Re: [Keuangan] Tamatan SD Lebih Bisa Jadi Wirausaha Dibanding Sarjana

2010-02-16 Terurut Topik Reza P
Artikel ini salah kutip, ada lonjakan pengangguran, atau data Kementrian 
nakertrans/BPS yang salah?

Ia menyatakan pengangguran di tingkat lulusan SLTA/SMK saat ini mencapai 25 
juta orang, untuk tingkat lulusan diploma mencapai 3 juta orang dan lulusan 
sarjana mencapai 3,8 juta orang. Sedangkan untuk lulusan SD justru lebih 
fleksibel dengan bisa menciptakan pekerjaan atau paling tidak menganggur dengan 
bekerja di sektor informal.

Kebetulan saya lagi mengcompile data tenaga kerja daerah, jadi sekalian saja 
ngambil data Angkatan Kerja tahun 2008 dari situs 
http://www.nakertrans.go..id/ seperti ini
Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah 
 SD 34.258.590 24.101.931 58.360.521 
S M T P 14.170.254 7.392.684 21.562.938 
S M T A 16.123.986 7.854.325 23.978.311 
AKADEMI/DIPLOMA 1.577.634 1.602.839 3.180.473 
UNIVERSITAS 2.694.617 1.700.587 4.395.204 
Jumlah 68.825.081 42.652.366 111.477.447 

Data Pengangguran Terbuka BPS (Feb 2009) menunjukkan ini 
No. Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan 2009 (Feb) 
1 Tidak/Belum Pernah Sekolah/Belum Tamat SD 2 620 049 
2 Sekolah Dasar 2 054 682 
3 SLTP 2 133 627 
4 SMTA 1 337 586 
5 Diploma I/II/III/Akademi 486 399 
6 Universitas 626 621 
  Total 9 258 964 

Jadi data statistik mana yang benar?
Maaf kalau OOT.

 Salam,
Reza 





From: Firman Surbakti firm...@dwac-ca.com
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Sent: Wed, February 10, 2010 3:45:13 PM
Subject: RE: [Keuangan] Tamatan SD Lebih Bisa Jadi Wirausaha Dibanding Sarjana

Sperti kata pepatah.impian bernilai Rp 1,- ..tapi Realisasi/Tindakan
bernilai Rp 1 milyar..(bener nggak yah pepatah ini ..paling tidak pesannya
sampai hehe)



Manusia semakin pintar ...semakin tahu yang namanya Risiko..sedangkan yg
nggak sekolah..tidak terlalu banyak tahu mengenai Risiko..

Makanya sangat logis bagi saya .orang yg tidak sekolah ..lebih berani
membuka bisnis ..dibandingkan yg sekolah tinggi-tinggi .walaupun risiko
bangkrut juga besar ..namun yg berhasil juga tidak sedikit.



Regards

Firman



  _  

From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
[mailto:ahlikeuangan-indone...@yahoogroups.com] On Behalf Of Muh. Nurul
Falah
Sent: Wednesday, February 10, 2010 1:36 PM
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Subject: Re: [Keuangan] Tamatan SD Lebih Bisa Jadi Wirausaha Dibanding
Sarjana



  

Mengutip ucapan Purdi Chandra di salah satu seminarnya : Kalau kuliah jangan
sampai dapat IPK yg gede, tapi bergaullah dengan mereka yang ber IPK gede.
Setelah lulus, rekrut mereka menjadi karyawan Anda. Karena kalau Anda ber
IPK gede, maka bawaannya ingin menjadi karyawan perusahaan saja. [?]

Seorang kawan sempat berpikir untuk membakar seluruh ijasahnya (mulai SD s/d
master) dengan harapan dia tidak lagi mengandalkan ijasah tersebut 
benar-benar full  all out dalam berwiraswasta... entahlah apakah ini jadi
dilaksanakan olehnya atau tidak [?]

Pada 10 Februari 2010 13:11, Ical Moci ical.m...@gmail.
mailto:ical.moci%40gmail.com com menulis:



 Buat saya, menjadi karyawan atau berwirausaha itu hanyalah masalah pilihan
 hidup.
 Tapi kalau melihat data makronya, kok jadi malu nih sama diri sendiri :-(

 ===
 Rabu, 10/02/2010 11:53 WIB
 *Tamatan SD Lebih Bisa Jadi Wirausaha Dibanding Sarjana
 * *Suhendra* - detikFinance
 **
 *
 Jakarta* - Kementerian Pendidikan Nasional mencatat tren penciptaan
 lapangan
 kerja oleh para lulusan sekolah dasar (SD) lebih tinggi dari pada lulusan
 perguruan tinggi dan SLTA. Padahal lulusan pendidikan tinggi justru
 diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja dan menarik kesempatan kerja
 bagi orang lain.

 Hal ini disampaikan oleh Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal
 dalam
 acara Temu Nasional Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Hotel
 Bidakara, Jakarta, Rabu (10/2/2010).

 Ternyata anak-anak tamatan SD lebih mampu memberikan pekerjaan bagi orang
 lain, katanya.

 Hal ini sungguh ironis, menurutnya semakin tinggi pendidikan seseorang
 seharusnya bisa mampu menciptakan pekerjaan dan membawa orang lain untuk
 bekerja.

 Kemana larinya lulusan perguruan tinggi kita? Kebanyakan menjadi guru dan
 karyawan, katanya.

 Ia menyatakan pengangguran di tingkat lulusan SLTA/SMK saat ini mencapai
25
 juta orang, untuk tingkat lulusan diploma mencapai 3 juta orang dan
lulusan
 sarjana mencapai 3,8 juta orang. Sedangkan untuk lulusan SD justru lebih
 fleksibel dengan bisa menciptakan pekerjaan atau paling tidak menganggur
 dengan bekerja di sektor informal.

 Tingkat pengangguran di SMK dan SMA cukup besar,walaupun tahun 2009
turun,
 kecuali yang SMA. Yang menakutkan justru pengangguran di tingkat
pendidikan
 tinggi, ucapnya.

 Menurutnya penciptaan kewirausahaan menjadi solusi bagi para lulusan
 pergurun tinggi atau SLTA yang masih mengganggur. Diharapkan dengan
 demikian
 rasio kewirausahaan Indonesia yang saat ini masih 0,8% dari jumlah
penduduk
 bisa terus meningkat.

 Ke depannya yang saat ini 0,8% paling tidak bisa naik menjadi 2%, hingga
 menjadi 5%, 

Re: [Keuangan] Ladang Gas Dikuasai Asing Indonesia Tidak Berdaya Atur Pasokan Gas

2010-02-09 Terurut Topik Reza P
Apakah ini akan berujung menjadi impor pupuk seperti impor pupuk urea 500.000 
ton tahun lalu?
Kalau impor pupuk lalu pupuknya disubsidi mantap sepertinya hehehe.
Salam,
Reza 





From: dyahanggitasari dyahanggitas...@yahoo.com
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Sent: Wed, February 3, 2010 5:34:10 PM
Subject: Re: [Keuangan] Ladang Gas Dikuasai Asing Indonesia Tidak Berdaya Atur 
Pasokan Gas


Pasokan Gas, Dirjen Migas Diminta Lapor SBY
VIVAnews
By Heri Susanto, Elly Setyo Rini - Kamis, 21 Januar



VIVAnews - Menteri Perindustrian MS Hidayat mendesak agar Dirjen Migas 
Kementerian ESDM Evita Herawati Legowo segera melaporkan kepada Presiden 
terkait kepastian jaminan pasokan gas.

Menteri Perindustrian baru saja SMS, minta saya bisa tidak lapor ke Presiden 
siang ini. Saya bilang belum bisa karena belum selesai, kata Evita dalam 
Workshop Revitalisasi Industri Pupuk di Kementerian Perindustrian, Jakarta, 
Kamis, 21 Januari 2010.

Lebih lanjut Evita menjelaskan, hingga saat ini, masih saja terjadi 
ketidaksepakatan penentuan harga pembelian dan penjualan gas.

Dari pihak pabrik pupuk, minta reasonable saat ke bank. Tapi dari produsen gas 
juga ada batasan minimum ke pemerintah dan batasan minimum supaya gas bisa 
keluar dari dalam perut bumi, ujarnya.

