Ego Kita, Salah Satu Penyebab Maraknya Pungli

Bulan Depan, SIM (surat Izin Mengemudi) saya habis masa berlakunya, dan ini
berarti harus mengurusnya pada bulan Ramadhan. Berurusan dengan pelayanan
publik di bulan Ramadhan atau menjelang Lebaran, bukanlah suatu hal yang
menyenangkan. Pertama, karena selama Ramadhan, gairah kerja manusia
cenderung menurun. Jadi, biasanya jam kerja menyusut drastis alias kurang
effisien. Kedua, kebutuhan hampir semua orang cenderung meningkat, sehingga
berbagai cara digunakan untuk mencukupinya. Salah satunya dengan "mengutip"
dari berbagai sumber dengan dalih untuk THR. Dengan pertimbangan dua hal
tersebut, maka saya memutuskan untuk mengurus perpanjangan SIM satu minggu
sebelum masuk bulan Ramadhan.

Lima tahun yang lalu, kala memperpanjang SIM di Samsat Polda Jaya - Jl. Daan
Mogot, saya merasa beruntung karena saat itu, sedang ada penertiban calo.
Jadi, saat itu, semua orang wajib antri dan tertib. Bahkan yang tidak
berkepentingan mengurus SIM tidak boleh masuk ke lobby gedung. Karenanya
kitapun membayar biaya perpanjangan SIM sesuai "banderol" alias biaya resmi.
Semua berjalan dengan tertib dan dalam waktu 1 1/2 jam perpanjangan SIM
sudah di tangan.

Sudah beberapa bulan, saya mendapat kabar, bahwa Proses Perpanjangan SIM
dapat dilakukan di Polres setempat. Sedangkan pembuatan SIM baru masih tetap
di Jl. Daan Mogot yang gersang itu. Dengan demikian antrian menjadi
berkurang sehingga waktu pemrosesan perpanjangan SIM bisa diperpendek.
Apalagi Polda Jaya juga memberikan layanan perpanjangan SIM keliling yang
digelar di pusat-pusat keramaian. Begitu yang saya baca di koran.

Sebelum D day, saya mulai mengumpulkan berbagai informasi dari kiri-kanan
mengenai lokasi loket, biaya, lama pengurusan, kepadatan orang dan bahkan
hingga kenyamanan di ruang tunggu. Maklum saja, sebagai "kuli", tentu saya
merasa jengah bila baru masuk kantor kala jam makan siang sudah mendekat.
Apalagi, pada hari yang sama, saya diminta big boss untuk ikut rapat di luar
kantor.

Berbekal informasi seperti itu, maka tekad sudah dipancang. Tahun ini, saya
akan mengurus perpanjangan SIM sendiri, maksudnya tanpa calo. Toh letak
Polres Jakarta Selatan tidak terlalu jauh dari kantor. Malah selalu dilewati
setiap hari. Bukan soal keberatan dengan biayanya. Kita harus punya komitmen
untuk memberantas pungli dan mulai berdisiplin, menertibkan diri sendiri.
Kalau tidak, kapan lagi kita membenahi kesemrawutan negeri ini. Jangan lagi
kita memberi peluang untuk terjadinya pungli/kkn. Kalau kita tidak memulai
dari diri sendiri, maka.... pungli tidak akan pernah bisa diberantas. Toh,
lima tahun yang lalu saya sudah merasakannya. Jadi mengapa tidak
mengulanginya tahun ini. Antri 1 jam setiap 5 tahun tentu tidak terlalu
merugikan. Jadi sama rasa dengan orang lain ...

