Senin, 02 Januari 2012 04:52“

Batu besar sulit membuat orang jatuh, tapi orang bisa tersandung oleh
kerikil kecil”.
Ungkapan itu terlontar dari mulut Wakil Ketua Asosiasi Biro Perjalanan
Indonesia (Asita) Sumatera Barat, Ian Hanafiah.
Menurut dia, sesuatu yang kecil sering terabaikan dan terkadang
sengaja dilupakan dalam kehidupan banyak orang, karena dipandang bukan
menjadi penghalang.
Begitu pula halnya dalam sektor pariwisata, banyak aspek kecil yang
selama ini dianggap tidak bernilai dan tidak mem­berikan kontribusi.
“Sesuatu yang dinilai kecil dapat merusak citra sebuah daerah tujuan
wisata kalau selalu diabaikan. Sektor pariwisata bukan saja hal yang
besar-besar, seperti kehadiran hotel ber­bintang dengan pelayanan yang
ramah, atau objek wisata dengan alam yang indah mem­pesona,” katanya.

Mendongkrak sektor pa­riwisata juga bukan hanya mampu menggelar even
berskala besar seperti Tour de Singkarak, ajang paralayang atau pekan budaya. 
“Membangun pari­wisata berarti juga harus mem­per­hatikan infrastruktur 
transpor­tasi dan fasilitas umum memadai di kawasan
wisata. Jangan lupa, banyak aspek yang kecil mem­beri nilai untuk
mendatangkan banyak wisatawan asing dan ini pula yang sering
terabaikan,” katanya.
Contohnya pengelolaan parkir, kebersihan toilet, penataan pedagang
kaki lima (PKL), serta sampah yang berserakan di daerah tujuan wisata.
Jadi pembangunan pariwisata tidak semudah mengungkapnya de­ngan
kata-kata. Banyak aspek yang harus diperhatian dan dikelola secara
serius. Namun bukan berarti tak bisa di­kembangkan dan dikemas menjadi
ikon daerah untuk mengundang banyak pengun­jung dari berbagai belahan.

Penataan sektor pariwisata harus dimulai dari hal-hal kecil agar
membuat pengunjung merasa aman dan nyaman.
Membangun dan mencip­takan kesan positif bagi wisa­tawan adalah hal
utama dan bernilai tinggi dalam pengem­bangan kepariwisataan suatu
daerah. Di tengah ketatnya per­saingan sektor pariwisata baik di
tingkat regional maupun internasional tidak cukup hanya dengan
berbangga diri menjual keindahan alam dan peninggalan sejarah yang
dimiliki.

Segencar apa pun promosi ke berbagai belahan dunia, tapi ketika
wisatawan yang datang menemukan banyak kesan negatif, maka akan jadi
dilema dalam membangun sektor pari­wisata itu sendiri.
Sudah saatnya Sumbar, mulai menata sistem perparkiran yang profesional bagi 
daerah-daerah tujuan utama wisata.
Jika pemerintah daerah di daerah tujuan wisata merasa belum mampu,
bisa di­ker­jasama­kan dengan pihak swasta. Manajemen parkir yang baik
dinilai ikut pengaruhi kunjungan wisatawan.
“Pengunjung atau wisatawan yang dilihatnya bukan pada nilai nominal
yang harus mereka keluarkan, misal­nya saat mem­bayar parkir atau
masuk ke toilet. Akan tetapi ba­gai­mana sikap, tin­dakan dan perilaku
serta keterbukaan pe­tugas saat mem­beri pelayanan. Begitu pula
keamanan kendaraan mereka selama di­titip­kan,” kata Ian.
Namun kenya­taan­nya, wisa­tawan ketika berkunjung ke sebuah daerah
tujuan wisata, misalnya ke Bukittinggi, masih mengeluhkan masalah per­parkiran 
yang tanpa karcis. Hal yang tidak jauh ber­beda juga terjadi di Padang.

Begitu juga halnya dengan kebersihan toilet, masih menjadi keluhan wisatawan, 
termasuk kurang tersedia air bersih.
“Apa yang kemudian terjadi, akan muncul penilaian negatif terhadap
sebuah objek wisata. Akankah kita biarkan hal kecil ini menjadi
kerikil dalam pengem­bangan sektor pariwisata di daerah ini,”
tanyanya.