Sehingga, kata dia, penentuan harga gas melibatkan tiga kepentingan, yakni 
pemerintah, produsen gas, dan produsen pupuk.

Kalau masalah harga gas ini tidak bisa diselesaikan, harus ada yang berkorban. 
Satu-satunya yang harus berkorban yakni pemerintah, ujarnya.

Namun, pengorbanan dari pemerintah, menurutnya, harus jelas dan disepakati 
bersama.

Untuk memastikan pasokan gas cukup bagi kebutuhan dalam negeri, pemerintah 
telah mengeluarkan aturan domestic market obligation (DMO).

Produsen migas diwajibkan mengalokasikan 25 persen bagian dari kontraktor dari 
keseluruhan produksi.

Karena bagian kontraktor sebanyak 30 persen, dan sisanya pemerintah maka yang 
harus diserahkan 17,5 persen dari produksi, kata dia.

Menteri Perindustrian MS Hidayat menjelaskan, dalam rangka memenuhi kebutuhan 
pupuk yang meningkat, industri dituntut untuk menaikkan produktivitas.

Revitalisasi industri pupuk masuk dalam program 100 hari. Dengan adanya 
revitalisasi, diharapkan kapasitas produksi industri pupuk urea akan meningkat 
dari 8,05 juta ton menjadi 10,4 juta ton, kata Hidayat dalam sambutan yang 
dibacakan Wakil Menteri Perindustrian Alex W Retraubun.


  

[Non-text portions of this message have been removed]



Bls: [Keuangan] REFRESH... apa yg mereka katakan ttg CENTURY pd saat krisis 2008...? Hmmm..

2009-12-26 Terurut Topik Reza P
Saya sudah baca blog di kompasiana ini. Sangat menarik menyimak komentar para 
politisi dan pengamat.
Jangan-jangan karena berkaitan dengan uang, mereka sangat cepat merubah 
kata-kata.

Sebenarnya apa definisi dari krisis ekonomi dan krisis pasar modal? apakah 
pasar modal yang bearish itu adalah krisis atau gejala krisis?
Mohon pencerahan dari rekan-rekan. Maklum definisi para politisi sukar 
dimengerti. 

 Salam,
Reza





Dari: NARTO virtual.ar...@gmail.com
Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Terkirim: Sab, 26 Desember, 2009 12:42:37
Judul: [Keuangan] REFRESH... apa yg mereka katakan ttg CENTURY pd saat krisis 
2008...?  Hmmm..

sorry mgkn OOT, tp ini  berkaitan dgn yg lg rame skrg ini.. Sistemik
Century..!
kebetulan saya ketemu link blog yg memuat berita ttg wawancara dgn para
pengamat ekonomi, anggota DPR, dan tokoh politik..!
menarik sekali apa yg mereka katakan dulu.. dan apa yg mereka katakan
skrg..! hehehe..
kyknya ada benarnya, klo ingatan orang Indonesia katanya cukup pendek,..
gampang lupa.. ato mereka pura-pura lupa..

here it is the link..
== Sistemik ato tidak sistemik..? tergantung kepentingan yg
bicarahttp://polhukam.kompasiana.com/2009/12/24/google-vs-politikus-mabok-ludah-krisis-ga-sih-woi/


Cheers..


[Non-text portions of this message have been removed]





=
Blog resmi AKI, dengan alamat www.ahlikeuangan-indonesia.com 
-
Facebook AKI, untuk mengenal member lain lebih personal, silahkan join 
http://www.facebook.com/group.php?gid=6247303045
-
Arsip Milis AKI online, demi kenyamanan Anda semua
http://www.mail-archive.com/ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com
=
Perhatian :
- Untuk kenyamanan bersama, dalam hal me-reply posting, potong/edit ekor 
posting sebelumnya
- Diskusi yg baik adalah bila saling menghormati pendapat yang ada. Anggota 
yang melanggar tata tertib millis akan dikenakan sanksi tegas
- Saran, kritik dan tulisan untuk blog silahkan 
ahlikeuangan-indonesia-ow...@yahoogroups.comyahoo! Groups Links




