Sederhana dan Berlebihan

Oleh: KH. A. Mustofa Bisri



Sikap sederhana, ternyata tidak sederhana. Sikap hidup sederhana tidak
sesederhana menasehatkannya. Buktinya, meskipun dari dulu dikampanyekan,
belum terlihat ada pendukungnya, kecuali dari kalangan mereka yang memang
kesederhanaan sudah menjadi keniscayaan mereka



Sikap sederhana, sedang atau bersahaja adalah sikap tengah yang sangat
dianjurkan oleh Islam. Kebalikannya adalah sikap berlebih-lebihan.
Berlebih-lebihan dalam hal apa saja dikecam tidak hanya oleh agama.



Mulai dari makan dan minum, Allah melarang kita berlebih-lebihan. "Yaa banii
Aadama khudzuu ziinatakum 'inda kulli masjidin wakuluu wasyrabuu walaa
tusrifuu, innahu laa yuhibbul musrifiin" (QS. al-A'raf 6: 31), "Wahai
anak-cucu Adam, pakailah busana indahmu di setiap masjid (ketika akan
shalat, thawaf, atau ibadah-ibadah yang lain); makan dan minumlah dan jangan
berlebih-lebihan. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai mereka yang
berlebih-lebihan." Bahkan, bersedekah pun kita tidak boleh berlebih-lebihan
(Baca QS. 6: 141)



Dalam surah al-Isra ayat 29, secara metaforik yang indah, Allah memberi
pedoman sikap tengah-tengah yang tidak berlebihan di dalam menyikapi harta,
tidak bakhil dan tidak boros. Firman-Nya:"Walaa taj'al yadaaka maghluulatan
ilaa 'unuqika walaa tabsuth-haa kullal basthi fataq'udaa maluuman
mahsuuraa." (Dan janganlah jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan
jangan terlalu membebernya, nanti kamu dicela dan menyesal).



Kita tidak boleh bakhil, berlebih-lebihan menyayangi harta dan tidak boleh
tabdziir, berlebih-lebihan dalam mentasarufkan sesuatu. Tabdziir yang
dilarang dan pelakunya disebut sebagai 'kawan-kawannya para setan' (QS. 17:
27), biasanya hanya diartikan sebagai berlebih-lebihan mentasarufkan uang
atau menghambur-hamburkan uang. Sehingga, sering kali kita saksikan banyak
dari kalangan kaum Muslim yang dalam hal uang tidak tabdziir, tapi tanpa
sadar suka menghambur-hamburkan air ketika berwudhu, misalnya. Atau,
menghambur-hamburkan energi listrik, setiap hari. (Boleh jadi, karena
santernya isu krisis energi di dunia saja yang mulai menyadarkan kita akan
perlunya bersikap tidak berlebih-lebihan dalam hal ini).



Dalam beragama pun, kita tidak boleh berlebih-lebihan, melampaui batas.
Dalam surah al-Maidah ayat 87, Allah berfirman kepada kaum beriman: "Yaa
ayyuhalladziina aamanuu laa tuharrimuu thayyibaati maa ahallaLlahu lakum
walaa ta'taduu, innallaha laa yuhibbul mu'tadiin" (Wahai orang-orang yang
beriman janganlah kamu mengharamkan apa-apa yang baik yang telah Allah
halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sungguh, Allah tidak
menyukai mereka yang melampaui batas).



Dalam berjuang fii sabiilillah juga demikian. "Waqaatiluu fii sabiiliLlahi
alladziina yuqaatiluunakum walaa ta'taduu, innaLlaha laa yuhibbul
mu'tadiin." (QS. 2: 190) "Dan perangilah-di jalan Allah-mereka yang
memerangimu dan jangan melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai mereka
yang melampaui batas).



Demikianlah, apabila kita perhatikan firman-firman Allah dan sabda-sabda
serta contoh tauladan Rasulullah SAW, jelas sekali bahwa sikap
berlebih-lebihan dalam apa saja-termasuk dalam beribadah-sangat dilarang.
Berlebih-lebihan dan melampaui batas dalam banyak hal terbukti sering
menimbulkan masalah. Menyukai dunia dan materi berlebihan telah terbukti
menjerumuskan banyak kaum dalam bencana. Menyintai dan membenci orang
berlebihan telah terbukti banyak menimbulkan problem kemasyarakatan.



Dari sisi lain, orang yang berlebihan, sulit dibayangkan bisa berlaku adil
dan istiqamah. Dua hal yang menjadi kunci kebahagian dan kedamaian dunia
akhirat.



KH. A. Mustofa Bisri, pengasuh Pesantren Roudlatut Thalibin, Rembang


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke