Rumah keluarga kami di Depok pada Ramadan tahun ini mendapat giliran Tarawih
dan Tadarus bergilir yang diselenggarakan oleh Ikatan Kekeluargaan
Minangkabau (IKM) Blok VII Perumnas Depok Tengah selama tiga hari pada hari
Selasa, Rabu dan Kamis pekan lalu.

Pada hari ketiga, sebelum shalat dimulai,  sang nyonya rumah yang orang
Sunda itu, bertanya dengan suara rendah, bagaimana hukumnya berpuasa,
padahal sebagian yang lain sudah berbuka dan melaksanakan shalat Ied.

Pak Haji Jusni Bahar, Sang Ketua, menjawab dengan ramah tentang mengapa ada
perbedaan penetapan hari raya, kurang lebih seperti penjelasan Editor Senior
Kompas dan Doktor Astronomi Haji Ninok Leksono---yang saya kutipkan di bawah
ini---dan meminta supaya hal itu tidak dibesar-besarkan.

Pak Haji Zen yang sudah berusia delapanpuluhan, tetapi nyaris tidak pernah
absen dalam kegiatan ini, mungkin tidak sepenuhnya mendengar penjelasan Pak
Haji Bahar, nyeletuk dengan suara tinggi, khas orang Minang kalau berdiskusi
:), termasuk tuan rumah tentu saja :),  yang ketika itu masih berada di
Aceh: "Kata seorang Ustadz, kalau sudah berbuka wajib shalat Ied"

Seorang Jemaah perempuan menjawab dengan suara pelan: "Shalat Ied itu kan
hanya sunah, jadi dilakukan sama-sama dengan yang berlebaran pada hari Sabtu
juga tidak apa-apa." "Lagi pula," lanjutnya, "kita kan punya Imam, yaitu
Pemerintah." "Kita ikuti saja ketentuan Pemerintah." "Kalau Pemerintah
salah, biar Pemerintah yang menanggung dosanya," jelasnya. 

Pak Haji Zen kembali mengulangi dengan nada tinggi bahwa kata seorang
Ustadz,  kalau sudah berbuka wajib shalat Ied.

Seorang perempuan muda, anak seorang pengacara yang cukup terkenuka menukas
dengan suara cukup keras: "Kita kan orang Muhamadyah, jadi Lebaran ikut
golongan kita donk." "Pemerintah setiap tahun selalu mengikuti apa saja kata
NU, yang selalu mengikuti 'karepnya' sendiri saja." "Masak kita orang
Muhamadyah harus mengikuti orang-orang NU itu."

Diskusi terhenti karena Pak Haji Bahar minta Iben, anak sulung yang punya
rumah, yang selama tiga hari itu bertarawih di rumah orang tuanya,  untuk
membaca Azan dan Iqamat.

Ketika hal itu diceritakan sang nyonya rumah sehabis sahur kepada suaminya
di Banda Aceh sana, sang suami langsung berkata diujung telepon, dengan
suara tinggi tentu saja :) : "Memangnya Ulama-Ulama NU Tuhan, Memangnya
Ulama-Ulama Muhamadiah Tuhan!".

Entah apa pula maksudnya ini :).

Yang jelas IKM Blok VII Perumnas Depok Tengah mengakhiri kegiatan Tarawih
dan Tadarus keliling Ramadan tahun ini hari Rabu malam. Artinya bersiap
untuk berlebaran hari ini, Jumat 12 Oktober 2007. Alhamdulillah, saya yang
pulang untuk cuti Lebaran dengan menggunakan Garuda terakhir dari Banda Aceh
yang menawarkan tiket dengan "harga promosi" hari Selasa, masih sempat ikut
Tarawih dan Tadarus keliling malam terakhir itu, walaupun  dengan mata yang
agak terkantuk-kantuk. 

Keluarga Haji Darwin Bahar, walaupun tetap "orang Muhamadyah", mengikuti
keputusan Pemerintah, berlebaran hari Sabtu 13 Oktober 2007, sehingga kalau
keputusan itu salah "biar Pemerintah yang menanggung dosanya". :)).
Terkecuali Iben, yang merasa "lebih Muhamadyah" dari papahnya, berlebaran
hari ini.

Begicu

Darwin Bahar

Depok, 12 Oktober 2007

[*] disiapkan untuk Superkoran Apakabar, pernah dilewakan di RN dan Surau)

=======================

Hilal, Bulan, dan Pesona Alam Semesta

NINOK LEKSONO

Kompas, Rabu, 10 Oktober 2007

"Menatap langit, dari milenia ke milenia, telah memperlihatkan sejumlah
kapasitas umat manusia yang paling menentukan dan memuliakan: rasa ingin
tahu, kemampuan rasional, dan kemampuan mencipta teknologi".

