Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh,

 

Mudah-mudahan bermanfaat.

 

Catatan Harian Ibunda (3)

By : Ritrina

 

 

Persoalan pengasuh anak bagi beberapa ibunda yang memiliki peran ganda, ibu,
istri dan wanita karir seperti halnya diriku ini, hampir sama dengan
menghadapi sakit gigi. Terkadang gigi yang sakit kita sayang untuk
membuangnya dengan bantuan dokter gigi, takut pipinya cepat kempot.
Dipeliharalah dan dijaga baik-baik supaya tidak berdenyut kapan waktu dia
membuat ulah. Si gigi terkadang juga tidak tau diuntung, pas hendak dipakai
makan di pesta malah berdenyut-denyut tidak karuan sehingga senyum jadi
terlihat meringis jelek. Namun terkadang dengan perawatan yang baik si gigi
bisa dapat dipertahankan dan tidak banyak berbuat ulah dengan jalan ditambal
atau perawatan khusus. Walau yang lebih gampangnya adalah mencabutnya trus
bila gigi sebelah bawah dibuang ke atas atap dan yang deretan atas
dikuburkan. Ada-ada saja petunjuk nenek-nenek kita itu ya? Celah untuk
mengetahui itu banyak sekali lika-likunya dan hal ini susah untuk didapatkan
kecuali belajar dari beberapa pengalaman yang pernah ada.

 

Aku pernah punya beberapa orang pengasuh yang benar-benar dipersiapkan untuk
tugas-tugas mengasuh anak kami. Seperti yang didatangkan dari daerah
pedalaman pulau Jawa sana. Dia masih terbilang muda dan sehat. Sebelum
didatangkan ke kota rantauanku ini, Mertua mentraining dia selama dua bulan
sebagai persiapan. Dengan diantar keluarga dan ditemani dua minggu akhirnya
sang pengasuh tinggal di rumah kami. Namun selang sebulan lebih, dia malah
kabur dari rumah. Setelah diselidiki ternyata kabur dengan tukang yang
bekerja di gang sebelah. Urusanpun kami serahkan ke polisi, sebab kami takut
dengan resikonya bila tidak diperjelas. Akhirnya mereka diharuskan untuk
datang ke rumah minta maaf dan diserahterimakan ke orangtuanya dengan si
pemuda yang membawa kabur. 

 

Pengasuh berikutnya didatangkan dari pedalaman Sumatera sebuah daerah dekat
kampungku. Anaknya terlihat baik awalnya cuman aku bila melihat matanya aku
langsung merasa ada sesuatu yang tidak baik. Tapi prasangka itu kubuang
jauh-jauh sebab dia adalah anak yatim piatu. Hampir senasip dengan
sebelumnya, anak inipun terpaksa harus kupulangkan baik-baik karena tingkah
lakunya yang diluar dugaan. Tak usahlah kuceritakan detail disini sebab aku
tak sanggup mengingat-ngingatnya kembali. Pokoknya makan hati berulam
jantung.

 

Yang ketiga pengasuhku lumayan punya standar yang cukup tinggi untuk menjadi
seorang pengasuh. Sebab dalam beberapa hari bekerja denganku dia sudah
mengeluhkan pekerjaannya yang tidak dia sukai. Dia harus menggendong anak,
menyuapi, menemani buang air dan lain sebagainya. Hal itu dia rasakan
sebagai hukuman bukan pekerjaannya. Dia selalu bilang ke tetanggaku bila di
rumahnya di kampung sana, tidak pernah disuruh kerja sama ibunya. Awalnya
mengikuti ajakan untuk kerja ini hanya mau jalan ke kotaku ini. Sehabis itu
loncat cari pekerjaan lain. Karena tetanggaku itu sudah tidak tahan
diceritain terus, akhirnya dia bilang ke aku. Sehingga akupun bersiap-siap
membuka lowongan baru untuk pengasuh anakku.

Thanks kawan, atas infomu.

 

Selang beberapa hari seorang tukang yang bekerja di proyek perumahan di
sebelah komplek perumahanku bercerita ke tetanggaku. Dia memiliki istri yang
masih berada di kampung. Dia ingin membawa istrinya itu untuk berkumpul
kembali bersamanya di rantauannya ini. Tapi dia khawatir akan biaya hidup
yang tinggi di kotaku ini. Kalau bisa istrinya dapat pekerjaan di dekat
tempat kerjanya ini. Layaknya para wanita muda di Jaw asana biasanya sangat
telaten bila menjadi pengasuh anak. Sehingga dia menawarkan istrinya untuk
mengasuh anak, bila ada yang mau. 

 

Tetanggaku teringat akan diriku yang ingin mencari pengasuh satu lagi untuk
anakku. Tak apa bila aku punya 2 pengasuh, biar yang satunya bisa belajar
dengan pengasuh yang baru ini. Begitulah dalam pikiranku. Bagiku ketenangan
pikiran bila jauh dari anak adalah yang utama. Aku bisa percaya bila anakku
berada ditangannya tidak seperti belakangan dimana aku sering sakit kepala
bila ada sesuatu yang tidak beres dengan anakku. Misalnya masuk angin,
jangan-jangan ga dikasih makan, jangan-jangan begini, jangan-jangan begitu.
Banyak kekhawatiran yang seharusnya tidak perlu bila hatiku percaya pada
pengasuh ini. 

 

Akhirnya si Mbak itu datang selang satu bulan setelah itu. Mbak ini rupanya
pernah dapat musibah dimana anak pertamanya meninggal begitu lahir setelah
pergi urut ke seorang dukun. Karena banyak klenik yang berekembang di
kampungnya, si suami dituduh sebagai penyebabnya sebab dia suka berburu
tupai untuk mereka makan sebagai lauk sehari-hari. Ceritanya bila membunuh
binatang maka akan berimbas kepada kehamilan istri. Wadduh. enggaklah
Mbak.!!. Sekarang gimana dengan pedagang di pasar yang jaualan ayam atau
ikan. Mereka toh harus menyembelih dan memotong-motongnya supaya pembeli mau
beli. Apa setiap istrinya hamil dia harus pindah profesi, ya gak kan? Si
Mbak itu barangkali karena trauma yang dialaminya begitu berat yang
menyebabkan suaminya pergi merantau dari kampung untuk menghilangkan
dukanya. Dia sepertinya tidak begitu percaya dengan apa yang kuterangkan. 

 

Akhirnya si Mbak bekerja dengan kami mulai pagi hari sampai aku pulang kerja
sorenya. Terkadang anakku dibawanya ke rumah bedeng yang diperuntukkan untuk
tukang-tukang di tempatnya. Bagiku itu tidak masalah, biarlah anakku
merasakan semua gaya hidup yang tidak selalu sama. Biar dia merasakan hidup
layaknya orang desa ditengah riuh suasana kota ini. Mbakpun aku suruh untuk
kerja setengah hari saja denganku sebab dia juga punya keluarga sendiri yang
butuh perhatiannya yaitu suaminya yang telah lama berpisah darinya. Entah
karena perasaan duka yang mendalam atas kehilangan anak pertama mereka dulu
atau memang mereka memang sangat penyayang dengan anak kecil, mereka
memperlakukan anak-anakku yang masih kecil-kecil itu layaknya seperti
anaknya sendiri. Bila mereka memarahi anakku, akupun tidak masalah sebab hal
itu untuk kebaikan mereka. Justru yang susah adalah didepan kita
sayang-sayang dan baik-baik. Belum tentu dibelakang kita bukan?.

 

Mas dan Mbak ini akhirnya dikaruniai seorang anak laki-laki yang mereka
dambakan. Akupun bersiap-siap menitipkan anak-anakku yang sudah lumayan
mandiri. Tapi hal ini dicegah oleh si Mas. Ketika proses kelahiran anak
mereka, anakkupun tidak boleh kutitipkan di penitipan yang kebetulan ada di
depan rumahku. Malah si Mas mengundang saudara sepupunya yang lain untuk
ikut menjaga anak-anakku selama dua bulan sampai istrinya kuat lagi untuk
mengurus tiga anak sekaligus. Aku dibuat bingung oleh suami istri ini. Si
Mas ini tidak mau anak-anaknya dipisah-pisahkan, biar tetap kami yang jaga.
Tidak jarang bila sehabis dia gajian atau dapat proyek tambahan sering
membelikan anak-anakku mainan.  Rambut merekapun sering dipangkasi oleh si
Mas itu.  Setiap ada acara kenduri dimanapun atau acara di mesjid dia minta
dialah yang membawa anakku yang besar. Kadang aku sering terharu dengan
begitu sayangnya mereka memperlakukan anak-anakku seperti anak mereka
sendiri. Sehingga apapun yang kami perbuat dan berikan untuk membalasi kasih
sayang mereka kepada anak-anak kami terasa selalu tidak mencukupi. 

