RE: [Keuangan] Perbankan Syariah
_ From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of icepack_zero Sent: Tuesday, November 27, 2007 8:41 PM To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Re: [Keuangan] Perbankan Syariah Jadi kalo saya kredit mobil 2 th di bank konvensional bunga 7% fixed pa itu ngga riba karena selama 2 tahun itu saya bayar bunga nya tetap apapun yg terjadi ? Iya mas, prinsipnya, pada waktu transaksi, kedua belah pihak telah sama-sama tahu dan sama-sama menggunakan angka yang disetujui. Lah, jadi ukuran haram/halal nya di niat ? Ini beneran bisa di pertanggung jawabkan mas ? regards, ice-pack Jual beli valas, selain dilandasi niat, apalagi yang diperlukan mas? Kalau sekadar menukarkan rupiah ke dinar utk naik haji, itu memang sangat dekat ke barter, meskipun kita mencari hari ini atau hari esok pas kursnya bagus. Keuntungan kita semata-mata hanya "satu kali tembak". Tetapi kalau kita beli sekarang, besok jual lagi, besoknya beli lagi, dan seterusnya, nah, niatnya kan memang ingin mencari keuntungan dengan jual beli valas? Nah, ini yang diharamkan oleh Islam. Mengenai niat, ya memang itu sudah cukup bagi Allah swt. Misal, seorang muslim berniat naik haji, tetapi dia tidak mampu (secara ekonomis atau medis), Allah sudah akan memberi pahala yang berlimpah. Contoh lain: seorang pria muslim berniat mempunyai istri dua, dengan mengatakan bisa adil, pasti di dalam hatinya dia yakin tidak akan bisa berlaku adil lahir batin. Sehingga sebagian umat muslim mengatakan bahwa syarat adil sebenarnya dekat sebagai kiasan untuk melarang seorang mukmin untuk menikahi sampai 4 wanita. Buktinya, Nabi Muhammad saw, meskipun melakukan poligami, tetapi ketika anaknya mau dipoligami, beliau marah besar. Kalau kita niatnya jujur, tidak usah didukung dokumen apa2 pun tetap akan berlaku jujur. Perhatikan proses tender: semua dokumen sudah sah, tetapi kenapa ada suap juga? Memang proses terlihat sah, tetapi itu hanya di dunia fana ini, tetapi niatnya tidak jujur, sehingga Allah swt pasti akan menghukum para pelakunya (di akhirat kelak). Hanya sayangnya, teman2 kita yang para koruptor itu masih takut pada pemeriksa, dibanding takut kepada Allah swt. Salam, WiNG [Non-text portions of this message have been removed]
RE: [Keuangan] Re: Perbankan Syariah
Mengenai riba memang masih diperdebatkan. Ada beberapa pendapat begini: 1. Riba adalah sama dengan bunga seperti yang kita kenal sekarang. Seseorang utang Rp10juta di 1 januari, harus mengembalikan Rp11 juta di 21 des. Berarti ada bunga Rp1 juta. Namun ada yang berpendapat bahwa itu bukan bunga, karena sebenarnya ada nilai waktu. Buktinya, bbrp harga komoditi, katakanlah emas, pada 1 januari untuk 10 gram misalnya Rp10juta, pada 31 des pasti sudah lebih dari Rp10juta (misalnya saja Rp11 juta). Jadi selisih Rp1 juta di awal dan akhir tahun tidak, tidak bisa begitu saja dikatakan sebagai riba yang sama dengan bunga. Kalau pun si pengutang tadi meminjam emas 10 gram (di 1 jan) dan mengembalikan 10 gram juga (di 31 des), seolah-olah tidak ada bunga, tetapi bagaimana kalau dirupiahkan? pasti berbeda kan di 1 jan dan 31 des? 2. Ada yang berpendapat bahwa riba adalah "bunga yang memberatkan", misal kalau pinjam ke bank cuma 10% per tahun, tetapi ini ada rentenir yang meminjamkan 25% per tahun. Kenyataannya, masih banyak rentenir di dalam masyarakat kita. Si peminjam juga dengan sadar mau juga meminjam dengan bunga segitu, yang penting dapat duitnya dulu, ngangsur belakangan. Jadi, kalau sama-sama tahu bahwa 25% tarip bunganya, bisa dibilang bukan merupakan riba. 3. Riba adalah bunga yang ditetapkan oleh pemberi dana, sedang