Nah, ... pada D day, setelah mengantar suami ke pemberhentian Busway di Al
Azhar, saya memutar balik kendaraan ke arah Jl. Darmawangsa, lokasi Polres
Jakarta Selatan. Saya pernah berkunjung sekali sewaktu membuat proses verbal
peristiwa perampokan uang sekitar 4 tahun yang lalu (kalau tidak salah).
Namun demikian, kembali mengunjungi Polres Jakarta Selatan, memang agak
"senewen" juga. Maklum saja, selama ini dalam benak saya sudah terpatri
erat, bahwa berurusan dengan polisi, berarti harus siap "kehilangan" lebih
besar lagi dari apa yang telah hilang. Orang bilang... lapor ke polisi
kehilangan kambing, keluar dari kantor polisi, malah kehilangan sapi.
Apalagi petunjuk arah/ruang sama sekali minim. Jadi mesti tanya sana sini.
Kondisi ini malah semakin memperkuat persepsi "ada jebakan" untuk harus
melalui oknum perantara dulu.

Tiba di Polres, jam baru menunjukkan pukul 8.15. Di gerbang, kaca mobil
diturunkan, dan penjaga menanyakan keperluan. Saya tanya :

" Dimana letak loket perpanjangan SIM?"

"Ibu parkir saja mobilnya di depan situ" jawab polisi penjaga pos. Dia tidak
menjawab pertanyaan saya. Entah sengaja atau memang tidak mendengar jelas
suara saya.

"Saya hanya ingin tahu lokasi untuk memperpanjang SIM" katasaya lagi.

"Bu ... parkir saja dulu, nanti saya bantu", begitu ujarnya sekali lagi.

Takut menghalangi orang yang mau masuk ke halaman polres, saya memarkir
mobil di halaman yang relatif lengang. Di halaman polres, terlihat puluhan
orang sedang senam pagi. Entah apakah polisi atau petugas administrasi atau
mungkin para purnawirawan.

 Keluar dari mobil, si polisi sudah menunggu.

"Bu, mari saya bantu ... 15 menit selesai. Tidak lebih dari itu. Ibu tidak
perlu antri." Begitu penawarannya.

Gila ..., dari bayangan harus mengantri selama 1 1/2 jam, saya digoda dengan
tawaran hanya 15 menit saja... Duh ....

"Berapa biayanya?", tanya saya, mulai tergoda sekaligus ingin membandingkan
dengan ancer-ancer biaya yang diperoleh dari teman/adik, bila kita mengurus
sendiri.

"Seratus lima puluh ribu untuk orang dalam dan upah dua puluh ribu",
sahutnya lagi.

"Lho kok mahal ... bukan Rp.150 ribu all in?", tawar saya.

"Berikan SIM dan KTP ibu. Yang di dalam nggak bisa di tawar-tawar bu..."
lanjutnya lagi, tidak memberikan kesempatan saya untuk berpikir ataupun
menolak.

 Otak saya langsung menghitung. Adik ipar saya bilang, biaya perpanjangan
SIM A all ini kira-kira Rp. 120 ribu dan menunggu selama *+* 90 menit. Saya
ditawari Rp.170 ribu untuk 15 menit saja. Selisih Rp.50 ribu untuk menunggu
15 menit tentu cukup signifikan bila dibandingkan dengan nilai setiap jam
kerja saya yang hilang karena harus antri di polres. Apalagi masa berlakunya
5 tahun … Jadi, anggaplah saya membayar jasa pengurusan SIM sebesar
Rp.10ribu per tahun. Anggaplah saya berbagi rejeki dengan para calo ….
Toh yang
diperolehnya hanya seujung jarum dibandingkan dengan komisi yang diterima
oleh para penggede Polri dalam kasus pengungkapan "rekening bank" oleh
KPATK. Saya juga khawatir terlambat menuju tempat rapat, di luar kantor pada
jam 11. Berbagai pembenaran terpaksa dicari …. Duh godaan !!! Walhasil,
batallah tekad saya untuk mengurus perpanjangan SIM tanpa calo.

 Demikianlah, saya menyerahkan SIM+KTP disertai uang sebesar Rp.151.000,-.
Uang Rp.1.000,- adalah ongkos fotokopi 1 lembar KTP di Polres. Bayangkan ….
Ini pasti ongkos fotokopi termahal di Indonesia. Usai membuat fotokopi KTP,
saya mengikuti lelaki yang ditunjuk oleh polisi untuk mengurus perpanjangan
SIM.