 

Pagi itu di pasar aku tidak sengaja menguping pembicaraan seorang ibu di
sebuah toko dengan seorang ibu baru di lapak ikan. Dia mengeluh pengasuh
anaknya yang suka bikin dia sakit hati. Pas pulang dari pasar badan masih
bau ikan malah disuruh gendong anak, sebab anaknya merengek mau digendong
ibunya. Malah si ibu yang menolak mau mandi dulu dicemeeh sama pengasuhnya
ga sayang ama anaknya. Si Ibu yang keturunan tanah Batak sana langsung naik
darah dibegitukan, tapi susah untuk marah didepan anak. Sungguh beragam
memang sakit gigi memiliki pengasuh ini. Mau diasuh sendiri, ekonomi
keluarga masih harus ditopang. 

 

Pernah lagi suatu kali aku sharing dengan seorang Ibu yang punya kedudukan
cukup tinggi di pemerintahan. Ibu itu memiliki pengasuh dan pembantu yang
sudah ikut dengannya selama belasan tahun. Ketika kutanya apa resepnya
sehingga mereka betah dengannya. Ternyata sederhana saja, si Ibu ketika
merekrut si pengasuh atau si pembantu menanyakan apa obsesi mereka jauh-jauh
bekerja dari kampung. Biasanya mereka ingin membuatkan rumah untuk
keluarganya yang hidup susah di kampung yang hanya berteduh di rumah tua
peninggalan orangtua atau leluhur mereka. Layaknya rumah orang lain yang
sudah permanen. Atau mereka ingin membeli sapi atau sawah du kampung. Nah
ini bisa diwujudkan bila gaji mereka kita manage dengan sebagian besar kita
simpankan di bank dengan persetujuan mereka. Ketika sudah mencapai jumlah
tertentu baru dimulailah pembangunan rumah, pembelian sapi atau sawah
seperti cita-cita mereka itu. Ketika semua itu tercapai maka hati merekapun
punya keterikatan dengan kita tempat mereka mendapatkan cita-citanya itu. 

 

Hubungan saling ketergantungan satu sama lain ini sepertinya adalah sebuah
perekat yang cukup kuat untuk melanggengkan hubungan antara majikan dan anak
buah dalam hal ini. Bahkan mungkin bisa berlanjut kepada hubungan dekat
seperti sebuah anggota keluarga besar. Sebuah keluarga besar yang di
dalamnya terdapat orang-orang yang saling percaya dan saling menyayangi satu
sama lain. Sekat-sekat majikan dan anak buah bisa luntur bila telah mencapi
tahap seperti ini. 

 

Nah, bila anda tengah mencari calon pengasuh mungkin hal diatas bisa menjadi
sedikit informasi mentah yang dapat digunakan sebagai bahan perbandingan.
Saya tidak berani menyuruh anda untuk melihat hal diatas sebagai pedoman
sebab saya sangat paham anda semua punya patokan sendiri untuk hal ini.
Mungkin anda bisa lirik-lirik dulu tetangga kiri kanan anda untuk informasi
berharga seperti yang telah saya jalani belakangan ini. Siapa tau ada yang
lagi menunggu pertolongan seperti pertolongan sekaligus anugrah bagi
keluarga seperti yang telah saya uraikan diatas.

 

Saya coba petikkan sebuah hadits Rasulullah SAW  sebagai pedoman dari Ibnu
Umair bahwa Rasulullah bersabda : "Berikanlah upah kepada pekerja sebelum
keringatnya". (Shahih : Shahih Ibnu Majah No. 1980 dan Ibnu Majah II : 817
no : 2443)

 

Dan firman Allah SWT dalam Surat Luqman 18 dan 19 :

 

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.

Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya
seburuk-buruk suara ialah suara keledai.

 

Maha benar Allah SWT dengan segala firmanNya.

 

 

Batam, 12 Mei 2011

 

 

 

 

 

 

 

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Kirim email ke