Bab IV : Jamaah dan Essensi Persatuan Umat (1)  sambungan
 
Mengingat konsep jamaah adalah prinsip yang disyariatkan, maka siapa pun yang 
mencoba untuk menutup mata, bahkan tidak mau peduli dengan prinsip ini, maka 
terjebaklah dirinya ke dalam tatanan yang disadari maupun tidak. Dia telah 
mencabik 
ajarannya sendiri. 
 
Logikanya sangat sederhana, apabila sahnya seorang muslim karena syahadat, maka 
konsekuensi syahadat adalah bersikap hidup konsekuen dan denyutan jantungnya 
selalu 
merujuk kepada Al-Qur'an dan Sunnah.
 
Prinsip berjamaah adalah mutlak ajaran Al-Qur'an. Kemudian dicontohkan dengan 
sangat 
indah oleh Rasulullah saw . Maka kesimpulannya, siapa pun yang tidak mau peduli 
dengan prinsip jamaah adalah membohongi dirinya sendiri. Apabila penolakan atas 
prinsip 
jamaah sudah mengakar sebagai suatu egoisme dan kecenderungan untuk mengisolasi 
diri dari pergaulan tatanan jamaah, maka jatuhlah dia ke dalam kelompok 
sempalan 
(mufariqun). Haru birunya umat Islam dikarenakan dia telah mencampakkan prinsip 
berjamaah. Bagaikan benda asing, umat Islam merasa alergi setiap mendengarkan 
kata 
kata tentang jamaah, bahkan bagaikan penyakit yang bisa menular Upaya dan 
kesadaran 
apa pun tentang arti jamaah ini, pastilah dianggap aneh, justru oleh orang 
Islam sendiri, 
sungguh ironis.
 
Apabila umat Islam sudah merasa aneh dengan ajarannya sendiri, sungguh apakah 
Allah 
tidak berkenan menganugerahkan karunia-Nya? Kehancuran umat Islam, bukan karena 
jumlahnya yang banyak, tetapi justru karena mereka sudah merasa asing dengan 
esensi 
agamanya sendiri. Kejayaan Islam pada kurun waktu paling awal, dimulai dari 
prinsip 
jamaah ini. Ikatan persaudaraan yang kental, perasaan yang sama di dalam 
menghadapi 
segala tantangan kehidupan, dan merasa memiliki kebenaran Islam adalah kondisi 
dari 
sesuatu yang mutlak. Mereka tidak pernah berniat atau melanggarnya sedikit pun, 
karena 
bagi mereka menjadi seorang muslim konsekuen adalah suatu aksioma Ilahiah yang 
tidak 
bisa ditawar-tawar lagi keabsahannya.
 
Persatuan muslim bukanlah dikarenakan ikatan bangsa, primordial, kesukuan, ras, 
atau 
kelompok profesi, tetapi persatuan itu didasarkan atas iman semata-mata yang 
ditampung 
dalam semangat persaudaraan jamaah. Sejarah tentang kejayaan dan kemuliaan umat 
Islam di masa lalu tidak bisa dipungkiri eksistensinya tanpa kehadiran semangat 
jamaah. 
Pada periode awal, sejak di Darul Arqam, para sahabat yang mendarah-dagingi 
jamaah 
dengan mewarnai dunia dengan tauhid, telah melahirkan satu generasi yang sangat 
unik 
dan sangat disegani. Itu semua karena mereka menjadikan jamaah sebagai 
pelabuhan 
hati mereka untuk menimba, mengkaji, dan mempraktekkan semangat Qur'ani yang 
diilhami oleh tali persaudaraan yang teramat kuat
 
Tetapi tengoklah sekarang ini umat Islam terpelanting dalam kolam-kolam kecil, 
kebanggaan turunan, kelompok profesi, dan kepentingan, terperangkap dalam 
semangat 
primordial yang sempit. Kalaupun mereka mengaku sesama muslim, tetapi 
kepentingan 
golongan, suku, dan bangsa justru menjadikan penyekat yang paling utama. 
Kebanggaan 
kelompok ternyata nilainya telah melebihi semangat agamanya sendiri, bahkan 
melebihi 
semangat kemerdekaan dirinya sendiri yang setiap lima kali sehari diikrarkan 
sebuah 
pengakuan tauhid dalam melasanakan shalat, innaa shalati wa nusuki wa mahyaya 
wamamati lillahirabil alamiin. Sayang, banyak umat Islam tidak memahami dan 
tidak mau 
konsekuen mempraktekkan ucapannya sendiri.
 
Doa Iftitah tersebut kini hanya tinggal penghias bibir, sekadar formalitas, 
bahkan mungkin 
saja tanpa disadarinya apa yang diucapkan dalam doanya itu hanyalah sekadar 
pelengkap 
shalat, tidak ada bekasnya, dan tidak ada getaran kalbu. Tapi kita pun mahfum 
bagaimana bisa menghayati isi doa tersebut, karena kita pun tidak mengerti, 
bahkan 
membacanya pun kadang-kadang sangat terburu-buru, tanpa kehadiran jiwa, serta 
tanpa 
emosi sama sekali.
 
