http://ranah-minang.info/content.php?article.23
Nagari di Minangkabau
oleh Gufron pada Sunday 22 February 2004
Nagari adalah suatu pergaulan hidup tertentu yang mempunyai daerah tertentu,
rakyat tertentu dan pemerintahan tertentu. Nagari tidak terjadi begitu saja.
Nagari terjadi melalui suatu urutan yang dimulai dari Taratak. Sebuah
pepatah mengatakan: Taratak mulo babuek, Sudah taratak manjadi dusun, Sudah
dusun manjadi koto, Baru bakampuang-banagari
Nagari di Minangkabau menurut pemerintahannya merupakan suatu serikat
(federasi). Prinsip nagari adalah bebas mengurus dirinya masing-masing untuk
ke dalam, dengan semboyan "Adat Salingka Nagari". Maksudnya, tiap-tiap
nagari berdiri dengan adatnya. Walaupun cara pemakaiannya tidak sama untuk
tiap nagari, namun mereka selalu siap sedia dan bersama-sama menghadapi soal
ke luar. Bilamana dalam nagari-nagari yang berserikat itu timbul masalah,
baik masalah sosial maupun masalah ekonomi atau politik, penyelesaiannya
tidaklah "barangok ka lua badan", melainkan diselesaikan oleh nagari itu
sendiri, sesuai dengan petuah adat yang berbunyi "Kusuik bulu, paruah
manyalasaikan, kusuik paruah, bulu manyalasaikan".
Susunan nagari di Minangkabau bertingkat-tingkat.
Tingkat pertama adalah Suku
Tiap nagari mempunyai beberapa suku, sekurang-kurangnya ada 4 suku barulah
sah dikatakan nagari. Sesuai bidal yang mengatakan "nagari baampek suku" dan
suku dipimpin oleh Panghulu.
Tingkat kedua Paruik
Adat mengatakan "suku babuah paruik". artinya, tiap suku harus memliki
beberapa buah "paruik". Jika tidak ada, maka suku tersebut belum memenuhi
syarat. Akibatnya nagari belum boleh dibentuk. Yang dimaksud dengan
"Saparuik" adalah suatu kesatuan dari orang-orang, baik laki-laki maupun
perempuan, yang mulanya berasal dari seorang ibu dalam satu angkatan
(generasi). Jadi orang-orang yang "saparuik" adalah mereka yang bertalian
darah dihitung menurut garis asal nenek moyang.
Orang saparuik dapat dibagi pula atas Jurai, yaitu satu kelompok anggota
paruik yang ada dibawah "Kapalo Jurai" yang mempunyai hak daulat ke dalam.
Tingkat ketiga Kampuang
Para keluarga dari suku tadi makin lama makin berkembang. Mereka yang
tinggal sekelompok (berdekatan) mengusahakan ladang dan sawah mereka
masing-masing. Kampung ini dipimpin oleh "Tuo Kampuang" atau "Pangka Tuo
Kampuang", yang dipilih diantara salah seorang laki-laki yang sudah tua atau
yang dituakan dalam kampung.
Hidup berkampung diikat dengan syarat sebagaimana tersebut dalam petitih
berikut:
Singok bagisia,
Halaman salalu,
Sawah sapamatang,
Ladang sabintalak,
Basasok bajarami,
Batunggua panabangan
Bapandam pakuburan
Tingkat keempat adalah Rumah Gadang
Tiap kampung terdiri dari beberapa buah Rumah Gadang. Rumah Gadang ditempati
oleh suatu keluarga besar dari sabuah paruik. Rumah Gadang dipimpin oleh
Tungganai, saudara laki-laki tertua dalam keluarga besar tersebut.
Menurut Undang-Undang Nagari di Minangkabau, sebuah nagari sah bila memenuhi
syarat-syarat yang disimpulkan dalam tujuh hal:
Dusun - taratak
maksudnya adalah lambang pemerintahan.
Labuah - tapian
Labuah artinya urusan hubungan lalu lintas sebagai urat nadi perekonomian
menurut adat.
Tapian adalah lambang kesehatan.
Sawah - ladang.
Lambang pertanian.
Banda - buatan.
Lambang pengairan.
Kabau, jawi - tabek, taman-taman
Lambang peternakan.
Balai - musajik.
Balai adalah lambang hukum dan mufakat.
Sedangkan musajik adalah lambang agama.
Galanggang - pamedanan.
Galanggang adalah lambang olahraga.
Sedangkan pamedanan adalah tempat berhimpun.
ASAL MUASAL NAGARI
Dahulu, nagari adalah empat buah saja namanya, pertama Taratak, kedua Dusun,
ketiga Koto dan keempat Nagari.
Taratak berasal dari kata Tetak, dusun berasal dari kata susun, Koto berasal
dari kata sakato dan nagari berasal dari kata pagar atau dipagari, yaitu
dipagari dengan adat dan undang-undang.
Awalnya nagari adalah rimba besar, dan siapa yang hendak membuat ladang atau
mencari tempat kediaman, maka dicarilah tempat yang baik, dan kalau sudah
dapat barulah mulai menebang batang-batang kayu yang tumbuh ditempat
tersebut, setelah itu barulah dimulai mencangkul atau menjenjang tanah.
Pekerjaan itulah yang dinamakan tetak. Sampai sekarang masih digunakan,
misalnya "manatak kasumayan" atau tempat menaburkan benih, manatak ladang
atau manatak hari (menentukan hari baik untuk perkawinan).
Lama-kelamaan, sebutan itu menjadi biasa dan tempat tersebut dinamakan
Taratak dan sebagai tempat kediamannya.
Tidak berapa lama, datanglah beberapa orang membuat ladang atau tempat
kediaman di sebelah orang yang pertama, dan tempat itu dinamakan Dusun,
karena ladang atau tempat orang-orang itu sudah bersusun.
Selanjutnya, datang pula beberapa orang hendak tinggal disebelah dusun
tersebut untuk membuat rumah atau ladang. karena manusia berkembang juga,
maka tempat itu dinamakan Kampung, yang asal katanya berkampung/berkumpul.
Dan kalau sudah terjadi beberapa kampung yang berdekatan antara satu dengan
yang lain dan penduduknya juga se