 Tiba di depan ruang foto SIM, sudah ada kira-kira 10 orang sedang menunggu.
Di dalam ruang foto, ada sekitar 5 orang duduk sambil memegang kertas contoh
tandatangan, menunggu giliran diambil foto dan sidik jari. Lelaki itu
langsung menuju loket, tidak sampai 5 menit, saya dipanggil, diminta
menggoreskan tandatangan lalu langsung diambil foto dan sidik jari. Seluruh
prosesnya tidak lebih dari 5 menit saja. Lalu saya keluar untuk menunggu SIM
card yang baru.

 Sambil menunggu, saya melongok ke ruang foto, melihat orang-orang yang
sedang duduk menunggu. Sementara itu, petugas keluar masuk memanggil
orang-orang yang akan diambil foto dan sidik jari, tanpa sekalipun
mengacuhkan orang-orang yang sedang duduk menunggu di dalam ruang. Satu ..
dua …tiga orang berpakaian rapi di belakang saya, satu demi satu masuk ruang
foto. Sementara menunggu, mata saya terpaku dengan pandangan salah satu
penunggu di dalam ruang. …. Lelaki berpeci dan berjanggut itu menatap tajam
ke arah saya…..

 Saya tercekat ….. bukan …. Bukan karena matanya yang tajam bak elang itu
atau bahkan tergoda oleh gantengnya wajah orang itu. Tidak, sama sekali
bukan karena itu …!!! Dalam pandangan tajamnya, yang setajam mata pisau itu,
saya merasa dituduh ….. :

"Dengan uang yang kamu miliki, kamu telah mendzalimi kami yang menunggu
bermenit-menit di dalam ruangan ini. Kamu sombong ….. kamu egois…."

 Duh … tak tahan merasakan pandangan tajam itu, saya langsung meninggalkan
ruang tunggu, menuju tempat parkir. Saya terduduk lemas …. Istighfar ...
Menyadari, betapa keleluasaan uang yang saya miliki telah membuat saya
menganiaya mereka. Membiarkan mereka menunggu berlama-lama. Saya menyerobot
hak mereka .....Bukan itu saja ….. ego saya yang terlalu besar, membuat saya
lupa. Lupa pada niat semula untuk tidak memberikan peluang terjadinya
pungli. Diam-diam, saya memohon ampun pada Allah SWT … Istighfar berulang
kali dan sepanjang hari …. Semoga Allah SWT menguatkan niat baik, dan muali
dari saat ini hingga di kemudian hari, menjauhkan saya dari godaan-godaan
duniawi baik yang kecil-kecil apalagi godaan yang lebih besar dari itu ….
Semoga perbuatan mendzalimi orang lain seperti ini adalah perbuatan yang
terakhir kali saya lakukan….

 Duh … ternyata berat juga menerapkan kiatnya Aa Gym ….

Mulai dari diri sendiri …

Mulai dari hal yang kecil …

Mulai dari hari ini …..

Buat mereka yang merasa terdzalimi pada saat itu di Polres Jakarta Selatan,
dari lubuk hati terdalam, saya meminta maaf disertai janji untuk tidak
mengulangi hal yang sama di kemudian hari

--
Harlina Alwi


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

-----------------------------------------------***
Donasi Dana untuk Sarikata.com :

No Rek : 145-118-2990
Atas Nama : Yudhi Aprianto
BCA KCP : Gatot Subroto Jkt

Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas donasi yang telah Anda 
berikan demi kelangsungan Sarikata.com di dunia maya ini.

-----------------------------------------------***
cara keluar dari milis ini :
kirim email kosong ke sarikata-unsubscr...@yahoogroups.com 
dan REPLY email konfirmasi dari yahoogroups.

Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/sarikata/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/sarikata/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:sarikata-dig...@yahoogroups.com 
    mailto:sarikata-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    sarikata-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke