekitar 75 meter ketika Papa membidik sasaran yang tengah berlari kencang itu dengan Bismillah. Dorrr...tembakan Papa mengenai rusuk si kijang. Kemudian Papa mengulangi bidikannya sekali lagi dan kijang itupun roboh. Si kijang kemudian disembelih oleh orang kampung disana yang ikut perburuan mereka.Walau Papa yang menembaknya tapi kijang itu dibagi bersama Pak Yahya. Sekeping besar pahanya dibawa pulang oleh Papa ke rumah mereka di Jirek. Dua orang pamanku yang bekerja di Dokabu Jirek mengudang kawan-kawannya makan ke rumah. Kamar itupun sesak oleh mereka yang pesta makan besar rendang Kijang buatan Mama. Daging kiijang yang berserat lembut sangat enak dimakan bersama nasi apalagi beramai-ramai seperti itu. Cerita ini masih kudengar ketika aku masih kecil dari paman-pamanku. Sekali waktu lagi Papa berburu di daerah Rao masih bersama Pak Yahya. Sudah lelah mencari buruan akhirnya nampak sekawanan rusa yang lagi merumput. Papa dan Pak Yahya mengendap-ngendap mendekati kawanan rusa itu untuk dibidik. Dari jauh terdengar tembakan dan teriakan dari rombongan lain yang juga tengah berburu sehingga Papa dan Pak Yahya tidak jadi menembak. Takut nanti salah sasaran. Papa kemudian duduk-duduk istirahat dibawah sebatang pohon. Tiba-tiba lewat dengan tenangnya seekor rusa. Si rusa seperti menghadiahkan dirinya pada Papa untuk dibawa pulang. Dengan mudah si rusa berhasil didapatkan Papa. Rusa itu tidak bertanduk sebab dia betina sehingga tidak ada kenang-kenangannya selain cerita makan besar tiga buah keluarga. Satu keluarga adalah keluarga tempat Papa menumpang di Rao itu. Mereka membuat kalio dari sebagian daging rusa itu dan dimakan bersama-sama. Sebagian lagi buat pak Yahya dan Papa yang dibawa pulang untuk direndang Mama. Tahun 1976 rumah di Luak Anyir siap ditempati walau masih setengah jadi. Papa sempat menyalurkan lagi hobinya dengan pergi berburu sendirian ke hutan perbukitan di belakang rumah kami itu. Sekarang perbukitan itu telah disulap menjadi kawasan Kantor Walikota Bukittinggi. di hutan itu Papa mendapati sepasang balam yang tengah bermain berdua di lantai hutan. Papa mengendap-ngendap dan membidiknya. Ketika bidikan telah terkunci, Papa tertegun dan membatalkan niatnya untuk menembak dua ekor burung balam itu. Dia lalu bangkit dan berjalan pulang. Semenjak itu Papa tidak pernah lagi menggunakan senjatanya itu untuk pergi berburu. Tahun 1983 senjata-senjata itu diserahkan Papa ke kantor polisi sebab akan ada Pemilu. Walau ijin menggunakan senjata masih dipegang Papa, Papa membiarkan senjata itu tetap berada di kantor polisi. Sampai sekarang senjata-senjata itu dibiarkannya disana seiring dengan tidak mau lagi Papa untuk berburu. Apalagi waktu itu Papa telah berkesempatan naik haji dengan biaya dari Departement Kesehatan sebagai TKHI (Tenaga Kesehatan Haji Indonesia). Papa lebih memfokuskan diri ke masyarakat melalui mesjid dan olahraga bolakaki. Batam, 21 April 2011 Edit Batam, 25 April 2011 -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1 - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/