Pernahkah kita sadari tentang Hal memberi dan Menerima, Adalah suatu
pelajaran ketika saya pernah memberi tetapi disaat saya lupa tentang apa
yang saya beri saya menerima sesuatu hal yang saya butuhkan, Biasa yang
terpikir oleh kita ketika kita menyebut Memberi adalah sebuah pemberian
Materi yang bernilai dengan Uang, pernahkah kita bayangkan konsep pemberian
yang lebih luas seperti pemberian perhatian, kasih Sayang, Dukungan Moril,
Semangat Ilmu, kesempatan dan lainya.

Dalam Kehidupan Kita yang bergulir kita akan selalu ada saat untuk memberi
dan menerima, Memberi dan menerima bukanlah suatu tindakan yang asing. Semua
manusia akan dengan mudah mengatakan bahwa kedua tindakan tersebut merupakan
bagian  dari aktivitas hidup manusia setiap hari, suatu aksi yang  spontan
sehingga tak perlu membuang banyak waktu untuk berpikir tentangnya. Namun
sesuatu yang amat biasa terkadang menuntut suatu pertimbangan yang lebih
layak.

Tindakan memberi dan menerima sudah dipelajari seseorang sejak ia masih
merupakan seorang bayi. Walau tanpa kesadaran, tindakan paling awal yang
dilakukan seorang bayi adalah “menerima. Sang bayi menerima dan menghirup
udara, ia menerima hidup dan situasi dunia yang sangat jauh berbeda dengan
situasi yang dialaminya ketika ia masih dalam rahim ibu. Perbedaan kondisi
hidup yang diterima sang bayi pada titik awal ini sering amat menakutkan.
Karena itu sang bayi lalu menangis. Ia membutuhkan sesutu, ia membutuhkan
perlindungan yang dengan segera diterimanya dari tindakan memberi dari
seorang ibu. Semua yang dialami bayi pada tahap awal ini akan sangat
berpengaruh bagi perkembangan hidupnya  selanjutnya, bukan saja terbatas
pada aksi memberi dan menerima,tetapi juga secara luas dalam keseluruhan
aktivitas hidup sosialnya.Sang bayi belajar memberi dan menerima, dan
menjadikannya sebagaiaktivitas spontan hidup hariannya.

Antara kedua tindakan tersebut sulitlah untuk dibuat distinksi, sulitlah
untuk dibuat prioritas tindakan manakah yang lebih penting  dan harus
didahulukan. Ada sekian banyak konteks yang harus turut dipertimbangkan
untuk memberikan penekanan pada satu dari kedua aksi tersebut. Dalam dunia
psikoterapi, yang juga amat menuntut keterlibatan kedua tindakan tersebut,
“therapeutic acceptance” lebih  banyak dipandang sebagai unsur penting dalam
sebuah proses penyembuhan, lebih dari pada berbagai “technological medicine”
lainnya. Kebanyakan klien yang mengalami goncangan psikologis melihat
hidupnya amat tidak bernilai. Carl Gustav Jung, seorang  psikiater terkenal
asal Swiss, mengindikasikan bahwa sepertiga dari  pasien yang datang
kepadanya menderita kehampaan makna hidup (the  meaninglessness of life).
Hal ini bertolak dari ketidak-sanggupan             klien untuk menemukan
arti dari keberadaan dirinya sendiri, yang mencakup keseluruhan aspek
personalitasnya.

Dalam situasi seperti ini, tindakan “menerima” yang diekspresikan sang
psikiater akan melahirkan suatu pemahaman baru dalam diri klien. Dia akan
menyadari bahwa dirinya ternyata masih memiliki sesuatu, bahwa ia masih
memiliki kata-kata yang layak didengar,sekurang-kurangnya oleh dia yang kini
sedang berada di depannya. Adalah suatu kebahagiaan terbesar dalam hidup
untuk menyadari bahwa saya masih layak didengarkan, masih layak diterima,
masih layak dicintai dan mencintai. Dalam proses inilah si klien
perlahan-lahan menemukan arti dirinya, dan inilah awal dari suatu proses
penyembuhan.

Dalam Agama yang kita anut banyak menekankan untuk pada tindakan manusia
untuk “memberi”. Tindakan memberi, apapun bentuknya baik material maupun
rohaniah seperti pemberian kemampuan diri, bakat ataupun waktu bagi orang
lain, adalah sebuah  benih-benih yang tertabur, yang pada baliknya akan
bertumbuh dan memberikan panen yang berlimpah. tindakan kita untuk memberi
tidak pernah berlangsung sia-sia, tetapi bahwa dalam tindakan tersebut baik
si penerima maupun si pemberi sama-sama menerima  “sesuatu”. Bahkan si
pemberi menerimanya kembali dalam jumlah yang   telah dipergandakan. Namun
hal ini tidak dimaksudkan untuk  memperkokoh paham jkuno “do ut des”,
memberi untuk menerima kembali (saya memberi agar engkaupun memberi). dalam
hal memberi kita dituntut sebuah keikhlasan tanpa mengharapkan kembalian,
walau ternyata konsep yang saya pahami ketika kita memberi cepat atau lambat
pasti kita akan menerima. pemberian itu dan melimpahkannya kembali kepada si
pemberi dalam  bentuk dan sarana yang tak dipahami oleh kita sebagai
manusia.

Oleh karena itu teruslah memberi untuk menerima, bahkan dalam ajaran islam
QS.Ath-Talaq ayat 7. " ..dan hendaklah orang yang disempitkan rezekinya
bersedekah." maksudnya adalah memberi atau sedakah tidak hanya milik orang
yang berlebihan harta, anda bisa memberi dengan pengetahuan yang anda
berikan, amalkan ilmu anda pada sesama yang membutuhkan. Ingat, jangan
menetapkan tarif karena dengan memberi kita akan mendapat yang lebih
besar... teruslah memberi dengan bermodalkan Keikhlasan diri dan anda akan
menerima lebih besar dari yang anda berikan

Sekarang saatnya kita saling berbagi, dengan siapa saja terutama dengan
saudara-saudara kita yang terkena musibah.

" Memberi ibarat anda menanam benih, dan akan tumbuh di setiap pucuk satu
atau lebih kebaikan yang akan anda siap panen"

September 2009
EA


-- 
Best Regard
Erwin Arianto,SE
エルイン アリアント (内部監査事務局)
-------------------------------------
SINCERITY, SPEED,  INOVATION & INDEPENDENCY
----------------------------------
Pengharapan itu sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita
yang telah dilabuhkan sampai kebelakang tabir.

- Terus mengharapkan yang terbaik, maka kita akan menghasilkan yang terbaik.
- Jangan bersungut-sungut tetapi mengucap syukurlah  senantiasa.


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke