~~."IJP".~~

-----Original Message-----
From: Al Faqir Ilmi <alfaqiri...@yahoo.com>
Sender: ppiin...@yahoogroups.com
Date: Tue, 24 May 2011 09:07:24 
To:  <Invalid address>
Reply-To: ppiin...@yahoogroups.com
Subject: [ppiindia] Liem Siok Lan Mohon Maaf: SMI tidak pantas disebut SPG IMF

Liem Siok Lan Mohon Maaf: SMI tidak pantas disebut SPG IMF

Beberapa waktu lalu, saya menyampaikan di seminar SMC (Sabang Merauke Circle) 
soal SMI sebagai SPG IMF, yang kemudian segera setelah itu Kubu SMI merilis 
artikel panjang lebar yang intinya mendaftar hutang Indonesia dari jaman ke 
jaman untuk menunjukkan bahwa tidak hanya SMI yang menjadi SPG IMF.

Tahun 2005. Pada tanggal 15 Juni, Sri Mulyani Indrawati (SMI) selaku Menteri 
Keuangan R.I. mengumumkan adanya defisit anggaran. Media ramai sekali 
memperbincangkannya. Berbagai pengamat dan ekonom sibuk memberikan kecaman, 
komentar, saran, dll. Pada tanggal 1 agustus 2005, Indonesia melunasi hutang 
IMF. Hanya satu setengah bulan dari pengumuman defisit anggaran yang
 dibuat oleh SMI. Anehnya kejadian spektakuler semacam ini tidak diramaikan 
oleh media, bahkan cenderung ditutupi. Hanya Harian Kompas waktu itu memuat 
dengan ukuran 1 kolom dengan panjang 10 cm saja. Itupun berisi jawaban Wapres 
Jusuf Kalla, atas pertanyaan, bagaimana bisa melunasi hutang IMF secara 
tiba-tiba sementara 15 Juni 2005 SMI mengumumkan defisit anggaran, darimana 
sumber dana buat pelunasan itu. Jawabaan JK enteng saja, yaitu karena adanya 
lonjakan ekspor dari produk dalam negeri. Mau tahu yang sebenarnya? Dari mana 
asal muasal dana tersebut? Tidak lain dan tidak bukan berasal dari pledge 
sumbangan untuk tsunami Aceh Nias yang berasal dari negara-negara di seluruh 
penjuru dunia, yang tidak terserap, karena persyaratan ”transparansi” dan 
”tepat sasaran” menjadi kendala karena pemerintah Indonesia masih menerapkan 
prosedur normal yang dianut oleh Bappenas dan Departemen keuangan, yakni skema 
hibah atau softloan. Prosedur yang jelas sarat
 intervensi birokrasi dan sudah terbukti rawan korupsi. Sehingga negara-negara 
pemberi hibah ”tidak rela” apabila tidak kena sasaran dan di kemudian hari akan 
menjadi ”musibah” kepada si pemberi dana karena sorotan lawan politiknya serta 
rakyatnya sendiri. Dikira ikut-ikutan bancakan bersama pemerintah Indonesia. 
Maka dana itu lalu dititipkan kepada PM Thaksin, sementara saat itu 2005 PM 
Thaksin nya mau lengser. Maka, ”kehabatan” pemerintah SBY melunasi hutang IMF 
tidak diekspose besar-besaran sebagaimana layknya prestasi yang luar biasa. Ya, 
karena ceritanya tidak cocok dengan realita unsur-unsur perekonomian yang 
melandasi kesuksesan tersebut.

Tahun 2008. Pertengahan tahun USA dilanda badai ekonomi dengan rontoknya 
pasar-pasar uang disebabkan oleh skandal subprime mortgage. Solusinya, 
pemerintah USA mengajukan kepada kongres untuk membail-out hingga ratusan 
miliar USD. Model ini yang kemudian dicontek persis oleh SMI dkk untuk
 membail-out skandal Bank Century. Padahal, bedanya jelas sekali. Realitanya, 
60% rakyat USA menaruh uangnya di pasar-pasar modal yang rontok tersebut, kalau 
tidak di bail-out maka USA akan mengalami kelumpuhan total karena 60% rakyatnya 
jatuh miskin. Semengtara relaita di Indonesia sama sekali berbeda. Pemain pasar 
uamg/ modal di Indonesia hanya sekitar 20 ribu fund managers. Itupun 
mayoritasnya adalah fund managers asing dan konglomerat pribumi maupun 
non-pribumi. Sementara itu, 99.8% pelaku bisnis di Indonesia adalah UMKM (Usaha 
Mikro Kecil Menegah) yant tidak ada urusan sama sekali dengan permainan di 
pasar modal. Dimana dampak sistemiknya? Dengan dalih yang masih sama, SMI 
melalui kebijakan yang dibuatnya, berhasil menyedot cadangan devisa Indonesia 
menurun sekitar USD 10 Milyar dalam waktu kurang dari 2 minggu saja. Caranya 
dengan dua hal. Pertama, menugaskan Bank Indonesia untuk menahan jatuhnya nilai 
rupiah terhadap USD. Kedua, mem “buy-back”
 saham-saham BUMN agar nilainya tidak terlalu jatuh. Disini jelas sekali bahwa 
para fund managers diuntungkan dalam dua hal, ketika menjual sahan-saham BUMN 
harganya tidak terlalu jeblok, dan ketika menukar rupiah ke dolar (karena 
mereka memerlukan untuk menarik sebanyak mungkin dolar) nilainya juga masih 
bagus. Enak lah konco-koncomya SMI itu bisa memasang SMI, yang “sales girl” nya 
Grup IMF ini, menjadi Menteri Keuangan sebuah negara kaya bernama Indonesia.

Lalu dimana salahnya Indonesia? Mengapa negara kaya raya ini demikian terpuruk? 
Mengapa Thailand yang tidak punya tambang, tidak sekaya Indonesia, bisa bangkit 
dan menjadi “tradehub agribisnis” dunia? Berapa kontainer durian monthong yang 
diekspor ke seluruh dunia? Apakah demikian itu saja? Mengapa Malaysia yang 
hanya sebesar satu provinsi nya Indonesia berhasil menggeser posisi Eropah 
sebagai investor rangking 4 di Indonesia, setelah Jepang, USA dan China?

Indonesia terjebak
 atas pilihannya sendiri, karena sistem lama yang digunakan adalah jebakan 
internasional ala IMF. Sebetulnya Dunia mau indonesia lebih baik, tetapi IMF 
dkk ingin bertahan, menjadi satu-satunya lembaga yang masih bercokol di 
Indonesia, saat di negara lain IMF sudah diusir. Sementara di Indonesia, IMF 
sudah dilunasi tapi kroni-kroninya makin merajalela. Hutang yang diciptakan 
oleh pemerintahan SBY jumlahnya lebih besar dari jumlah hutang yang dibuat dari 
jaman Bung Karno plus hutang jaman Pak Harto plus hutang jaman Habibie plus 
hutang jaman Gus Dur dan hutang jaman Megawati. .  Hutang Luar Negeri Indonesia 
(Pemerintah dan Swasta) sebesar dua ribu lima ratus trilyun rupiah 
(2.500.000.000.000.000) diantaranya dibuat selama 5 th pemerintahan SBY sebesar 
450an trilyun. Bunga dan cicilan pokok 650 trilyun. Sri Mulyani Indrawati 
(IMF), selaku Menteri Keuangan R.I. merangkap sebagai “sales girl” nya IMF 
berhasil menjual produk perbankan Grup IMF berupa
 ”loan” sebesar itu kepada Indonesia. Di dunia pasar keuangan global, layaknya 
SMI mendapatkan ”success fee” sebesar at least 1% dari nilai pinjaman yang 
berhasil dijualnya atau sekitar 4.5Trilyun. Sebagai contoh, Februari 2009 
Menteri Keuangan R.I. menjual Global MTN (Medium Term Notes) semacam SUN (Surat 
Utang Negara) di pasar global, sebesar USD 3 miliard dengan bunga 11.75% 
(sementara di pasaran interest rate dalam USD hanya sekitar 2-3%). Ini hanya 
salah satu modus yg belum tersentuh oleh KPK.

Pertanyaan para ekonom klasik: Lantas modal uang dari mana agar Indonesia bisa 
membiayai rencana ”Corporate Restructuring” tersebut? Jawaban saya: Uang itu 
hanya sarana. Contohnya Thailand yang tidak punya tambang dan sumberdaya 
sebanyak kita terbukti bisa bangkit dari keterpurukan dan melunasi hutang2nya 
(mengusir IMF) hanya dalam waktu 6 bulan. Berarti ada caranya. Itu hanya bagian 
sebuah model, China misalnya mengambil satu model yang
 awalnya tidak menganut hukum ”supply and demand” sebagaimana sistem 
kapitalisme, yang penting dia mengatur bagaimana rakyatnya semua bekerja dari 
jam tujuh sampai jam lima. China pun terbukti bisa memproduksi barang apa pun 
mulai dari peniti sampai satelit dengan tidak ikut model mekanisme pasar. 
Rakyatnya lebih dari 1.5 miliar makan semua. Kesehatan ditanggung negara, 
pendidikan semua gratis semua anak sekolah, semua kerja. Kalau china menerapkan 
sistem kompetisi bebas, seperti negara-negara Barat, rakyat China bisa mati 
bunuh-bunuhan hanya untuk sekedar cari makan. Coba lihat, 86% perusahaan yang 
terdaftar di 10 besar pasar uang dunia dibanjiri oleh perusahaan-perusahaan 
China yang terdaftar di berbagai negara. Dengan cara ini, China berhasil 
mengeruk devisa hampir 2 trilyun dolar AS. Jadi jangan tanya soal uang. Uang 
itu hanya alat. Apa susahnya membikin satu dolar itu sama dengan satu rupiah 
kalau disepakati modelnya. Contohnya, Malaysia saja
 bisa bikin 1 dollar senilai 3,8 ringgit. Itu kan hanya soal modelling.

Praktek penguasaan ekonomi melalui pasar uang dunia ini kemudian melahirkan 
model “Kapitalisme Malas”. Disebut “Kapitalisme Malas” karena dengan permainan 
“Uang Beranak Uang” (money makes money) di pasar uang tanpa kegiatan ekonomi 
secara riil. Mereka hanya memperdagangkan uang dan kertas-kertas berharga 
dengan berbagai turunan dan ikutannya (derivatifnya). Dengan cara ini mereka 
tidak perlu repot-repot menghadapai masalah sosial sebagaimana dalam bisnis 
dibidang sektor riil, seperti repotnya perijinan, pemogokan buruh, dan 
lain-lainnya. Hal inilah yang membuat perekonomian dunia dewasa ini terbelah 
menjadi 2 (Dua) yaitu sektor riil dan sektor moneter. Perkembangan sektor 
moneter begitu pesatnya, empat puluh kali bila dibandingkan sektor riil, 
sebagai contoh perdagangan Valuta saja tiap hari mencapai 2, 4 Tilyun USD, 
sementara keseluruhan sektor riil hanya mencapa
 4 Trilyun USD per hari. Artinya dari 1 (Satu) cabang saja dalam hal ini Valuta 
asing (Money Changer) sudah mencapai 54 % (Empat Puluh Enam Persen), belum lagi 
dari penjualan saham, aneka Bonds, dan Surat-surat berharga lainnya. Model 
perokonomian yang demikian ini melahirkan gelembung ekonomi (Bubble Economy), 
akibat yang diperdagangkan adalah kertas, berbeda dalam sector riil yang 
dikelola benar-benar ada barangnya. Sejumlah ahli bahkan menyimpulkan bahwa 
sector moneter dewasa ini menguasai 76 % (Tujuh Puluh Enam Persen) kehidupan 
dunia, sisanya baru tersebar pada aspek kehidupan lainnya. Lengkap sudah 
penjajahan baru telah mereka wujudkan secara paripurna, tidak hanya terhadap 
negara-negara bekas jajahan, tapi juga kepada semua negara yang masuk menjadi 
bagian, sebagian lagi malah menjadi pemain dalam sistem perokonomian dunia 
dewasa ini. Tanpa nama mereka muncul dipermukaan, dunia kini mereka dikuasai. 
Maka kejadian besar dari soal perang dan gejolak
 politik serta urusan social, utamanya di negara-negara berkembang dan terlebih 
pada negara yang elit politiknya “nggeragas” (rakus) dan “cerongohan” 
(penampilan orang lapar yang tidak lagi terkendali) seperti di Indonesia, tidak 
bisa lepas peran mereka. Sudah barang tentu dalam prakteknya ditempuh secara 
legal konstitusional, kelihatannya alami, segalanya penuh kewajaran 
sampai-sampai sang penguasa sendiri tidak merasa kalau dirinya tak lebih adalah 
boneka yang mereka mainkan.

Dalam proses pengelolaan ekonomi yang demikian itu semuanya berjalan natural 
dan juga kontitusional, semuanya kelihatan tanpa paksaaan dari pihak manapun. 
Waktu terus berjalan, kegagalan demi kegagalan perekonomian sejumlah negara 
silih berganti. Dampak ikutan berupa pada krisis social akhirnya pun terjadi 
dibanyak negara. Batas lentur gelembung ekonomi (“Bubble Economy”) berulang 
kali terlewati, maka terjadinya krisis yang menimpa lembaga-lembaga keuangan 
dunia
 papan atas sekalipun tidak bisa dihindari. Sistem perekonomian dunia yang 
tergelar juga telah melahirkan ketimpangan sosial yang luar biasa tidak hanya 
dilingkungan negara masing-masing, tapi juga antar negara dan kawasan. Dan 
dampak sampingan berupa rusaknya lingkungan hidup pun akhirnya melewati ambang 
batas kewajaran, akhirnya kini dunia terancam kepunahan akibat kenaikan suhu 
bumi yang dikenal dengan issue “Global Warming”.

Sebagai bangsa kita juga harus bisa memanfaatkan globalisasi, sehingga tidak 
terus kehilangan momentum seperti yang dicontohkan negara tetangga. RRC 
umpamanya, ia berhasil mengeruk devisa yang sangat besar (Lebih dari 2 Trillyun 
USD). Ternyata 86 % perusahaan yang terdaftar dalam 10 (Sepuluh) besar Monney 
Market dunia adalah milik perusahaan RRC yang didaftarkan melalui perusahaan 
negara-negara lain. Thailand berhasil menjadi pintu masuk perdagangan Agro 
Bisnis seperti Durian, Klengkeng, Pepaya, dan lain lainnya.
 Padahal asal usul buah-buahan tersebut adalah kenang-kenangan Bung Karno 
kepada Ratu Sirikit. Klengkeng yang berasal dari Indonesia kini membanjiri 
dunia, termasuk ke Indonesia tempat asal klengkeng tersebut. Begitu juga 
Malaysia, kini menjadi penentu harga minyak kelapa sawit (CPO) dunia, sementara 
kebonnya sebagian besar berada di Indonesia. Kini Malaysia mencanangkan sebagai 
pintu masuk Pariwisata Asia. Perusahaan Penerbanagan BUMN Malaysia Air Asia 
kemudian dikembangkan dengan memanfaatkan berkah yang didatangkan adanya Pasar 
Uang. Setiap uang yang masuk ke Kas Air Asia langsung menaikkan harga sahamnya. 
Kini Jaringan penerbangan Air Asia sudah memasuki hampir seluruh kota besar 
Asia, bahkan juga ke Eropah. Dengan slogan Trully Asia, Malaysia dalam 
reklamenya kemudian menampilkan sejumlah kesenian negara tetangga sesuai 
jaringan penerbangan Air Asia. Salah satu diantaranya adalah tarian Reog 
Ponorogo dan tarian Pendhet dari Bali. Reaksi publik
 spontan dikembangkan sejumlah elit berupa kemarahan rakyat kepada Malaysia, 
bendera Malaysia dibakar oleh demontran dibeberapa daerah. Sementara 
pemerintahan kita selama ini diam tidak melihat bahwa kearifan dan keunggulan 
lokal kita begitu banyak bisa dijual kepada dunia untuk mendatang rezeki bagi 
rakyatnya.

Ini bukan cuma wacana. Kalau kita perhatikan dunia sekarang dihebohkan dengan 
krisis ekonomi secara bergantian, serta perang dunia ketiga dalam bentuk 
”currency war”. China bermaksud menggeser peran US dollar sebagai matauang yang 
diakui dunia. Artinya apa? Bentuk-bentuk matauang adalah kesepakatan adanya 
negara-negara dan merupakan diplomasi formal antar negara, yang merupakan 
bentuk formal perantara tukar menukar komoditi antar negara. Keberadaan negara 
diatur melalui eksistensi matauangnya dan untuk itu dibuat aturan main 
pertukaran barang antara negara melalui diplomasi matauang. Kesepakatan ini 
kini menjadi sumber pertikaian yang
 dianggap sebagai potensi perang dunia III.

Saya teringat akan pidato seorang pelacur yang terpilih menjadi pemimpin 
Gerakan Feminis di Amerika Utara, yang mengatakan bahwa ”................Para 
pelacur yang sering dijuluki ’menjual diri’, setidaknya komoditi yang dijualnya 
jelas, berbeda dengan kaum politisi dan para menteri yang komoditinya berupa 
kebohongan publik, yakni menjual janji janji indah namun kenyataannya 
menyengsarakan rakyat. Kami para pelacur adalah korban dari kebijakan kaum 
politisi, menteri dan partai yang tidak berpihak kepada rak’yat. Maka sejatinya 
yang pantas disebut pelacur adalah mereka-mereka kaum politisi dan para menteri 
yang menjual diri dengan komoditas palsu dan merugikan rakyat tersebut. Maka 
rekan-rekan para pelacur jangan kuatir, karena Tuhan Maha Adil, maka kita ini 
dijamin masuk surga, sementara para pelacur yang sebenarnya itulah, yakni para 
politisi dan partai-partai itulah, yang pantas menjadi
 penghuni neraka jahanam. Dan para pemuka agama yang tidak menyetujui 
pernyataan ini berarti mereka adalah penjual ayat-ayat..................”

Jadi kalau menurut pemimpin gerakan feminis, idola saya tersebut, memang benar 
SMI bukanlah SPG IMF, namun dia leboh tepat disebut sebagai pelacur, yang telah 
menjual harga diri bangsa kepada rentenir (IMF WB grup) sehingga sang rentenir 
yg sudah diusir dr negara2 lain masih bisa bercokol di Indonesia berkat 
tandatangan SMI. Hidup SMI, sang Pelacur sesungguhnya. Jadi saya mohon maaf 
kalau menyebut SMI hanya sbg SPG IMF. Kurang tinggi donk jabatannya, kan 
sebentar lagi dicalonkan Presiden RI. Kapan lagi seorang PELACUR bisa jadi 
presiden???? Hanya ada di Indonesia. Orang Buta pernah, Ibu Rumah Tangga 
pernah, Si BuaYa pernah, cocoklah sebentar lagi giliran Si Pelacur.

Liem Siok Lan
Disampaikan dlm SMC dialog
Hotel Sahid, Maret 2011
liemsiok...@yahoo.com

Powered by Telkomsel BlackBerry®

[Non-text portions of this message have been removed]


-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Kirim email ke