Kompas, Minggu, 16 Oktober 2011

INGKI RINALDI

Waktu seperti diputar ke masa silam saat menikmati katupek pitalah di Pasar
Padang Panjang, Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Kuali besar dari tanah
liat, piring kaleng, gelas plastik kusam seperti datang dari masa lalu.  

Katupek artinya ketupat, sedangkan pitalah adalah sebuah tempat sekitar 15
kilometer jauhnya dari Pasar Padang Panjang, tepatnya di Nagari Pitalah,
Kecamatan Batipuh, Kabupaten Tanahdatar, Sumbar. Sama seperti lazimnya
ketupat yang dibungkus daun kelapa muda, seperti itulah rupa katupek
pitalah. Pembedanya ialah jenis beras yang digunakan.

Nizamli (56), salah seorang penjual katupek pitalah, menggunakan beras lokal
bernama Saganggam Panuah. Jenis beras ini menghasilkan tekstur ketupat yang
lembut. Tidak langsung hancur dalam mulut, tetapi tidak pula seperti
agar-agar yang kenyal.

Mesti bernama Saganggam, tetapi tidak dibutuhkan segenggam penuh beras untuk
menghasilkan ketupat berkualitas. Takupan telapak tangan yang dicidukkan
sekali pada tumpukan beras jadi penanda ukuran banyaknya beras untuk setiap
ketupat. Setelah itu, beras direbus seperti ketupat layaknya dalam sebuah
drum besar. "Bisa sampai 750 biji ketupat masuk dalam drum itu," kata
Nizamli.

Katupek pitalah dihidangkan dengan sayur yang terdiri atas rebung, nangka,
lobak, kol, dan kemumu. Menurut Nizamli, semua bahan harus yang segar karena
akan sangat memengaruhi rasa. Tentu saja hal itu bukan masalah karena
pasokan sayuran dari petani sayur di lereng Gunung Singgalang dan Marapi
relatif tak jauh dari Pitalah.

Untuk membuatnya, Nizamli dibantu kakaknya, Ernawati, yang bertanggung jawab
terhadap urusan rasa. Untuk itulah sejumlah bahan baku bumbu seperti kunyit,
serai, jahe, lengkuas, cabai, kemiri, lada, dan gula mesti lebih dulu
digiling jadi satu. Gilingan bumbu lantas dimasak dengan santan hingga
menggelegak. Sebagai bahan bakar digunakan kayu bakar.

Setelah itu baru dimasukkan nangka. Menyusul kemudian sayur-sayuran lain
berdasarkan urutan mana yang lebih lama matang dalam cairan mendidih. Butuh
setidaknya tiga jam sebelum masak. Proses memasak dilakukan sampai sayur
berwarna oranye pekat. Komposisi bumbu dan sayuran sangat diperhatikan untuk
menghasilkan rasa yang pas. Pedas, asam, manis, dan gurih bercampur tanpa
berlebihan.

Sayur segar

Rasa asam terutama dihasilkan dari rebung segar yang garing. Ada mirip
menggigit mentimun tatkala irisan demi irisan rebung itu tandas dalam mulut.
Tingkat kematangan bahan-bahan lain, seperti nangka dan kol, juga terjaga.
Tidak terlalu matang sehingga masih berasa sebagai sayuran segar.

"Dulu masak di dalam tempat kaleng, tetapi sekarang susah cari kaleng,
makanya dimasak di dalam drum, sama seperti masak ketupat," kata Nizamli.

Untuk membawa sayur itu ke tempatnya berjualan, Nizamli masih menggunakan
kaleng berbentuk kotak. Guna membawa sayur, ketupat, piring, gelas, dan
aneka perkakas berjualan lainnya, Nizamli menggunakan kendaraan umum. Ia
setia menyapa pelanggannya setiap pagi yang menuntut sajian khas itu.

Katupek pitalah disajikan bersama air putih hangat. Jika ingin menambah
camilan, Nizamli juga menawarkan bakwan, keripik singkong pedas, dan mi yang
dibungkus dalam plastik.

Harga seporsi katupek pitalah Rp 3.000. Adapun camilan dipatok harga Rp 500.
Karena itulah, berbekal uang Rp 10.000 untuk sarapan dua orang sepuasnya pun
masih akan didapatkan uang kembalian.

Biasanya, Nizamli memasak sayur itu sehari sebelum mulai berjualan. "Pagi
harinya tinggal dipanaskan untuk berjualan," katanya. Sekitar 150 biji
ketupat bisa tandas setiap harinya. Itu pada hari-hari biasa karena jika
sedang hari pasar yang jatuh pada Jumat dan Senin, sekitar 200 buah ketupat
tandas.

Porsi setiap orang untuk menyantap katupek pitalah buatan Nizamli
berbeda-beda. Pelanggan bebas menentukan sesuai selera dan kebutuhan.
Seperti Eti, salah seorang pelanggan setia. "Dua ketupat terlalu banyak buat
saya dan tidak termakan. Tetapi, kalau satu ketupat tidak cukup karena kerja
saya berat. Jadi satu setengah ketupatnya," katanya pada Nizamli.

Tak sampai tiga menit kemudian, seporsi lezat katupek pitalah sudah siap
dinikmati di tengah semilir angin pagi dataran tinggi Kota Padang Panjang.
Ah.... Mantap!

http://cetak.kompas.com/read/2011/10/16/02355287/katupek.pitalah.di.pasar.pa
dang.panjang

 

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Kirim email ke