  Mulai chatting dengan teman di Yahoo! Pingbox baru sekarang!! Membuat 
tempat chat pribadi di blog Anda sekarang sangatlah mudah. 
http://id.messenger.yahoo.com/pingbox/

[Non-text portions of this message have been removed]



Bls: [Keuangan] Kasus Bank Century: Istilah Sistemik yang bersayap - KKG

2009-11-11 Terurut Topik Reza P
Menarik kalau kasus seperti Bank Century dijadikan materi case study 
kelas-kelas ekonomi (atau kelas politik/hukum untuk soal sekundernya hehehe) 

Anyway, saya hanya penasaran saja bagaimana cara mengkalkulasi korelasi 
kemungkinan rush dengan terpuruknya kondisi Bank Century pada waktu itu.
IMHO, 6,7 triliun rupiah bukan jumlah yang kecil. Apakah jumlah tersebut adalah 
harga yang cukup untuk menjaga emosi masyarakat? atau kepanikan pemegang 
kebijakan?
 





Dari: EKO KERTAJAYA id050_...@ag.co.id
Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Terkirim: Kam, 12 November, 2009 15:20:02
Judul: Re: [Keuangan] Kasus Bank Century: Istilah Sistemik yang bersayap - KKG

klo benar begitu, berarti sah2 saja mensekunderkan kondisi
riil apapun century, utk mengkover memburuknya indikator makro,
meski relevansinyapun dng variabel rush blm tentu signifikan.

  - Original Message - 
  From: Poltak Hotradero 
  To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com 
  Sent: Thursday, November 12, 2009 12:35 PM
  Subject: Re: [Keuangan] Kasus Bank Century: Istilah Sistemik yang bersayap 
- KKG


    
  At 10:04 AM 11/12/2009, you wrote:

  Saya rasa yang dilakukan oleh Pak Boediono (dan 
  BI) adalah untuk MENCEGAH meluasnya resiko 
  sistemik. Karena pada akhir 2008 anda tentu 
  tahu sendiri seperti apa tekanan di sektor perbankan.

  - Harga SUN saja sampai terdepresiasi hampir 30%.
  - Cadangan devisa turun 12% hanya dalam waktu 3 bulan.
  - Nilai tukar rupiah melemah.
  - Nilai ekspor jeblok.
  - CDS Indonesia naik tajam mencapai rekor.

  Dan kita tahu selanjutnya bahwa bank besar 
  seperti Bank Danamon dan Bank Panin membukukan 
  rugi yang cukup besar akibat exposure di 
  atas. Belum lagi beberapa bank kecil dan 
  menengah lainnya yang juga mengalami penarikan oleh nasabah.

  Kalau memang menyelamatkan Bank Century dapat 
  mencegah terjadinya rush dan menjaga tingkat 
  kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan dan 
  mencegah terjadinya rush - lantas apa alasannya 
  hal itu tidak perlu dilakukan?

  Atau memang kita boleh-boleh saja bereksperimen 
  dengan emosi masyarakat? Di saat surat utang 
  pemerintah saja terdiskon sampai hampir 30%...?

  Masalah apakah di dalam Bank Century isinya duit 
  siapa -- itu soal sekunder. Bisa diselidiki dan 
  diperiksa belakangan. Yang jauh lebih penting 
  adalah bagaimana agar masalah terisolasi dan 
  tidak merembet ke bank-bank lain yang posisinya 
  juga kritis. Dan menurut saya Pak Boediono 
  sudah melakukan hal yang benar dalam mencegah perluasan resiko sistemis.

  yg tersirat dari pak kwik adalah pertanyaan 
  apakah fakta kuantitatif yg dipakai
  pak budiono ttg century reliabel utk sampai pd konklusi sistemik yg 
debatable.
  
  - Original Message -
  From: Poltak Hotradero
  To: 
  
mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.comAhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
 
  
  Sent: Thursday, November 12, 2009 9:19 AM
  Subject: Re: [Keuangan] Kasus Bank Century: 
  Istilah Sistemik yang bersayap - KKG
  
  At 08:20 AM 11/12/2009, you wrote:
  
  Mantan Menko Ekuin ini mungkin lupa soal Herstatt Risk.
  Beliau juga mungkin lupa soal efek apa saja yang terjadi saat ada
  bank yang ditutup di tengah iklim ekonomi yang tidak pasti.
  
