RE: [assunnah]>>Jual beli kurs<
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu -Original Message- From: assunnah@yahoogroups.com Sent: Thursday, July 12, 2007 8:08 AM To: assunnah@yahoogroups.com Subject: RE: [assunnah]>>Jual beli kurs<< From: Abdul Aziz Sent: Wednesday, 11 July, 2007 2:41 PM Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu. Ana mempunyai teman yang melakukan jual beli mata uang asing, dan ana sendiri memiliki bisnis sampingan percetakan. Kemudian teman ana tersebut memesan COVER/TEMPAT untuk menyimpan uang asing tersebut, karena uangnya akan dikirim ke luar daerah (pembelinya di luar daerah). Pertanyaan: 1. Apa hukumnya jual beli mata uang asing (dengan tujuan untuk dijual kembali ketika harganya naik)? 2. Apakah ana berdosa karena mencetak COVER/TEMPAT uang tersebut? Jazakumullah khairan katsiran atas jawabannya. Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu Wa'alaikumussalam warohmatullohi wabarokaatuh. Ana pernah baca di kitab "Kumpulan Fatwa Jual Beli" penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, bahwa Lajnah Ad-Da'imah memfatwakan tentang berjual beli valas. Mungkin antum bisa coba merujuk ke kitab tersebut. Wassalam, Yulianto Abu Muhammad Jual Beli Mata Uang Dan Menjual Mata Uang Dengan Tenggang Waktu Oleh Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta http://www.almanhaj.or.id/content/2005/slash/0 Pertanyaan. Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Seperti yang anda ketahui bahwa diantara transaksi perdagangan, khususnya yang terjadi diantara mereka sekarang ini, yaitu jual beli mata uang yang beraneka ragam, sebagian dengan sebagian yang lainnya. Dolar misalnya, dijual dengan Riyal, Riyal dijual dengan Poundsterling, Poundsterling dengan Dinar Kuwait, dan demikian seterusnya. Yang perlu diperhatikan, bahwa masing-masing mata uang tersebut memiliki harga tersendiri untuk dijual dan harga lainnya untuk dibeli. Untuk mata uang lokal yaitu Riyal Saudi, jika kita hendak menjual beberapa dolar ke salah satu money changer maka akan dibeli dengan harga 3,25 (3 riyal 25 halalah). Tetapi jika kita hendak membeli dolar dari tempat yang sama, niscaya dia akan menjual kepada kami satu dolar dengan harga 3,30 (3 riyal 30 halalah), yakni dengan selisih 5 halalah antara dua mata uang tersebut saat beli dan jual. Mengenai transaksi, kami hendak bertanya kepada Anda beberapa hal berikut ini: [1]. Apakah transaksi di atas benar dan boleh dari kaca mata syariat, dan apakah kami boleh menyebutnya sebagai jual beli? [2]. Jika transaksi itu boleh, lalu apa dalil yang membedakan antara hal ini dengan uang yang berbau riba yang tidak boleh dilakukan penambahan pada saat dilakukan penukaran, sebagaimana yang Anda ketahui? Jawaban [1]. Transaksi tersebut merupakan akad dalam dua harta yang mengandung riba, yang boleh yaitu jika dilakukan tangan dengan tangan (seketika). Meskipun berbeda dua barang yang ditukar, karena adanya perbedaan jenis. Hal itu didasarkan pada apa yang ditegaskan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, dimana beliau bersabda. Artinya : Janganlah kalian menjual emas dengan emas kecuali sama banyaknya, janganlah pula melebihkan sebagiannya atas sebagian lainnya, dan jangan pula menjual perak dengan perak kecuali sama banyaknya, serta janganlah kalian melebihkan sebagian atas sebagian lainnya. Dan janganlah kalian menjual dengan cara sebagian ditangguhkan dan sebagian lainnya tunai[1] Uang kertas itu menyerupai dua uang logam ; emas dan perak, sebagaimana disebutkan di dalam pertanyaan adalah berbeda jenis sehingga boleh dilakukan adanya penambahan, karena masing-masing mata uang kertas dianggap jenis yang berdiri sendiri sesuai dengan negara yang mengeluarkannya, tetapi dalam hal ini harus dilakukan serah terima di tempat akad. Sebab, ada larangan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tentang jual beli suatu yang tunai dengan suatu yang ditangguhkan. Dan akad semacam ini disebutkan dengan penukaran yang merupakan salah satu bentuk jual beli. [2]. Keadaannya seperti itu pada seluruh harta yang bisa berbau riba, seperti gandum, jelai, tamr (kurma), anggur kering, di mana diperbolehkan menukarkan antara barang-barang tersebut jika satu jenis, dengan syarat semisal dan ada serah terima di tempat pelaksanaan akad. Dan diperbolehkan adanya penambahan (selisih harga) jika berbeda jenis, dan barang diserahkan langsung dan tidak boleh dutangguhkan pada waktu pelaksanaan akad. Dan diharamkan adanya penambahan (selisih harga) antara dua obyek penukaran secara mutlak baik seketika maupun ditangguhkan, jika jenisnya satu. Dan diharamkan pula penangguhan antara kedua obyek tersebut secara mutlak. Demikian pula diharamkan penangguhan salah satu dari keduanya, kecuali jika salah satu dari keduanya berupa mata uang, sedangkan yang lainnya tidak berupa mata uang sebagaimana dalam jual beli salam dan jual beli dengan tenggang waktu. Pertanyaan. Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Dengan mengkiaskan pada dibolehkan