(Edward Hudgins, Astronom Amatir, Direktur Objectivist Center, Washington)

Tampaknya tak terhindarkan lagi bahwa pada tahun 1428 Hijriah ini masyarakat
Indonesia akan merayakan Idul Fitri dengan berbeda tanggal, ada yang Jumat,
12 Oktober, dan ada yang Sabtu, 13 Oktober. Seperti tahun-tahun lalu,
manakala terjadi perbedaan, saran yang diberikan adalah agar perbedaan
jangan dibesar-besarkan. Yang perlu dikembangkan adalah sikap tasamuh
(toleran).

Seperti telah banyak diulas, perbedaan muncul karena metode yang
dipergunakan berbeda. Muhammadiyah menggunakan sistem hisab atau
perhitungan, sedangkan Nahdlatul Ulama menggunakan sistem rukyat atau
pengamatan. Yang ingin diamati adalah piringan tipis Bulan yang disebut
hilal.

Terlepas dari soal keyakinan, di negeri dengan rentang geografis seluas
Indonesia memang dimungkinkan terjadi dua situasi, yaitu hilal belum
terlihat di Merauke, tetapi sudah terlihat di Jakarta atau Banda Aceh. Hal
ini disebabkan Bulan "melaju" ke timur lebih cepat daripada rotasi Bumi. Ini
juga fenomena yang menjelaskan mengapa Bulan selalu terlambat terbit sekitar
50 menit setiap hari.

Berpusar pada Bulan

Penetapan 1 Syawal tak diragukan lagi telah menimbulkan minat masyarakat
terhadap ilmu astronomi. Khususnya menyangkut metode hisab, orang harus
memahami salah satu cabang astronomi yang penting, yakni yang terkait dengan
pergerakan benda-benda langit, atau mekanika benda langit (celestial
mechanics).

Sementara itu, mekanika benda langit berlaku pada tataran yang sublim, tidak
kasatmata, pandangan pengamat lebih mudah terpesona oleh sosok Bulan. Namun,
mekanika benda langit yang banyak bertumpu pada gaya gravitasi inilah yang
ikut membantu penalaran fisikawan Inggris, Isaac Newton, dalam melahirkan
Hukum Gravitasi yang termasyhur itu. Newton menyimpulkan bahwa hukum alam
yang mengatur jatuhnya sebuah apel ke tanah juga berlaku pada pergerakan
Bulan mengelilingi Bumi.

Bulan, yang pada saat terjadi gerhana dan menjelang 1 Syawal banyak
diperbincangkan ini, pada masa lalu banyak dikupas dari sisi asal-usulnya.
George Darwin-putra teoretikus evolusi Charles Darwin-berteori bahwa Bulan
adalah bagian Bumi yang lepas saat berputar cepat.

Ada pula teori penangkapan, yang menyebut Bulan sebenarnya benda independen
yang tertangkap oleh Bumi saat melintas dekat Bumi. Pada teori ketiga, Bulan
dan Bumi terbentuk seiring dari material awan (nebula) Matahari.

Selain itu, masih ada teori lain yang dikembangkan pada dekade 1980-an.
Namun, Bulan kini justru sedang menjadi target eksplorasi angkasa
bangsa-bangsa maju. Hari-hari ini, wahana Kaguya-Putri Bulan dalam legenda
Jepang-yang diluncurkan pertengahan September lalu kini sudah mengorbit
Bulan.

China juga merintis program Chang'e yang akan berpuncak pada pendaratan
taikonot China tahun 2022. Rusia melalui Roskosmos juga sudah menyatakan
tekad untuk mendaratkan warganya ke Bulan tahun 2025. Adapun AS yang sudah
berpengalaman dalam pendaratan Bulan melalui program Apollo juga sudah punya
program kembali ke Bulan.

Tampak bahwa sementara kita masih sibuk mencari kepingan Bulan dari jarak
jauh untuk menetapkan 1 Syawal, bangsa-bangsa maju sudah berencana
menjadikan benda langit yang jadi rujukan kalender Hijriah itu sebagai
koloni dan pos depan untuk misi berawak ke planet Mars dan yang lebih jauh.

Pesona astronomi

Generasi muda Indonesia antusias mengikuti Olimpiade Astronomi dan meraih
medali emas. Bersama dengan bertambahnya minat menjadi astronom profesional
melalui pendidikan tinggi di ITB, dan juga berkembangnya pengunjung
Planetarium, semua menjadi tanda-tanda bertumbuhnya minat terhadap ilmu
astronomi.

Ini tentu perkembangan yang alamiah. Pada masa lalu ilmu-ilmu kebumian,
seperti geologi, vulkanologi, geofisika, dan meteorologi, juga kurang
dikenal. Kini ketika gempa dan tsunami sering jadi berita, perhatian orang
pun terarah kepada ilmu-ilmu tersebut. 

Astronomi yang lebih eksotik mungkin masih perlu waktu lagi untuk
memasyarakat. Namun, pada era eksplorasi ruang angkasa, juga di tengah
prospek suramnya Bumi sebagai habitat, dan dengan itu manusia perlu ranah
hidup (lebensraum) baru, langit lalu mendapat perspektif baru bagi masa
depan umat manusia.

Melalui wacana hisab dan rukyat, masyarakat semakin mengenal ilmu ini, yang
cakupannya sebenarnya amat luas, mulai studi tentang Bulan, tata surya,
galaksi, hingga alam semesta dan asal-usulnya (kosmologi).

Ketika Liga Astronomi-federasi astronom amatir paling besar di
dunia-menyatakan tanggal 10 Mei sebagai Hari Astronomi, hari itu ada ribuan
orang yang menggunakan teleskop atau mata telanjang mengarahkan pandangan ke
langit.

Dengan pendahuluan seperti dikutip di awal tulisan ini, Hudgins menulis
bahwa manusia primitif melihat Bumi yang datar diselimuti cungkup (canopy)
ajaib yang tak jauh dari atas kepala. Mereka membayangkan pola-pola bintang
tetap di langit, seperti Orion Sang Pemburu, Cassiopeia Sang Ratu, dan sosok
mitologi lainnya. Cahaya-cahaya yang beredar-disebut planet-adalah
dewa-dewa, seperti Jupiter, Mars, dan Venus.

Lalu orang-orang Yunani kuno mulai menerapkan akal tatkala mengamati langit.
Mereka lalu mengerti bahwa Bumi bulat karena mereka melihat layar kapal
menghilang di cakrawala, dan bayang-bayang Bumi di Bulan ketika terjadi
gerhana bulan.

Dipicu oleh Renaisans dan Pencerahan, bertambah luaslah pengetahuan, dan
pengetahuan yang diterapkan lalu menghasilkan teknologi, yang pada
gilirannya menghasilkan pengetahuan lebih jauh. Ini terjadi ketika pada
tahun 1605 Galileo mengarahkan alat baru-teleskop-ke langit. Ia melihat
pegunungan di Bulan dan planet-planet yang mengembara merupakan bola seperti
Bumi. Ia juga melihat Jupiter punya bulan-bulannya sendiri dan Venus
memperlihatkan fase-fase.

Karyanya, bersama karya Copernicus, Kepler, dan Newton, memperlihatkan bahwa
Matahari-dan bukan Bumi-lah yang merupakan pusat tata surya.

Dengan terus menatap langit, pada awal abad ke-20 orang pun tahu bahwa
Matahari hanyalah satu dari jutaan-bahkan miliaran-bintang di galaksi yang
besar. Ini bahkan diperluas oleh astronom Amerika Serikat, Edwin Hubble,
yang dengan teleskop di Mt Wilson menemukan banyak galaksi. Ia juga
menemukan bahwa semakin jauh galaksi, semakin cepat ia menjauh dari Bumi. Ia
menyimpulkan, alam semesta mengembang!

Hubble yang besar jasanya dalam pengamatan antariksa jauh kini telah menjadi
nama teleskop angkasa yang memperpanjang lagi jangkauan mata manusia
sehingga berhasil dipotretlah benda-benda angkasa nun jauh di tepian alam
semesta.

Daya tarik astronomi kini telah terentang melewati kaum profesional, dan ini
pun, menurut Hudgins (dalam situs Objectivist Center), memperlihatkan bahwa
umat manusia memiliki kapasitas untuk menikmati keelokan memesona langit
malam.

Manusia urban bermandi cahaya kota yang gemerlapan, tetapi ia kehilangan
cahaya yang membawa pesan-pesan kebesaran penciptaan. Cahaya dari masa lalu,
jutaan bahkan miliaran tahun silam, yang telah menempuh jarak bukan saja
miliaran, tetapi bahkan triliunan kilometer, sungguh sarat dengan pesan.
Memandang alam semesta bak menatap kalam ilahi.

Di hadapan kebesaran tiada tara itu, sensasi yang muncul adalah mysterium
tremendum et fascinosum, misteri yang mencekam sekaligus memesona. Naluriah
yang lalu muncul adalah perasaan "alangkah kecilnya aku dibandingkan semesta
ini". Namun, mengikuti ajaran ahli astrofisika teoretis, Brandon Carter
(yang mengemukakan Prinsip Antropik dalam Simposium di Krakow, Polandia,
tahun 1973), manusia adalah saksi tak tergantikan atas keagungan itu. Jadi,
kata Hudgins, ucapkanlah, "Betapa hebatnya umat manusia yang punya kemampuan
dan teknologi untuk memahaminya."

Akhirnya, janganlah berhenti pada mencari hilal.

 

 

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Kirim email ke