Re: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
Wah mas Prass .. sangt kami tunggu msalah tsb dikupas secara rigid dan ilmiah, trus terang saya sngat mngamati hal ini secara serius Salam Harry Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com Date: Thu, 26 Nov 2009 12:45:06 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Oke, nanti akan saya paparkan data penelitian thd evolusi aturan soal patent di US, yg puncaknya pada Diamond vs Chakrabarty di tahun 1980, dan bagaimana ini terjadi, terkait peleburan sains dan teknologi yg bukan suatu hal alamiah, tetapi politis. Saya perlu menjawab ini secara serius dan didukung data dan fakta, maka butuh waktu untuk ini, krn sudah ada salah kaprah yg akut soal HAKI ini. salam Dari: mr_...@yahoo.com mr_...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 18:41:31 Judul: Re: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Kalo kata para engineer : Don't reinvent the wheel. Kalau HAKI ngga bagus mungkinkah IPhone,blackberry,microsoft,Intel dilahirkan ? Perlindungan HAKI itu essensial untuk industry masa depan yg bertumpu pada riset dan kreatifitas. Anda pernah dengar industry kreatif ? Tanpa HAKI saya ngga bisa bayangkan bagaimana industry ini bisa maju. Apakah HAKI sudah perfect ? Tentu belum, karena itu HAKI jg terus beevolusi. Tapi mempertanyakan HAKI bagi saya seperti mempertanyakan penemuan RODA. Its wasting time. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com Date: Thu, 26 Nov 2009 10:11:56 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Yang maju negara2 yg punya HAKI kan? artinya negara yg kuasai patennya, dan yg memanfaatkan paten itu tetap tidak maju? Kita negara berkembang akan kalah start dibanding negara maju soal paten, karena mereka memiliki teknologi itu dulu, menemukan dan mematenkan, sekarang ini kita hanya bisa memakai, karena basicnya sudah dikuasai. India sendiri, bukankah lebih sebagai perakit bukan pencipta, mereka menjadi pusat IT yg kebanyakan MNC. Ekonomi maju mundur ukurannya apa? Cina sebelum kejayaan Eropa adalah bangsa termakmur (ini diakui Adam Smith sendiri). Kita tak punya cukup data, karenanya tak bisa gegabah mengatakan kini lebih sejahtera. Ini karena kita memakai kacamata zaman ini untuk melihat zaman lalu. Ketika kemakmuran dan kekayaan bukan simbol keutamaan dan status sosial, kita tak berhak menilai kualitas hidup mereka dg ukuran materi. Saya tak mengajak kita kembali ke masa lalu, poin saya, another civilization is possible, dan kemajuan tak bisa semata-mata diukur dg materi. Ledakan kemajuan itu bukankah juga melahirkan tragedi dua perang dunia di abad lalu? HIV/AIDS yang hingga kini merajalela dan tak terkendali? Kerusakan ekosistem yang semakin tak terhindarkan? Yang hilang, dan ini poinnya, adalah value, kita alergi soal ini. salam Dari: mr_...@yahoo.com mr_...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 17:39:58 Judul: Re: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Sejak ada paten kita makin maju atau mundur ? Bandingkan negara yg HAKI nya bagus dengan yang tidak. Mengapa industry software disini macet? Meski programmer2 kita ngga kalah dg India? Mengapa inovasi2 IT datang dari negara2 dengan HAKI bagus? Sejak ada bunga ekonomi makin maju atau mundur ? Bandingkan dengan abad 17/18 atau bandingkan negara yg ngga punya sistem bank dengan yg punya. Kemajuan kita meledak kalau pake hukum newton gitu percepatan (variabel a) semakin tinggi. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com Date: Thu, 26 Nov 2009 09:11:14 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Biar ekstrem begini saja. Sejak kapan pertama kali hak paten ada? Apakah sejak penemuan2 brilian dari Archimedes, Ptolomeus, Galilei, Copernicus, sudah ada? Mengapa dulu bunga itu dianggap riba, kini begitu diagungkan? Mengapa dulu perdagangan itu diharamkan, kini menjadi bagian penting hidup manusia? Mengapa dulu uang sungguh sekunder dan sekedar alat tukar, kini jadi barang dagangan dan berhala yang dikejar? Ada pergeseran cara pandang, adan evolusi, bahkan kalau menurut Thomas Kuhn, ini sebuah revolusi. Kita hidup dlm woorldview dominan, jika dulu orang begitu mengagungkan surga, kini tidak lagi, karena dominant worldview-nya berubah. Jika Ada baca penelitian antropolog (saya kira sdh
Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
Maksud saya sederhananya, siapa yg menganut paham ekonomi liberal, dan siapa yang paling getol soal Hak Milik, khususnya HAKI? bukankah memang HAKI dipakai untuk menutup kemungkinan mengejar keberhasilan secara efisien? ekonomi liberal itu bertumpu pada asumsi personal seperti apa? Dari: mr_...@yahoo.com mr_...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Sel, 24 November, 2009 23:50:22 Judul: Re: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Saya ngga ngerti maksud nya, Tapi yg jelas harus dibedakan antara personal/social liberal dan ekonomi/pasar liberal. Coba ikut kuis ini deh, nanti ngerti maksud saya : www.theadvocates.org/quiz.html Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 15:17:06 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Lho, yg mempropagandakan dan mengasumsikan pentingnya proteksi atas property right itu siapa ya? Bukankah ini paradoks sejak kelahiran liberalisme, antara 'personal right' dan 'property right'. Kesamaan dlm hak2 personal pada saat yang sama akan dihadapkan pada kenyataan ketimpangan pada hak atas kepemilikan. salam Dari: mr_...@yahoo.com mr_...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Sel, 24 November, 2009 23:06:32 Judul: Re: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Karakter ekonomi pasar liberal justru terbalik tuh Finance 101 tentang alokasi reources: Capital/resource akan mengalir ke project/asset yg memberikan expected return/risk tertinggi. Itu yg di sebut ekonomi yg effisien. Yg menyebabkan ineffisien alokasi kapital bisanya masalah HUKUM: PROPERTY RIGHT protection dan contract enforceability. Mungkin yg punya duit takut duitnya di kemplang wong contract susah di enforce. Just My 2 cents, Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: dyahanggitasari dyahanggitas...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 06:40:57 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Menurut Mubyarto (2004), orientasi perbankan kita memang ironis. Di satu pihak, usaha-usaha kecil lari ke rentenir dengan membayar bunga tinggi. Tetapi, di pihak lain, kelompok masyarakat ekonomi kuat menyimpan uang mereka di bank dalam bentuk deposito dengan harapan menerima bunga menarik. Para pelepas uang dan deposan menikmati pendapatan bunga tinggi. Sebaliknya, kelompok usaha kecil dan menengah harus membayar bunga tinggi kepada masyarakat ekonomi kuat tersebut. Itulah karakter kegiatan perbankan dalam sistem ekonomi individualis-liberal yang jelas tidak sesuai dengan pasal 33 UUD 1945. Ironi Penanganan Bank Century Batam Pos. Selasa, 01 September 2009 Augustinus Simanjuntak Dosen Fakultas Ekonomi UK Petra, Surabaya. DI tengah semakin jauhnya orientasi perbankan kita dari visi pemberdayaan ekonomi rakyat (kredit bagi usaha kecil dengan suku bunga rendah), pemerintah justru selalu bersikap protektif terhadap bank-bank yang pengelolaannya bermasalah. Kali ini, pola kesalahan dalam kasus penggelontoran dana BLBI ke bank-bank bermasalah pada 1998 diduga terjadi pula dalam upaya penyelamatan Bank Century. Sebagaimana diberitakan, pemerintah lewat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terpaksa menyuntikkan dana (bailout) Rp 6,77 triliun ke Bank Century dengan dalih force majeure untuk menghindari dampak sistemis penyakit akut bank itu terhadap stabilitas perbankan nasional. Jadi, betapa baiknya sikap pemerintah terhadap pemilik bank bermasalah yang selama ini hanya mementingkan untung sebesar-besarnya ketimbang ikut program pengentasan kemiskinan dan membantu usaha kecil/menengah. Menurut Mubyarto (2004), orientasi perbankan kita memang ironis. Di satu pihak, usaha-usaha kecil lari ke rentenir dengan membayar bunga tinggi. Tetapi, di pihak lain, kelompok masyarakat ekonomi kuat menyimpan uang mereka di bank dalam bentuk deposito dengan harapan menerima bunga menarik. Para pelepas uang dan deposan menikmati pendapatan bunga tinggi. Sebaliknya, kelompok usaha kecil dan menengah harus membayar bunga tinggi kepada masyarakat ekonomi kuat tersebut. Itulah karakter kegiatan perbankan dalam sistem ekonomi individualis-liberal yang jelas tidak sesuai dengan pasal 33 UUD 1945. Dugaan Penyimpangan Suntikan dana ke Bank Century seharusnya mengikuti prinsip-prinsip pemberian kredit dalam dunia perbankan, terutama prinsip kehati-hatian. Jika prinsip itu tidak dijalankan oleh LPS, pemberian bailout tersebut patut dicurigai sebagai tindakan yang berindikasi korupsi. Aneh, UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mewajibkan semua bank berhati-hati dalam memberikan pinjaman. Namun, LPS malah tidak hati-hati dalam memberikan bailout ke Bank
Re: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
Paradoks nya diamana ? HAKI itu untuk melindungi karya intelektual,inovasi. Kalo ngga ada HAKI entrepreneur ngga punya insentif untuk berinovasi. Kok paradoks ? Justru itu bagian property right protection. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 16:17:19 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Maksud saya sederhananya, siapa yg menganut paham ekonomi liberal, dan siapa yang paling getol soal Hak Milik, khususnya HAKI? bukankah memang HAKI dipakai untuk menutup kemungkinan mengejar keberhasilan secara efisien? ekonomi liberal itu bertumpu pada asumsi personal seperti apa? Dari: mr_...@yahoo.com mr_...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Sel, 24 November, 2009 23:50:22 Judul: Re: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Saya ngga ngerti maksud nya, Tapi yg jelas harus dibedakan antara personal/social liberal dan ekonomi/pasar liberal. Coba ikut kuis ini deh, nanti ngerti maksud saya : www.theadvocates.org/quiz.html Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 15:17:06 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Lho, yg mempropagandakan dan mengasumsikan pentingnya proteksi atas property right itu siapa ya? Bukankah ini paradoks sejak kelahiran liberalisme, antara 'personal right' dan 'property right'. Kesamaan dlm hak2 personal pada saat yang sama akan dihadapkan pada kenyataan ketimpangan pada hak atas kepemilikan. salam Dari: mr_...@yahoo.com mr_...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Sel, 24 November, 2009 23:06:32 Judul: Re: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Karakter ekonomi pasar liberal justru terbalik tuh Finance 101 tentang alokasi reources: Capital/resource akan mengalir ke project/asset yg memberikan expected return/risk tertinggi. Itu yg di sebut ekonomi yg effisien. Yg menyebabkan ineffisien alokasi kapital bisanya masalah HUKUM: PROPERTY RIGHT protection dan contract enforceability. Mungkin yg punya duit takut duitnya di kemplang wong contract susah di enforce. Just My 2 cents, Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: dyahanggitasari dyahanggitas...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 06:40:57 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Menurut Mubyarto (2004), orientasi perbankan kita memang ironis. Di satu pihak, usaha-usaha kecil lari ke rentenir dengan membayar bunga tinggi. Tetapi, di pihak lain, kelompok masyarakat ekonomi kuat menyimpan uang mereka di bank dalam bentuk deposito dengan harapan menerima bunga menarik. Para pelepas uang dan deposan menikmati pendapatan bunga tinggi. Sebaliknya, kelompok usaha kecil dan menengah harus membayar bunga tinggi kepada masyarakat ekonomi kuat tersebut. Itulah karakter kegiatan perbankan dalam sistem ekonomi individualis-liberal yang jelas tidak sesuai dengan pasal 33 UUD 1945. Ironi Penanganan Bank Century Batam Pos. Selasa, 01 September 2009 Augustinus Simanjuntak Dosen Fakultas Ekonomi UK Petra, Surabaya. DI tengah semakin jauhnya orientasi perbankan kita dari visi pemberdayaan ekonomi rakyat (kredit bagi usaha kecil dengan suku bunga rendah), pemerintah justru selalu bersikap protektif terhadap bank-bank yang pengelolaannya bermasalah. Kali ini, pola kesalahan dalam kasus penggelontoran dana BLBI ke bank-bank bermasalah pada 1998 diduga terjadi pula dalam upaya penyelamatan Bank Century. Sebagaimana diberitakan, pemerintah lewat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terpaksa menyuntikkan dana (bailout) Rp 6,77 triliun ke Bank Century dengan dalih force majeure untuk menghindari dampak sistemis penyakit akut bank itu terhadap stabilitas perbankan nasional. Jadi, betapa baiknya sikap pemerintah terhadap pemilik bank bermasalah yang selama ini hanya mementingkan untung sebesar-besarnya ketimbang ikut program pengentasan kemiskinan dan membantu usaha kecil/menengah. Menurut Mubyarto (2004), orientasi perbankan kita memang ironis. Di satu pihak, usaha-usaha kecil lari ke rentenir dengan membayar bunga tinggi. Tetapi, di pihak lain, kelompok masyarakat ekonomi kuat menyimpan uang mereka di bank dalam bentuk deposito dengan harapan menerima bunga menarik. Para pelepas uang dan deposan menikmati pendapatan bunga tinggi. Sebaliknya, kelompok usaha kecil dan menengah harus membayar bunga tinggi kepada masyarakat ekonomi kuat tersebut. Itulah karakter kegiatan perbankan dalam sistem ekonomi individualis-liberal yang jelas tidak sesuai dengan
Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
Persis, nyatanya apa yg terjadi dg industri obat? Negara dunia ketiga akan selalu jadi korban, karena startnya sudah beda. Ada seorang profesor di AS (saya lupa namanya, nanti saya susulkan), menolak mematenkan temuannya. Orang pada heran, profesor itu menjawab enteng:siapa bisa mematenkan matahari dan sinarnya? Nyatanya ia bisa berinovasi, membawa maslahat, dan temuannya bisa dinikmati banyak orang. Dari: mr_...@yahoo.com mr_...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 00:23:49 Judul: Re: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Paradoks nya diamana ? HAKI itu untuk melindungi karya intelektual,inovasi. Kalo ngga ada HAKI entrepreneur ngga punya insentif untuk berinovasi. Kok paradoks ? Justru itu bagian property right protection. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 16:17:19 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Maksud saya sederhananya, siapa yg menganut paham ekonomi liberal, dan siapa yang paling getol soal Hak Milik, khususnya HAKI? bukankah memang HAKI dipakai untuk menutup kemungkinan mengejar keberhasilan secara efisien? ekonomi liberal itu bertumpu pada asumsi personal seperti apa? Dari: mr_...@yahoo.com mr_...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Sel, 24 November, 2009 23:50:22 Judul: Re: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Saya ngga ngerti maksud nya, Tapi yg jelas harus dibedakan antara personal/social liberal dan ekonomi/pasar liberal. Coba ikut kuis ini deh, nanti ngerti maksud saya : www.theadvocates.org/quiz.html Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 15:17:06 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Lho, yg mempropagandakan dan mengasumsikan pentingnya proteksi atas property right itu siapa ya? Bukankah ini paradoks sejak kelahiran liberalisme, antara 'personal right' dan 'property right'. Kesamaan dlm hak2 personal pada saat yang sama akan dihadapkan pada kenyataan ketimpangan pada hak atas kepemilikan. salam Dari: mr_...@yahoo.com mr_...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Sel, 24 November, 2009 23:06:32 Judul: Re: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Karakter ekonomi pasar liberal justru terbalik tuh Finance 101 tentang alokasi reources: Capital/resource akan mengalir ke project/asset yg memberikan expected return/risk tertinggi. Itu yg di sebut ekonomi yg effisien. Yg menyebabkan ineffisien alokasi kapital bisanya masalah HUKUM: PROPERTY RIGHT protection dan contract enforceability. Mungkin yg punya duit takut duitnya di kemplang wong contract susah di enforce. Just My 2 cents, Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: dyahanggitasari dyahanggitas...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 06:40:57 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Menurut Mubyarto (2004), orientasi perbankan kita memang ironis. Di satu pihak, usaha-usaha kecil lari ke rentenir dengan membayar bunga tinggi. Tetapi, di pihak lain, kelompok masyarakat ekonomi kuat menyimpan uang mereka di bank dalam bentuk deposito dengan harapan menerima bunga menarik. Para pelepas uang dan deposan menikmati pendapatan bunga tinggi. Sebaliknya, kelompok usaha kecil dan menengah harus membayar bunga tinggi kepada masyarakat ekonomi kuat tersebut. Itulah karakter kegiatan perbankan dalam sistem ekonomi individualis-liberal yang jelas tidak sesuai dengan pasal 33 UUD 1945. Ironi Penanganan Bank Century Batam Pos. Selasa, 01 September 2009 Augustinus Simanjuntak Dosen Fakultas Ekonomi UK Petra, Surabaya. DI tengah semakin jauhnya orientasi perbankan kita dari visi pemberdayaan