penerima dana tidak tahu. Ini seperti yang terjadi pada perekonomian (tepatnya: perbankan) kita saat ini. Pada waktu kondisi bunga menaik, maka semua jenis angsuran langsung saja dinaikkan pada bulan berikutnya. Namun pada waktu bunga turun, konsumen harus menanyakan dulu beberapa kali, baru diturunkan bunga angsurannya. Dalam bank syariah, "angka rahasia" ini tidak boleh ada. Mungkin Anda berkomentar: lha kalau perekonomian sedang kacau seperti pada waktu krisis lalu bagaimana? Ya kedua belah pihak sudah sama-sama menyepakati angka yang dulu, jadi sudah tidak saling menyalahkan lagi. Mudah-mudahan ada yang masih mau menambahkan atau mengoreksi. Salam, WiNG -- *From:* AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com [mailto: [EMAIL PROTECTED] *On Behalf Of *icepack_zero *Sent:* Tuesday, November 27, 2007 9:02 PM *To:* AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com *Subject:* [Keuangan] Re: Perbankan Syariah "Yanindya Bayu Wirawan" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > hi, > > justru itu mas, perbedaan utamanya. berbagi risiko. dari sisi penabung, > saya rasa motivasi terbesar dalam menabung di bank syariah adalah tidak > menerima riba/bunga. tentu saja, risiko si penabung perlu diketahui. > yang kebagian 'enak'-nya adalah si debitur. karena risiko dibagi dengan > bank (ie. penabung), maka kalau default tidak perlu lepas harta hingga > sisa celana kolor saja. menurut saya, management bank syariah lebih > tricky dibandingkan dengan bank konvensional, karena potensi moral > hazard-nya bisa lebih besar. > > btw, kalau yang default hanya segelintir dari keseluruhan portfolio, ya > itu memang risiko bisnis. kalau sampai semua default, berarti bank-nya > yang gak beres. nasabah penabung juga (seharusnya) tahu bahwa > berinvestasi ada risikonya. musti pintar-pintar cari bank yang profil > risikonya acceptable. bahkan bank sekelas citibank saja bisa kena badai > subprime > > regards, > bayu Setau saya BS dalam hal ini tidak menanggung kerugian bila ada default, karena default risk nya di alihkan ke deposan. Anyway, anda belum membahas pertanyaan saya yang terakhir mengenai standar/tidak standarnya BS. Menurut saya tidak (alasan sudah saya berikan), menurut anda iya. Please elaborate further ini reply saya sebelumnya, just to refresh our discussion : ice-pack wrote: Saya kurang setuju dengan pendapat anda yang menyatakan kalo bank syariah lebih terstandar daripada bank konvensional. Setau saya, ada banyak mazhab2 dalam Islam yang saling berbeda satu dengan yang lain dalam urusan mana yg "syariah-compliant" dalam hal syariah banking. Contohnya, di Malaysia, yang namanya musyarakah/profit sharing harus pake collateral, padahal kebanyakan penulis literatur mengenai syariah mensyaratkan bahwa dalam syariah banking tidak dibenarkan adanya collateral/jaminan kredit. Siapa yang berhak menyatakan praktek di Malaysia tidak "syariah-compliant" atau sebaliknya, penulis literatur yang saya maksud tidak "syariah-compliant" ? dan ini reply anda terakhir mengenai standar/tidak standarnya syariah : bayu wrote: benar sekali ada banyak golongan dalam islam. bahwa definisi riba 'pun ada bermacam-macam, tergantung cara si ulama dalam menafsirkannya. namun ajarannya tetap bersumber pada kitab suci dan hadits Masalah definisi riba, yang merupakan salah satu pilar penting syariah saja bisa bermacam-macam, tergantung penafsiran, kenapa di namakan standar mas bayu ? Apakah standar = bisa di tafsirkan ber macam2 atau standar = penafsiran yang tidak menimbulkan ambiguitas ? Saya rasa ini salah satu core principle syari
[Keuangan] Temasek = Monopoli Bisnis Telekomunikasi?
Temasek = Monopoli Bisnis Telekomunikasi? Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melalui Majelis Komisi yang terdiri dari Dr. Syamsul Maarif, S.H., LL.M sebagai Ketua Majelis, Prof. Dr. Tresna P. Soemardi, Didik Akhmadi, Ak, M.Comm, Erwin Syahril, S.H. dan Dr. Sukarmi, S.H., M.H. masing-masing sebagai Anggota Majelis, telah memeriksa dan memutus perkara dugaan pelanggaran Pasal 27 huruf a UU No 5 Tahun 1999 terkait dengan kepemilikan silang oleh Temasek Holdings, STT, STT Communication, Asia Mobile Holdings Company, Asia Mobile Holdings, Indonesia Communication Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., SingTel, SingTel Mobile ("Kelompok Usaha Temasek") dan Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (1) huruf b UU No 5 Tahun 1999 terkait dengan praktek monopoli dan penyalahgunaan posisi dominan oleh Telkomsel. Terkait dengan Pelanggaran Pasal 27 huruf a UU No 5 Tahun 1999 Pada akhir tahun 2002 divestasi Indosat yang dimenangkan oleh STT, anak perusahaan yang sahamnya 100% dikuasai oleh Temasek, menyebabkan industri telekomunikasi seluler di Indonesia mengalami struktur kepemilikan silang. Hal ini disebabkan karena sebelum divestasi tersebut, saham Telkomsel yang merupakan operator seluler terbesar di Indonesia telah dimiliki oleh Temasek melalui anak perusahaannya yaitu Singtel dan SingTel Mobile, sehingga secara tidak langsung Kelompok Usaha Temasek telah menguasai pasar seluler Indonesia dengan menguasai Telkomsel dan Indosat secara tidak langsung. Adanya kemampuan pengendalian yang dilakukan oleh Kelompok Usaha Temasek terhadap Telkomsel dan Indosat menyebabkan melambatnya perkembangan Indosat sehingga tidak efektif dalam bersaing dengan Telkomsel yang berakibat tidak kompetitifnya pasar industri seluler di Indonesia. Perlambatan perkembangan Indosat ditandai dengan pertumbuhan BTS yang secara relatif menurun dibanding dengan Telkomsel dan XL yang merupakan dua operator besar lainnya di Indonesia. Uniknya, tak seperti kasus ekstradisi, DMC, pasir laut, dan privatisasi Indosat, yang semuanya melibatkan pihak Singapura, mayoritas reaksi di dalam negeri, termasuk beberapa petinggi di pemerintahan, cenderung menyudutkan KPPU. Mereka menyayangkan putusan KPPU karena dipandang bakal merusak iklim investasi, terutama terkait dengan kepastian usaha. Kita tak perlu cemas sepanjang putusan KPPU berdasarkan landasan hujah yang kuat, bisa dipertanggungjawabkan secara akademis, dan para pemutusnya kredibel dan berintegritas. Tentu saja yang menjadi acuan utama ialah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Selama proses penanganan kasus ini, banyak berseliweran "perang" opini, lobi politik, dan "kabar burung". Para pebisnis, politisi, akademisi, peneliti, organisasi partikelir, hingga calo-calo perseorangan terlibat dalam pergumulan sebagai partisan. Para pihak yang berkepentingan sudah barang tentu menggelontorkan dana lumayan besar untuk memengaruhi pandangan publik. Pernah pula terjadi penggantian anggota tim pemeriksa yang notabene adalah anggota Komisi. Penggantian ini menambah kuat keyakinan kita, KPPU berupaya sekuat tenaga menegakkan integritas dan menghalau pengaruh kekuatan luar yang terus melakukan penetrasi kepentingan melalui para anggota dan stafnya. Temasek dengan reaktif sudah menyatakan akan melawan balik putusan KPPU yang dinilainya tak berdasar. Seperti sudah diumumkan oleh KPPU dalam Putusan Perkara Nomor 07/KPPU-L/2007, Kelompok Usaha Temasek (KUT) terbukti secara sah dan meyakinkan telah melanggar Pasal 27 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha. Yang dimaksud KUT di sini adalah Temasek Holdings Pte Ltd (Temasek), raksasa telekomunikasi Singapura dan sejumlah anak perusahaannya; baik yang dimiliki sepenuhnya oleh Temasek maupun perusahaan di mana Temasek hanya memiliki sebagian saham. Bukan hanya Temasek dan anak-anak perusahaannya, KPPU juga memutuskan PT Telkomsel bersalah karena melanggar dua pasal, yakni Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (1) huruf b UU No 5/1999. Pelanggaran Pasal 27 yang dilakukan oleh KUT adalah terkait kepemilikan silang di dua perusahaan telekomunikasi seluler terbesar, yakni PT Telkomsel dan PT Indosat. Kepemilikan silang ini mengakibatkan Telkomsel yang 40,77 persen sahamnya dimiliki oleh dua anak perusahaan Temasek, yakni Indonesia Communications Limited (ICL) dan Indonesia Communications Pte Ltd (ICPL), berpeluang melakukan monopoli dan menyalahgunakan posisi dominan di pasar layanan telekomunikasi seluler Indonesia, melalui indikasi penetapan atau pengaturan harga (price fixing/price leadership), pengenaan tarif yang "eksesif", dan menghambat interkoneksi. Akibatnya, konsumen dirugikan. Kerugian konsumen disebutkan mencapai Rp 14,764 triliun-Rp 30,808 triliun. Kerugian ini dihitung berdasarkan analisa perbandingan dengan tarif di negara-negara lain. Atas pelanggaran itu, Temasek dan anak-anak perusahaannya sebagai pelapor did