Tugas Hidup
Hanya manusia yang sering merasa terpanggil untuk melakukan sesuatu;
untuk menyelamatkan orang lain dari bencana, merasa terpanggil untuk
menyelamatkan bangsa, dan panggilan-panggilan lain yang bernuansa
perjuangan dan pengorbanan. Ternyata orang juga jarang merumuskan apa
tugasnya dalam hidup, kecuali tugas yang memang sudah menghadang di
depan mata. Sedangkan rumusan tugas sebagai konsep hidup jarang yang
merasa harus merumuskannya. Inilah yang menyebabkan ada pejuang yang
tersesat. Awalnya seseorang merasa terpanggil untuk menyelamatkan
orang banyak dari kesulitan, tetapi setelah berhasil dan ia diangkat
menjadi pemimpin dan menikmati fasilitas sebagai pemimpin, konsep
tugasnya menjadi kabur. Pejuang yang semula tulus bertugas membela
orang lain itu akhirnya tersesat menjadi bekerja keras mempertahankan
kedudukannya demi untuk diri sendiri, meski masih dibungkus demi
rakyat atau demi kemanusiaan, tetapi hati dan nuraninya tidak bisa
berbohong bahwa ia tidak sedang memperjuangkan orang lain.
Konsistensi terhadap panggilan tugas biasanya teruji ketika harus
berkorban, atau menghadapi keadaan yang sangat sulit, atau ketika
harus berpisah dengan fasilitas yang menyenangkan.
Rumusan tugas hidup juga bisa dibuat oleh manusia berdasarkan
citarasanya sebagai manusia yang hidup di tengah realita obyektipnya,
oleh karena itu rumusan tugas hidup yang dibuat tidak sama,
bergantung kepada kemampuan memahami siapa dirinya dihubungkan dengan
realitas yang dihadapi.
Menurut ajaran Islam, tugas hidup manusia, sepanjang hidupnya hanya
satu tugas, yaitu menyembah kepada Sang Pencipta, atau dalam bahasa
harian disebut ibadah. Disebutkan dalam al Qur'an bahwa tidaklah
Tuhan menciptakan manusia dan jin kecuali untuk menyembah kepada Nya,
wama khalaqtu al jinna wa al insa illa liya`budun. Menjalankan ibadah
bukanlah tujuan hidup manusia, tetapi tugas yang harus dikerjakan
sepanjang hidupnya. Ibadah mengandung arti menyadari dirinya kecil
tak berarti, meyakini kekuasaan Yang amat Besar dari Tuhan Sang
Pencipta, dan disiplin dalam kepatuhan kepada Nya. Oleh karena itu
orang yang menjalankan ibadah mestilah rendah hati, tidak sombong dan
disiplin. Itulah etos ibadah. Ibadah ada yang bersifat mahdlah atau
murni, yakni ibadah yang hanya satu dimensi, yaitu dimensi vertikal,
patuh tunduk kepada Alloh Yang Maha Kuasa, seperti salat dan puasa,
ada ibadah yang bersifat material-sosial seperti zakat dan sadaqah,
ada ibadah yang bersifat fisik, material dan sosial seperti ibadah
haji. Ibadah juga terbagi menjadi dua klassifikasi, ibadah khusus dan
ibadah umum. Ibadah khusus adalah ritual yang bersifat baku dan
ketentuannya langsung dari wahyu atau dari Nabi, sedangkan ibadah
umum adalah semua perbuatan baik yang dikerjakan dengan niat baik
(niat ibadah) dan dilakukan dengan cara yang baik.
Berbisnis yang dikerjakan dengan cara benar dan niat benar merupakan
amal ibadah, bahkan oleh Nabi disebut sebagai sebaik-baik pekerjaan,
karena inti berbisnis adalah membantu mendekatkan orang lain dari
kebutuhannya. Menuntut ilmu adalah ibadah yang sangat besar nilainya,
asal dilakukan dengan niat baik dan dengan cara yang baik. Bahkan
menunaikan syahwat seksual yang dilakukan dengan halal (suami isteri)
dan dilakukan dengan cara baik (ma`ruf) adalah ibadah. Dengan
demikian kita dapat menjalankan tugas ibadah dalam semua aspek
kehidupan kita, sesuai dengan bakat, minat dan professi kita.
Perbedaan pandangan hidup akan membuat perbedaan nilai dan perbedaan
persepsi. Orang yang tidak mengenal ibadah, mungkin sangat sibuk dan
lelah mengerjakan tugas-sehari-hari, tetapi nilainya nol secara
vertikal, sementara orang yang mengenal ibadah, mungkin sama
kesibukannya, tetapi cara pandangnya berbeda, dan berbeda pula dalam
mensikapi kesibukan, maka secara psikologis ia tidak merasa lelah
karena merasa sedang beribadah.
Wassalam,
agussyafii
==
Sekiranya berkenan mohon kirimkan komentar anda melalui
http://mubarok-institute.blogspot.com, [EMAIL PROTECTED]
==