Pemimpin (Imam) Yang Berakhlak

sumber, http://mubarok-institute.blogspot.com


Akhlak menurut Al-Ghazali adalah keadaan batin yang menjadi sumber
lahirnya suatu perbuatan di mana perbuatan itu lahir secara spontan,
mudah, tanpa menghitung untung rugi. Orang yang berakhlak baik, ketika
menjumpai orang lain yang perlu ditolong maka ia secara spontan
me¬nolongnya tanpa sempat memi¬kirkan resiko. Demikian juga orang yang
berakhlak buruk secara spontan melakukan kejahatan begitu peluang
terbuka. Akhlak seseorang, di samping bermodal pembawaan sejak lahir,
juga dibentuk oleh lingkungan dan perjalanan hidupnya.

Nilai-nilai akhlak Islam yang universal bersumber dari wahyu, disebut
al-khair, sementara nilai akhlak regional bersumber dari budaya
setempat, di sebut al-ma`ruf, atau sesuatu yang secara umum diketahui
masyarakat sebagai kebaikan dan kepatutan. Sedangkan akhlak yang
bersifat lahir disebut adab, tatakrama, sopan santun atau etika.
Akhlak universal berlaku untuk seluruh manusia sepanjang zaman.
Demikian juga orang yang berakhlak buruk secara spontan melakukan
kejahatan begitu peluang terbuka. Tetapi, sesuai dengan keragaman
manusia, juga dikenal ada akhlak yang spesifik, misalnya akhlak anak
kepada orang tua dan sebaliknya, akhlak murid kepada guru dan
sebaliknya, akhlak pemimpin kepada yang dipimpin dan sebagainya.

Seseorang dapat menjadi pemimpin (imam) dari orang banyak manakala ia
memiliki (a) kelebihan dibanding yang lain, yang oleh karena itu ia
bisa memberi (b) memiliki keberanian dalam memutuskan sesuatu, dan (c)
memiliki kejelian dalam memandang masalah sehingga ia bisa bertindak
arif bijaksana. Secara sosial seorang pemimpin (imam) adalah penguasa,
karena ia memiliki otoritas dalam memutuskan sesuatu yang mengikat
orang banyak yang dipimpinnya. Akan tetapi menurut etika keagamaan,
seorang pemimpin pada hakekatnya adalah pelayan dari orang banyak yang
dipimpinnya (sayyid al-qaumi khodimuhum). Pemimpin yang akhlaknya
rendah pada umumnya lebih menekan¬kan dirinya sebagai penguasa,
sementara pemimpin yang berakhlak baik lebih menekankan dirinya
sebagai pelayan masyarakatnya.

Dampak dari keputusan seorang pemimpin akan sangat besar implikasinya
pada rakyat yang dipimpin. Jika keputusannya tepat maka kebaikan akan
merata kepada rakyatnya, tetapi jika keliru maka rakyat banyak akan
menanggung derita karenanya. Oleh karena itu pemimpin yang baik
disebut oleh Nabi dengan sebutan pemimpin yang adil (imamun `adilun)
sementara pemimpin yang buruk digambarkan al-Qur'an, dan juga hadis,
sebagai pemimpin yang zalim. Adil artinya menempatkan sesuatu pada
tempatnya, sedangkan sebaliknya zalim artinya menempatkan sesuatu
tidak pada tempatnya. 

Hadis Riwayat Bukhari menempatkan seorang Pemimpin yang adil dalam
urutan pertama dari tujuh kelompok manusia utama. Hadis Riwayat Muslim
menyebutkan bahwa pemimpin yang terbaik adalah pemimpin yang dicintai
rakyatnya dan iapun mencintai rakyatnya. Sementara pemimpin yang
terburuk menurut Nabi, adalah pemimpin yang dibenci rakyatnya dan
iapun membenci rakyatnya, mereka saling melaknat satu sama lain. Hadis
lain menyebutkan bahwa dua dari lima golongan yang dimurkai Tuhan
adalah (1) penguasa (amir) yang hidupnya ditopang oleh rakyat
(sekarang-pajak), tetapi ia tidak memberi manfaat kepada rakyatnya,
dan bahkan tidak bisa melindungi keamanan rakyatnya. (2) Pemimpin
kelompok (za`im) yang dipa¬tuhi pengikutnya tetapi ia melakukan
diskriminasi terhadap kelompok kuat atas yang lemah, serta berbicara
sekehendak hatinya (tidak mendengarkan aspirasi pengikutnya). Hadis
Riwayat Dailami bahkan menyebut pemimpin yang sewenang-wenang (imam
jair) sebagai membahayakan agama.

Kisah Al-Qur'an yang menyebut Nabi (Raja) Sulaiman yang memperhatikan
suara semut mengandung pelajaran bahwa betapa pun seseorang menjadi
pemimpin besar dari negeri besar, tetapi ia tidak boleh melupakan
kepada rakyat kecil yang dimisalkan semut itu. (Q/27:16). Meneladani
kepemimpinan Rasulullah, akhlak utama yang harus dimiliki seorang
pemimpin adalah keteladanan yang baik (uswah hasanah), terutama dalam
kehidupan pribadinya, seperti; hidup bersih, sederhana dan
mengutamakan orang lain. Tentang betapa tingginya nilai keadilan
pemimpin, Hadis Riwayat Tabrani menyebutkan bahwa waktu satu hari
efektif dari seorang imam yang adil setara dengan ibadah tujuhpuluh tahun.


sumber, http://mubarok-institute.blogspot.com



Salam Cinta,
agussyafii

Sekiranya berkenan mohon kirimkan komentar anda melalui
[EMAIL PROTECTED] atau http://mubarok-institute.blogspot.com










Kirim email ke