RE: [assunnah]>>Jual beli kurs<
From: Abdul Aziz Sent: Wednesday, 11 July, 2007 2:41 PM Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu. Ana mempunyai teman yang melakukan jual beli mata uang asing, dan ana sendiri memiliki bisnis sampingan percetakan. Kemudian teman ana tersebut memesan COVER/TEMPAT untuk menyimpan uang asing tersebut, karena uangnya akan dikirim ke luar daerah (pembelinya di luar daerah). Pertanyaan: 1. Apa hukumnya jual beli mata uang asing (dengan tujuan untuk dijual kembali ketika harganya naik)? 2. Apakah ana berdosa karena mencetak COVER/TEMPAT uang tersebut? Jazakumullah khairan katsiran atas jawabannya. Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu Wa'alaikumussalam warohmatullohi wabarokaatuh. Ana pernah baca di kitab "Kumpulan Fatwa Jual Beli" penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, bahwa Lajnah Ad-Da'imah memfatwakan tentang berjual beli valas. Mungkin antum bisa coba merujuk ke kitab tersebut. Wassalam, Yulianto Abu Muhammad Jual Beli Mata Uang Dan Menjual Mata Uang Dengan Tenggang Waktu Oleh Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta http://www.almanhaj.or.id/content/2005/slash/0 Pertanyaan. Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Seperti yang anda ketahui bahwa diantara transaksi perdagangan, khususnya yang terjadi diantara mereka sekarang ini, yaitu jual beli mata uang yang beraneka ragam, sebagian dengan sebagian yang lainnya. Dolar misalnya, dijual dengan Riyal, Riyal dijual dengan Poundsterling, Poundsterling dengan Dinar Kuwait, dan demikian seterusnya. Yang perlu diperhatikan, bahwa masing-masing mata uang tersebut memiliki harga tersendiri untuk dijual dan harga lainnya untuk dibeli. Untuk mata uang lokal yaitu Riyal Saudi, jika kita hendak menjual beberapa dolar ke salah satu money changer maka akan dibeli dengan harga 3,25 (3 riyal 25 halalah). Tetapi jika kita hendak membeli dolar dari tempat yang sama, niscaya dia akan menjual kepada kami satu dolar dengan harga 3,30 (3 riyal 30 halalah), yakni dengan selisih 5 halalah antara dua mata uang tersebut saat beli dan jual. Mengenai transaksi, kami hendak bertanya kepada Anda beberapa hal berikut ini: [1]. Apakah transaksi di atas benar dan boleh dari kaca mata syariat, dan apakah kami boleh menyebutnya sebagai jual beli? [2]. Jika transaksi itu boleh, lalu apa dalil yang membedakan antara hal ini dengan uang yang berbau riba yang tidak boleh dilakukan penambahan pada saat dilakukan penukaran, sebagaimana yang Anda ketahui? Jawaban [1]. Transaksi tersebut merupakan akad dalam dua harta yang mengandung riba, yang boleh yaitu jika dilakukan tangan dengan tangan (seketika). Meskipun berbeda dua barang yang ditukar, karena adanya perbedaan jenis. Hal itu didasarkan pada apa yang ditegaskan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, dimana beliau bersabda. Artinya : Janganlah kalian menjual emas dengan emas kecuali sama banyaknya, janganlah pula melebihkan sebagiannya atas sebagian lainnya, dan jangan pula menjual perak dengan perak kecuali sama banyaknya, serta janganlah kalian melebihkan sebagian atas sebagian lainnya. Dan janganlah kalian menjual dengan cara sebagian ditangguhkan dan sebagian lainnya tunai[1] Uang kertas itu menyerupai dua uang logam ; emas dan perak, sebagaimana disebutkan di dalam pertanyaan adalah berbeda jenis sehingga boleh dilakukan adanya penambahan, karena masing-masing mata uang kertas dianggap jenis yang berdiri sendiri sesuai dengan negara yang mengeluarkannya, tetapi dalam hal ini harus dilakukan serah terima di tempat akad. Sebab, ada larangan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tentang jual beli suatu yang tunai dengan suatu yang ditangguhkan. Dan akad semacam ini disebutkan dengan penukaran yang merupakan salah satu bentuk jual beli. [2]. Keadaannya seperti itu pada seluruh harta yang bisa berbau riba, seperti gandum, jelai, tamr (kurma), anggur kering, di mana diperbolehkan menukarkan antara barang-barang tersebut jika satu jenis, dengan syarat semisal dan ada serah terima di tempat pelaksanaan akad. Dan diperbolehkan adanya penambahan (selisih harga) jika berbeda jenis, dan barang diserahkan langsung dan tidak boleh dutangguhkan pada waktu pelaksanaan akad. Dan diharamkan adanya penambahan (selisih harga) antara dua obyek penukaran secara mutlak baik seketika maupun ditangguhkan, jika jenisnya satu. Dan diharamkan pula penangguhan antara kedua obyek tersebut secara mutlak. Demikian pula diharamkan penangguhan salah satu dari keduanya, kecuali jika salah satu dari keduanya berupa mata uang, sedangkan yang lainnya tidak berupa mata uang sebagaimana dalam jual beli salam dan jual beli dengan tenggang waktu. Pertanyaan. Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Dengan mengkiaskan pada dibolehkannya jual beli dengan tenggang waktu yang di dalamnya dilakukan penambahan nilai barang dari harga yang harus dibayar secara tunai. [1]. Apkah kami boleh membeli dari satu pihak tertentu (money changer atau yang lainnya)