  Soal Herstatt Risk ya boleh saja lupa, toh beliau belajarnya
  akuntansi BUKAN ekonomi makro.
  (Kalau masih ada yang dengar beliau komentar soal ekonomi makro, wah
  saya nggak tau siapa yang salah)
  Tetapi kalau sampai lupa soal efek penutupan bank -- itu namanya keterlaluan.
  
  Dan bukankah Mantan Menko Ekuin ini juga yang dulu saat krisis
  moneter - sempat menakut-nakuti masyarakat dengan mengatakan
  deposito masyarakat akan diganti dengan obligasi sehingga akhirnya
  terjadi panik massal dan masyarakat melakukan penarikan besar-besaran
  di berbagai bank.
  
  Sungguh Mantan Menko Ekuin yang tidak bertanggung jawab.
  
  (atau mungkin karena mabuk akibat terlalu banyak baca buku-buku John 
Perkins?)
  
  PT. BANK ARTHA GRAHA INTERNASIONAL TBK. DISCLAIMER:
  
  This email and any files transmitted with it are confidential and
  intended solely for the use of the individual or entity to whom they
  are addressed. If you have received this email in error please notify
  the system manager. This message contains confidential information
  and is intended only for the individual named. If you are not the
  named addressee you should not disseminate, distribute or copy this
  e-mail. Please notify the sender immediately by e-mail if you have
  received this e-mail by mistake and delete this e-mail from your
  system. If you are not the intended recipient you are notified that
  disclosing, copying, distributing or taking any action in reliance on
  the contents of this information is strictly prohibited.
  
  [Non-text portions of this message have been removed]
  
  



  
PT. BANK ARTHA GRAHA INTERNASIONAL TBK. DISCLAIMER:

This email and any files transmitted with it are 

Bls: [Keuangan] OOT: Penganggur Bergelar

2009-09-27 Terurut Topik Reza P
Ketika membaca tulisan dibawah saya juga tersentil, karena saat ini sedang 
menyiapkan aplikasi MBA untuk meningkatkan karir. Saya pikir memang beberapa 
pekerjaan membutuhkan gelar sebagai persyaratan yang harus dipenuhi dan tidak 
ada yang salah jika memang berusaha meningkatkan kemampuan lalu mendapatkan 
gelar sebagai bonus. 

Yang cukup menyedihkan adalah ketika sedang dalam tugas merekrut karyawan baru, 
saya menemui beberapa kandidat mengirimkan ijazah palsu. Kalau yang gelarnya 
banyak tapi gagal membuktikan kualifikasinya sih sudah biasa.Celakanya jika 
yang demikian direkrut, berapapun investasi yang dibuat untuk mengembangkannya, 
bisa dipastikan ROI-nya negatif dan mempersulit justifikasi pengembangan 
karyawan lain karena dianggap tidak layak secara keuangan.

Salam,
Reza





Dari: anton ms wardhana ari.am...@gmail.com
Kepada: ahlikeuangan-indonesia AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Terkirim: Sabtu, 26 September, 2009 14:46:24
Judul: [Keuangan] OOT: Penganggur Bergelar

entah kenapa tapi menurut saya tulisan di bawah ini benar

bukan jarang kita dengar dari orang tua kita (atau orang tuanya orang tua
kita deeh kalo ente merasa masih muda ;p) bahwa jaman dulu orang sangat
menghargai titel yang disandang: apakah dia Kanjeng Raden Mas Tumenggung,
Gusti Pangeran Bendoro Haryo, atau mungkin gelar keningratan atau kesukuan
lain (maaf saya ngga berani ambil contoh lain --takut salah) atau mungkin
Doktorandus, Diploma Ingenieur, Master Ingenieur dll dll

Hampir sama saja, sekarang pun kita berjuang keras untuk mendapatkan titel
akademis S.E, S.H, S.T.. atau lebih lebih M.M, M.B.A atau yang ingin
mendapatkan titel profesional seperti Ak., BAP atau CPA, CMA, BKP, ChFC
untuk dunia keuangan.. engga tau kalo dunia yang lain.. Dk.P (dukun pijat),
Dk.By (dukun bayi),  Th.P (Thay Pak = Dukun Alam Gaib)  ah udah ah.. takut
salah.. ;p

*BR,*
*Sdr (Saudara)  Ari AMS, J.Ng (Juara Ngecap), M.P (Master of Puppet), C.Alm
(Calon Almarhum)*



http://cetak.kompas..com/read/xml/%202009/09/24/02422099/penganggur.bergelar

*Penganggur Bergelar*Kamis, 24 September 2009 | 02:42 WIBSatryo Soemantri
Brodjonegoro Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, penganggur yang sarjana
telah mencapai lebih dari 600.000. Keadaan ini jauh lebih berbahaya daripada
penganggur yang bukan sarjana karena dapat menimbulkan masalah sosial.
Berbagai
upaya telah ditempuh guna mengatasi hal ini, tetapi tiap tahun angka
pengangguran meningkat. Beberapa pihak lalu mencari kambing hitam penyebab
pengangguran massal tersebut. Tanggalkan gelar  Masyarakat kita sudah
terbius dengan kehausan akan gelar. Setiap orang ingin mempunyai gelar
sebanyak mungkin, ada yang melalui pendidikan, ada yang membeli gelar.
Seolah seseorang menjadi tidak berharga jika tidak mempunyai gelar. Hanya
masyarakat miskin yang tidak mempunyai gelar karena tidak mampu membayar
pendidikan dan tidak mampu membeli gelar.  Perguruan tinggi menangkap gejala
ini dengan menyediakan berbagai layanan untuk mendapatkan gelar, baik
melalui pendidikan sebenarnya maupun seadanya, bahkan dengan menjual gelar.
Perguruan tinggi membutuhkan uang, sedangkan masyarakat yang mampu akan rela
membayar untuk mendapatkan gelar. Maka, terjadilah perpaduan yang
menyesatkan.  Mudahnya memperoleh gelar membuat masyarakat berduyun- duyun
”lulus” dari perguruan tinggi dengan menyandang gelar tanpa dibarengi
keahlian atau kompetensi. Ketika mencari peluang kerja, mereka tidak
memenuhi syarat sehingga terjadilah penganggur bergelar. Seharusnya mereka
segera menanggalkan gelarnya karena tidak bermanfaat sama sekali.
Penjenjangan Perusahaan swasta dan industri menerapkan pola rekrutmen
pegawai berdasarkan kemampuan/kompetensi, tidak semata- mata berdasarkan
gelar. Para calon pegawai ketat diseleksi secara ketat melalui uji
kemampuan/kompetensi disesuaikan jenis pekerjaan yang akan ditangani.  Adapun
untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS), seleksi hanya dilakukan terhadap
gelar yang dimiliki calon pegawai, tanpa ada uji kemampuan/kompetensi.
Karena sebagian besar masyarakat masih amat ingin menjadi PNS, mereka semua
memburu gelar dengan berbagai cara, termasuk dengan memalsukan ijazah.
Penjenjangan
karier di PNS juga hanya memerhatikan masa kerja dan gelar. Bagi mereka yang
sudah bergelar S-2 atau magister akan dapat dipromosi ke golongan lebih
tinggi, bahkan bagi mereka yang sudah bergelar S-3 atau doktor dapat
dipromosi ke golongan tertinggi. Badan Kepegawaian Negara dan Kantor Menneg
PAN menganggap para penyandang gelar itu mempunyai kemampuan memadai.
Padahal, kenyataannya mereka hanya memburu gelar melalui berbagai cara,
termasuk cara tidak wajar, yaitu membeli gelar atau mengikuti kelas jauh,
kelas eksekutif, kelas Sabtu-Minggu, kelas paralel, kelas ekstensi, dan
berbagai macam nama lain.  Lengkap sudah kekalutan yang ada di Indonesia ini
tentang gelar. Masyarakat amat terbius dengan gelar, pendidikan hanya
sebatas formalitas untuk memberi gelar para ”lulusan” dan 

Bls: [Keuangan] Re: Jusuf Kalla: Ekonomi Pasar : Boleh Saja , Asal Fair !

