Many Thanks mba Uttiek.
Regards,
Ibunda Divya.
From: milis-nakita@news.gramedia-majalah.com
[mailto:milis-nakita@news.gramedia-majalah.com]
On Behalf Of uttiek
Sent: 12 Juni 2006 16:35
To: milis-nakita List Member
Subject: [milis-nakita] anak jatuh
{01}
Dear nakita-ers,
Setiap kali menghadapi rintangan atau situasi baru yang
datanya belum terekam, bukan tidak mungkin ia jatuh lagi. Terutama kalau ia
belum mampu mengerem kecepatan langkahnya atau berbalik arah secara mulus.
Kemungkinan lain, anak terjatuh karena tak mampu menahan keseimbangan tubuhnya
saat melangkah di atas permukaan yang tidak rata.
Semoga artikel ini membantu
Salam,
Uttiek
JATUH TAK MEMBUAT SI
KECIL JERA
Membiarkan si kecil sesekali terjatuh justru akan
memberinya pelajaran berharga
Saat anak
memasuki usia satu tahun ada kebahagiaan tersendiri yang dirasakan orang tua
sebagai anugerah. Tak heran kalau ulang tahun pertama umumnya dirayakan secara
meriah dengan penuh rasa syukur karena si kecil sudah melewati masa bayinya.
Bersamaan dengan itu, kemampuan jelajah si kecil juga sudah meluas. Ia kini
sudah bisa bergerak dengan merangkak atau berjalan ke mana pun dia mau. Padahal
berdiri saja belum tegak benar dan kalau melangkah masih terlihat oleng.
Toh, meski sudah bolak-balik
jatuh, si batita tetap saja ngotot melangkahkan kakinya untuk berjalan atau
berlari tanpa mengenal takut. Sebaliknya, orang tua begitu khawatir buah
hatinya akan terantuk atau terjatuh. Lalu dengan alasan melindungi, orang tua
akan membatasi eksplorasinya. Pertanyaannya, apakah perlakuan orang tua yang
seperti itu sudah tepat?
JATUH-BANGUNPERKAYA
MEMORI
Agaknya perlu disimak pendapat
psikolog dari RSAB Harapan Kita, Dra. M
Louise M.M. Psi. Ia menegaskan, kegagalan atau jatuh-bangun dalam
proses belajar merupakan hal yang biasa. "Dulu selagi kita belajar naik
sepeda, contohnya, siapa sih yang tidak terluka karena jatuh? Begitu juga saat
kita tengah belajar berjalan. Coba saja tanyakan ke orang tua kita berapa puluh
kali dulu kita jatuh bangun saat itu." Jadi benar kata pepatah,
"Kalau ingin berhasil ya harus berani gagal dulu."
Bukankah ketika anak terjatuh, ia
akan merasa makin tertantang dan berintrospeksi. "Oh ternyata sakit dan
enggak enak ya kalau jatuh." Momen inilah yang bisa dijadikan anak untuk
berintrospeksi, tentunya setelah diarahkan orang tua. Cantohnya, "Oh, kata
mama aku jatuh karena terpeleset di lantai yang licin. Mama bilang kalau jalan
aku harus hati-hati."
Dari pengalaman semacam itu anak
akan belajar, "Aku enggak mau lagi jatuh. Soalnya, jatuh itu sakit."
Begitu ia mendapat pengalaman dan belajar darinya, saat menghadapi jalan licin,
memori mengenai pengalaman tak enak tadi akan muncul sebagai data, "Jalan
ini licin. Aku harus pegangan dan hati-hati supaya enggak jatuh lagi."
Nah, refleks semacam ini jika muncul terus-menerus akan terakumulasi sebagai
suatu bentuk keterampilan yang membuat anak siaga.
Tentu saja bukan berarti setelah
itu anak langsung lancar jalannya. Setiap kali menghadapi rintangan atau
situasi baru yang datanya belum terekam, bukan tidak mungkin ia jatuh lagi.
Terutama kalau ia belum mampu mengerem kecepatan langkahnya atau berbalik arah
secara mulus.
Kemungkinan lain, anak terjatuh
karena tak mampu menahan keseimbangan tubuhnya saat melangkah di atas permukaan
yang tidak rata. Itulah sebabnya, tandas Lusi, "Makin kaya pengalaman yang
didapat, kian banyak proses pembelajaran dan data yang diperoleh anak sebagai
bekalnya untuk bisa berjalan normal seperti orang dewasa."
Ia menambahkan, data yang akan
memperkaya memori anak bisa diberikan orang tua dalam bentuk trik yang
dipraktekkan, jadi bukan hanya lewat pengalaman terjatuh. Caranya,
sering-seringlah mengajak batita belajar berjalan. Namun ketika melewati jalan
yang berpeluang menyebabkan anak jatuh, orang tua sebaiknya langsung memberikan
masukan. Misalnya, "Hati-hati ya Sayang, jalannya menanjak nih. Kamu mesti
jalan pelan-pelan sambil pegangan."
Begitu juga saat anak melakukan
gerakan berjalan yang membuatnya tidak seimbang. Sambil menuntun anak, orang
tua bisa memberikan contoh, "Lihat Ayah deh. Begini nih, kalau berjalan,
pandangan lurus ke depan." Hanya saja trik seperti ini lebih sering
menemui jalan buntu karena pola pikir anak masih konkret. Dengan kata lain,
masukan "data" akan lebih cepat terekam apabila ia mendapat
pengalaman langsung.
JANGAN
PELIT REWARD
Saat bisa melakukan sesuatu yang
baru, anak juga perlu tanggapan dari orang tuanya. Lusi menyarankan, tanggapan
ini sebaiknya diberikan dalam bentuk reward
saat itu juga. Cukup dengan kalimat sederhana seperti, "Hore anak Ayah
sekarang sudah bisa jalan sendiri." Tujuannya agar anak merasa usahanya
dihargai dan diperhatikan oleh orang tuanya. Selain itu, ia jadi tahu bahwa apa
yang dilakukannya sungguh menyenangkan hati ayah ibunya.
Begitu pula saat anak terjatuh,
orang tua tetap perlu memberi