Pendahuluan (Kebangktan Syiah) Pada awal 2003, saat di mana mulai berkecamuknya perang Irak, aku mengunjungi seorang teman lama Syiah di Pakistan. Kami berbincang tentang berbagai perubahan yang mulai berhembus di Timur Tengah. Bagi temanku, ada sebuah keraguan dalam setiap pembicaraan tentang Syiah dan Sunni yang mulai membanjiri media elektronik. Dan betul-betul membingungkan bagi masyarakat Barat yang berfikir bahwa, semua kejadian di Irak dan Timur Tengah adalah semata-mata pertempuran demi tegaknya demokrasi. Itulah yang membuat dia mengingat sebuah diskusi yang di lakukannya beberapa waktu yang lalu, dengan seorang pejabat tingkat tinggi di Amerika. Temanku ini telah menjadi seoarag pejabat senior pemerintahan Pakistan pada tahun 1980, seorang penghubung dengan Petangon dalam menyusun perang melawan Soviet di Afganistan. Dia mengenag kembali masa-masa ketika Irank dan Hezbollah mendanai secara aktif perang terror melawan Amerika, di mana Mujahidin Afghan dianggapsebagai "good guys". Rekan Amerikanya, yang merupakan seorang pejabat senior Pentagon, sering mengoda dengan berkata bahwa penganut Syiah adalah "Penghisap darah, monster pelahab Bayi". Temanku menampiknya dengan berkata, bahwa orang-orang Amerikalah yang salah. "Tunggu dan lihatlah," dia ingin mengatakan kepada kolega Amerikanya itu bahwa "Problem sebenarnya adalah kaum Sunni. Mereka berada di atas anggin kekuasaan, sedang kaum Syiah merupakan orang-orang yang terpinggirkan." Waktu berlalu, dan temanku telah pension dari dinas pemerintahan. Pada sore yang begitu kantuk di musim gugur tahun 2001, setelah pristiwa 11 September. Istirahatnya terganggu oleh suara raungan sirine, dari iring-iringan SUV hitam berhenti di depan rumahnya di Islamabad. Teman lama Amerikanya itu sekarang merupakan orang penting di Washington telah kembali lagi ke Pakistan untuk menyusun rencana perang selanjutnya di Afganistan. Orang itu bertanya, "Apakah kamu masih Sunni? Aku ingin kau menjelaskan kepadaku apa maksutnya dengan mengatakan , bahwa Sunni akan menjadi problem yang sebenarnya." Kemudian dia menjelaskan perbedaannya antara kedua sekte islam itu, siapa telah mendominasi siapa, kapan, serta mengapa, dan apa arti semuanya itu untuk saat sekarang ini.
Masalah yang disampaikan temanku kepada tamu Amerikanya itu pada dasarnya telah membrikan adil besar. Sebagaimana Perang Irak menambah carut-marut permasalahan yang pelik, yang memang sedang dihadapi Amerika paska pristiwa 9/11. Sekarang ada juga implikasi dari konflik Syiah-Sunni yang perlu dipertahankan. Sepertinya pemimpin Amerika harus mencari jalan keluar guna meghadapi ancaman dari ekstrimis Islam. Bergulat dengan tantangan Irak dan Hezbollah di Labanon, lau membawa pembaharuan di Timur Tengah. Saat itu aku sedang melakukan perjalanan untuk kepentingan riset di Pakistan pada April 2003, ketika dua juta orang Syiah berkumpul di Kota Karbala, Irak dalam peringatan Arbain (Hari ke empat puluh). Sebuah peringatan empat puluh hari setelah kesyahidan Iman Husein, seorang Imam suci Syiah pada tahun 680 M. Saddan Husein telah melarang peringatan seperti itu sejak beberapa tahun yang lalu. Dia tidah menghendaki orang-orang Syiah berkumpul bersama pada satu tempat, dalam luapan perasaan agama yang tinggi. Memuliakan seorang pahlawan, yang memiliki hubungan dekat dengan pribadi Nabi Muhammad, dan telah gugur dalam perjalanannya melawan tirani sampai titik darah penghabisan. DIWANPUBLISH.COM Halaman : 324 hal Penulis : Vali Nasr Penerbit : Diwanteen Publishing, Jakarta. Cetakan Pertama, Agustus 2007