Penataan Kuliner 

Sebuah pepatah Minang mengatakan, “condong mato ka nan rancak, condong salero 
ka nan lamak” (kecenderungan mata pada hal-hal yang cantik,
kecenderungan selera pada yang enak-enak).

Kuliner merupakan salah satu daya tarik bagi wisatawan saat
mengunjungi sebuah daerah tujuan wisata. Pedagang kaki lima (PKL)
adalah penyedianya.
Tak lengkap pula bagi wisa­tawan kalau tidak mendapatkan asesoris unik atau 
oleh-oleh dari perjalanan liburan mereka.
Guna memenuhi harapan dan keinginan wisatawan itu, tentu tak hanya sekedar 
tersedianya kuliner dan souvenir yang dijajakan pedagang kecil.
Perlu penataan dan ling­kungan yang bersih untuk membangun kesan
positif bagi wisatawan. Apabila dibiarkan semrawut, lagi-lagi hanya
me­nambah masalah.
PKL baik penyedia kuliner atau souvenir bisa ditata secara baik,
bersih dan higienis. Menu disajikan akan menjadi ikon tersendiri untuk
mendatang banyak orang.
Pengalaman sehubungan dengan itu dapat mencontoh negara tetangga,
Malaysia dan Singapura. Kenapa kita tak belajar, padahal sudah
be­rulangkali kepala daerah di Ranah Minang mengunjungi dua negara
itu?
Semua itu membutuhkan pikiran yang jernih dan kreatif. Makanya perlu duduk 
bersama. Hadirkan praktisi, akademisi, dan kapan perlu bayar orang yang ahli. 
Keinginan untuk menata secara baik sama sekali belum terlihat, kemungkinan 
karena sumber daya manusia yang terbatas dan kemauan politik yang belum ada 
sehingga sulit fokus.
Pembenahan Aspek ke­ber­sihan lingkungan dan keramahan masyarakat dalam memberi 
pelayanan, baik di objek wisata atau di tempat penjualan sou­venir menjadi hal 
penting untuk diperhatikan.

Menurut Ketua DPC Him­punan Paramuwisata Indonesia (HPI) Kota
Bukittinggi Budiman, masih banyak keluhan dan masukan dari wisatawan
terkait masalah kebersihan.
Ke depan pengembangan sektor pariwisata Sumbar, menurut dia, mesti fokus dan 
memberi perhatian serius ter­hadap masalah kebersihan.
“Aspek kebersihan harus jadi perhatian, sehinggga tak lagi ditemukan sampah 
ber­serakan di ruas jalan utama menuju objek wisata seperti di ruas jalan dari 
arah Padang-Bukittinggi-Payakumbuh dan
Bukittinggi-Tanah Datar,” ka­tanya.
Kemudian, di kawasan objek wisata juga masih ditemukan sampah
berserakan dan belum tersedianya bak-bak sampah yang memadai.
Instansi terkait di kabupaten/kota juga harus memberikan perhatian
serius, karena ber­pengaruh pada wisatawan dan berdampak negatif
terhadap citra pariwisata daerah.
Perilaku masyarakat yang sadar wisata juga belum ter­bangun dengan
baik. Pengem­bangan dan pengelolaan pari­wisata daerah juga masih bertolak 
belakang antara ke­bijakan pemerintah daerah dengan kenyataan di lapangan.
“Pemerintah daerah mesti tegas dalam menegakkan aturan dan membangun kesadaran 
masyarakat di lingkungan objek wisata, agar pengelolaan pari­wisata benar-benar 
profesional,” katanya.

Ke depan, katanya, juga perlu fokus dalam pengem­bangan sektor
pariwisata sesuai dengan peran masing-masing, supaya memberi dampak ter­hadap 
perekonomian daerah.
Semakin positif citra pari­wisata Sumbar di mata wisatawan asing,
tentunya akan membuat mereka semakin sering datang dengan membawa lebih banyak 
orang setiap tahun.
Data HPI menunjukkan, kunjungan wisatawan asal Malaysia ke Sumbar
sekitar 10.000 orang per tahun melalui berbagai biro perjalanan.

SIRI ANTONONI
(LKBN Antara)
http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=11496:menimbang-nimbang-pariwisata-sumbar&catid=11:opini&Itemid=83

Wassalam
Nofend | 35-L | Cikasel

Sent from Pinggiran JABODETABEK®

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Kirim email ke