2009-05-26 Terurut Topik Reza P
Saya setuju jika pendidikan ekonomi tidak hanya dititikberatkan pada fakultas 
ekonomi saja. Apalagi jika kita melihat kualitas pendidikan, kurikulum hanyalah 
salah satu komponen dari sistem pendidikan. Justru saya kok miris melihat 
perdebatan antara ekonomi neolib dan kerakyatan. Ketiga calon presiden 
sekarang dulunya satu kabinet dan sesuai dengan posisi mereka sebagai politisi, 
apakah memunculkan perdebatan semu tentang sistem ekonomi ini hanya untuk 
menarik perhatian saja?
IMHO, capres2 ini hanya caper dengan melabeli diri sistem ekonomi.

Kebetulan beberapa minggu lalu, saya mengamati kondisi labor market di 
Indonesia. Dengan mayoritas angkatan kerja bekerja di sektor informal serta 
mayoritas pendidikannya adalah lulusan SD ditambah hanya sekitar 5 persen dari 
total angkatan kerja di sektor formal bergaji diatas 5jt, apakah strategi 
kampanye dengan menggunakan kombinasi kata ekonomi dan rakyat itu adalah 
strategi kampanye yang efektif ketimbang label neo liberalisme yang 
seakan-akan pro konglomerasi?

AFAIK, kok sejauh ini belum ada capres yang menjanjikan peningkatan kualitas 
labor market atau setidaknya menambah jumlah angkatan kerja di sektor formal?

Mohon maaf kalau OOT.
Salam,
Reza 





Dari: nazar naza...@gmail.com
Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Terkirim: Selasa, 26 Mei, 2009 19:57:04
Topik: [Keuangan] Re: Jusuf Kalla: Ekonomi Pasar : Boleh Saja , Asal Fair !

Dalam istilah ekonomi, ada kurva lingkaran setan. Dimana, apapun kebijakan yang 
diambil tetap tidak akan merubah pertumbuhan ekonomi.

Lingkaran setan ini juga bisa terjadi pada dunia politik  pemerintahan.

Ini adalah wacana, bukan berarti ekonomi dan politik indonesia berada dalam 
lingkaran setan itu. Toh, kalau setan-setan itu tau nanti dia marah  
gentayangan.

O ya, kalau masalah kurikulum tidak hanya di fakultas ekonomi saja. Karena 
pelaku bisnis, politisi dan pemerintah bukan hanya anak2x fakultas ekonomi.

Salam

--- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, prastowo prastowo sesaw...@... 
wrote:

 terhadap semua itu kita berharap pada hukum. produk hukum yg baik, yakni UU, 
 bisa diawali dg memilih anggota legislatif yg baik. di tahap ini sedikit 
 banyak tentu kita sudah berkontribusi bukan? lalu kita jg perlu pemerintah yg 
 paham tugasnya, maka perlu juga memilih pemimpin yg bisa menerjemahkan 
 berbagai harapan itu dlm aturan main yg baik.
 sebenarnya kita masih punya harapan, mengingat kita masih sering bicara ttg 
 baik.
 menyalakan lilin di kegelapan saya kira lebih baik daripada sekedar mengutuk 
 kegelapan itu. Ya mari kita awasi terus kiprah para anggota legislatif. Sudah 
 banyak saluran bisa dipakai, media massa, LSM, atau membuat tulisan.
 kalau yg normatif belum terlaksana, tentu saja tetap ada harapan. salah 
 satunya adalah mendorong perbaikan kurikulum di fakultas ekonomi, tidak 
 melulu memelajari aliran mainstream tetapi jg ke aliran heterodoks dan yg 
 lain.
 
 salam



  Akses email lebih cepat. Yahoo! menyarankan Anda meng-upgrade browser ke 
Internet Explorer 8 baru yang dioptimalkan untuk Yahoo! Dapatkan di sini! 
http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer

[Non-text portions of this message have been removed]