Padahal, kalau saja setiap pribadi muslim menyadari betapa dalamnya ikrar yang 
dia 
ucapkan ketika membaca doa iftitah tersebut, niscaya akan bergetar jiwanya, dan 
tersungkur dengan penuh kesahduan di hadapan Ilahi Rabbi. Oleh karena ikrar itu 
adalah 
lambang "kebebasan bertanggung jawab" manusia sebagai wakil Allah di muka bumi 
(khalifah fil-ardhi). Kemerdekaan jiwa inilah yang dimiliki oleh kelompok para 
pengikut 
Rasul pada kurun pertama kejayaan Islam. Mereka bergabung dalam jamaah yang 
secara 
kuantitatif adalah minoritas, tetapi tampil sebagai kelompok yang bernilai, 
dikarenakan 
memiliki harga diri dan kemuliaan sebagai manusia merdeka.
 
Rasio yang dibimbing oleh hawa nafsu, tentunya tidak pernah akan memahami untuk 
dapat mengalahkan kemenangan umat Islam di dalam Perang Badar untuk melawan 
musuh-musuh jahiliah yang berlipat ganda, persenjataan yang konvensional, dan 
terbatas? 
Akan tetapi, rasio yang dibimbing cahaya Ilahi, lentera iman, dan semangat 
tauhid, 
pastilah dengan sangat tangkas akan segera memperoleh jawabannya, "Insya Allah, 
kita 
pasti menang karena Allah beserta kita."
 
Sesekali kita pun boleh bertanya, semangat apakah gerangan yang mengilhami para 
"penyiar" Islam sehingga dalam kurun waktu yang sangat singkat, cahaya 
kebenaran 
telah memeluk separo dari belahan bumi. Padahal mereka tidak dibayar, tidak 
mendapatkan pakaian yang cukup, bahkan harus menghadapi berbagai suku bangsa 
yang 
asing, daerah yang sulit, dan berbagai budaya yang sudah mengakar di kalangan 
penduduk. Akan tetapi, para mujahid dakwah mampu menyebarkan Islam dalam tempo 
yang sangat menakjubkan.
 
Sir Thomas Arnold yang menulis sebuah buku berjudul, The Preaching of Islam 
terkagum-
kagum melihat prestasi ini, sehingga walaupun agak sarkastis dia melukiskan 
kejayaan 
sinar dakwah itu sebagai "suatu kekuatan dakwah yang luar biasa daripada Roma". 
Prestasi ini semua dikarenakan di dalam dada para pelopor pertama (assabiquunal 
awwalun) memiliki kepribadian yang sangat khas, yaitu hanya berpandukan pada Al-
Qur'an. Mereka tidak pernah mempunyai sedikit pun keraguan terhadap isi 
kandungan Al-
Qur'an sebagai panduan hidup yang akan memberikan kekuatan yang maha dahsyat 
apabila mau melaksanakannya dengan konsekuen.
 
Mereka adalah tipikal manusia yang berorientasi pada prestasi amaliah. Sehingga 
cara 
berpikir para jamaah ini, hanya semata-mata ingin dan sangatlah rindu untuk 
segera 
mengamalkan Al-Qur'an, walaupun hanya satu ayat. Betapa bersungguh-sungguhnya 
mereka, sehingga dalam sebuah hadits yang sahih, Rasulullah menyuruh Abdullah 
bin 
Umar, supaya mengkhatamkan Al-Qur'an sekali dalam seminggu. Begitulah juga para 
sahabat seperti Utsman, Zaid bin Tsabit, Ibnu Mas'ud, dan Ubai bin Ka'ab telah 
menjadi 
bagian dari wiridnya untuk mengkhatamkan Al-Qur'an pada setiap hari Jumat.
 
Merupakan kebiasaan bagi para sahabat. Mereka secara bergotong-royong membaca 
Al-
Qur'an, dengan cara membagi-baginya berdasarkan surat-surat tertentu secara 
berurutan 
dari mulai surat al-Baqarah sampai an-Nas, sehingga dalam tempo yang sangat 
singkat 
mereka mampu mengkhatamkannya. Inilah salah satu ciri khas dari pribadi anggota
jamaah, di mana Al-Qur'an dijadikannya "ramuan batin" dan bagian tidak 
terpisahkan dari 
hidupnya. Mereka merasa tidak bernilai apabila ada satu hari tanpa membaca 
Al-Qur'an.
 
Semangatnya untuk membaca dan mengkhatamkan Al-Qur'an, yang didorong oleh 
keikhlasan yang murni, bukanlah sekadar untuk menjadikan Al-Qur'an sebagai 
bahan ilmu 
pengetahuan, tetapi sebagai salah satu panggilan jiwa, perasaan akrab dengan 
Ilahi. 
Kemudian, muncul dorongan untuk segera lari dan ke luar dari kemah-kemah 
mereka, 
mengembara ke setiap pelosok bumi, untuk mengamalkan dan mendakwahkannya. 
Mereka sadar bahwa hanya dengan menghampiri, menghayati, dan mengamalkan Al-
Qur'an sajalah, mereka akan memperoleh petunjuk. Apalagi mereka pun sadar bahwa 
apabila mereka mengambil jalan lain atau referensi lain selain Al-Qur'an, maka 
hanya 
perpecahan dan kesesatanlah yang akan menimpa jamaah dan persatuan akidah 
mereka.
 
Allah SWT berfirman, "Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku 
yang lurus, 
maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan (yang lain) karena jalan- 
jalan itu 
mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah 
kepadamu 
agar kamu bertakwa." (al-An'am: 153).
 
Para sahabat yang berkumpul dalam jamaah adalah manusia Qur'ani, bahkan 
kehidupannya semata-mata hanyalah refleksi dari keinginan Al-Qur'an belaka. 
Pantaslah 
apabila kepada mereka digelari sebagai "Al-Qur'an berjalan" (the walking 
Qur'an). Menurut 
standar atau tolak ukur budaya jahiliah, tentu saja sikap hidup Qur'ani, 
seperti yang 
ditunjukkan jamaah para sahabat Rasul itu, dianggap sebagai suatu kehidupan 
yang 
eksklusif. Dan, tidak aneh pula apabila tuduhan palsu yang diarahkan kepada 
para 
sahabat --pada zaman jahiliah-- sebagai manusia yang membawa agama baru, yang 
akan 
merusak tatanan budaya, dan kepercayaan yang telah turun-temurun dipraktekkan 
oleh 
ajaran nenek moyangnya melalui sesembahan kaum jahiliah: Latta, Mana, dan Uzza.
 
Padahal, apa yang dilakukan oleh para jamaah itu bukanlah karena kebencian, 
tetapi 
karena hanya ingin meluruskan kembali, fitrah manusia untuk bersatu dalam satu 
ikatan 
tauhid, yaitu hanya bertuhankan Allah semata, sebagaimana firman-Nya, 
"Sesungguhnya 
(agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah 
Tuhanmu, maka sembahlah Aku. " (al-Anbiya':92).
 
Hanya karena perasaan penuh kasih, maka para sahabat tersebut ingin mengajak 
umat 
manusia untuk meluruskan keyakinannya; dan menjauhi kesesatan yang disebabkan 
oleh 
hawa nafsu (vested interest) kaum jahiliah. Memahami arti dan esensi jamaah, 
berarti 
setiap pribadi muslim terpanggil untuk selalu mendahulukan nilai persamaan, 
persaudaraan, dan kekompakan. Tentu saja bahwa aspirasi seperti ini, seharusnya 
menjadi ciri dan cara hidup setiap pribadi muslim, yang tergabung dalam jamaah 
mana 
pun.
 
Di samping itu, berjamaah janganlah ditafsirkan sebagai suatu penyempalan dari 
tatanan 
harakah dakwah, karena bisa jadi yang dimaksudkan dengan jamaah itu adalah 
suatu 
bentuk gerakan yang terorganisasi untuk melangsungkan dan memberikan kontribusi 
amar ma'ruf nahi munkar di dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam konteksnya yang 
lain, pemahaman terhadap esensi jamaah mendorong setiap pribadi muslim untuk 
ikut 
terjun secara berkelompok ke dalam suatu gerakan yang mempunyai aspirasi serta 
tujuan 
yang jelas.
 
Kita dilarang untuk hidup secara egois (ananiyah) dan membutakan diri dari 
berbagai 
aspek problematika umat. Dan, cara untuk masuk dalam kehidupan nyata itu adalah 
seruan Islam yang mengajak setiap individu untuk berjalan secara bergandengan 
tangan, 
bersaf-saf yang rapi bagaikan suatu benteng yang kokoh untuk membendung, bahkan 
melawan segala paham jahiliah. Hal ini sebagaimana ucapan Umar bin Khaththab:
 
"Bahwa kebenaran tanpa organisasi yang rapi akan dikalahkan oleh kebatilan yang 
terorganisasi."
 
Memang benar bahwa kebenaran itu akhirnya pasti menang, karena pertolongan 
Allah, 
tetapi harap diingat pula bahwa apa yang dikatakan Umar r a. adalah suatu 
peringatan. 
Sesungguhnya, pertolongan Allah hanyalah diberikan kepada mereka yang memenuhi 
kriteria kekuatan saf atau barisan yang rapi.
 
Dengan kokohnya persatuan umat serta adanya kepemimpinan yang tangguh; niscaya 
gerakan Dajal zionistik dapat kita hadapi secara kompak. Sebaliknya, bila kita 
berpecah-
belah maka hanya kenelangsaan yang akan ditanggung generasi demi generasi umat 
Islam yang telah terpuruk dalam kelompok-kelompok dan budak nafsu kaum Dajal 
tersebut
 
Bersambung ke bab 4.2
 
Wassalam
 
St. Sinaro
 

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Reply via email to