ekonomi rakyat (kredit bagi usaha kecil dengan suku bunga rendah), pemerintah justru selalu bersikap protektif terhadap bank-bank yang pengelolaannya bermasalah. Kali ini, pola kesalahan dalam kasus penggelontoran dana BLBI ke bank-bank bermasalah pada 1998 diduga terjadi pula dalam upaya penyelamatan Bank Century. Sebagaimana diberitakan, pemerintah lewat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terpaksa menyuntikkan dana (bailout) Rp 6,77 triliun ke Bank Century dengan dalih force majeure untuk menghindari dampak sistemis penyakit akut bank itu terhadap stabilitas perbankan nasional. Jadi, betapa baiknya sikap pemerintah terhadap pemilik bank bermasalah yang selama ini hanya mementingkan untung sebesar-besarnya ketimbang ikut program
Re: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
At 03:37 PM 11/25/2009, you wrote: Namanya Jonas Salk. Dia penemu vaksin Polio. Masalahnya, kita TIDAK BISA memaksa semua orang untuk seperti Jonas Salk. (atau seperti Shockley dkk., yang tidak mempatenkan transistor). Di sisi lain, inovasi di sektor medis yang terjadi selama puluhan tahun ini, juga banyak diberi kontribusi oleh perusahaan farmasi komersial. Betul perusahaan-perusahaan itu ambil untung -- TETAPI kalau tanpa keuntungan, apakah perusahaan tersebut mau repot-repot bikin penelitian? menggaji ribuan ilmuwan? menguji obatnya? Bisa jadi mereka nggak mau. Dan mereka PUNYA HAK untuk tidak mau melakukan apa-apa. Tidak ada perusahaan farmasi maka tidak ada obat. Dan itu berarti yang mengalami kehilangan adalah seluruh dunia. Persis, nyatanya apa yg terjadi dg industri obat? Negara dunia ketiga akan selalu jadi korban, karena startnya sudah beda. Ada seorang profesor di AS (saya lupa namanya, nanti saya susulkan), menolak mematenkan temuannya. Orang pada heran, profesor itu menjawab enteng:siapa bisa mematenkan matahari dan sinarnya? Nyatanya ia bisa berinovasi, membawa maslahat, dan temuannya bisa dinikmati banyak orang.
Re: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
Industry kesehatan mmg agak berbeda dg industry IT, otomotif, dirgantara dll Sy tidak terlalu mengikuti industry ini tapi intinya paten kan voluntary. Kalau penemunya maunya di open tanpa paten ya bagus itu toh ... Dan kalau penelitian nya butuh biaya besar dan perlu paten untuk merecover ya boles Ngga ada yg maksa untuk mematenkan Kalo ada yg mau terus berinovasi tanpa paten, bagus itu mulia sekali Seperti juga ada guru/PNS tanpa gaji yg tetap terinsentif untuk bekerja. Masalahnya orang2 seperti ini ada berapa kepala dalam sejuta ?? Sistem ekonomi yg sustainable dibuat untuk orang normal yg butuh insentif berupa kenaikan gaji/profit sebagai motivasi. Selamat datang di dunia nyata. Tanpa industry yg mencari profit terobosan2 dalam riset . Itu voluntary. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 16:37:54 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Persis, nyatanya apa yg terjadi dg industri obat? Negara dunia ketiga akan selalu jadi korban, karena startnya sudah beda. Ada seorang profesor di AS (saya lupa namanya, nanti saya susulkan), menolak mematenkan temuannya. Orang pada heran, profesor itu menjawab enteng:siapa bisa mematenkan matahari dan sinarnya? Nyatanya ia bisa berinovasi, membawa maslahat, dan temuannya bisa dinikmati banyak orang. Dari: mr_...@yahoo.com mr_...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 00:23:49 Judul: Re: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Paradoks nya diamana ? HAKI itu untuk melindungi karya intelektual,inovasi. Kalo ngga ada HAKI entrepreneur ngga punya insentif untuk berinovasi. Kok paradoks ? Justru itu bagian property right protection. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 16:17:19 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Maksud saya sederhananya, siapa yg menganut paham ekonomi liberal, dan siapa yang paling getol soal Hak Milik, khususnya HAKI? bukankah memang HAKI dipakai untuk menutup kemungkinan mengejar keberhasilan secara efisien? ekonomi liberal itu bertumpu pada asumsi personal seperti apa? Dari: mr_...@yahoo.com mr_...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Sel, 24 November, 2009 23:50:22 Judul: Re: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Saya ngga ngerti maksud nya, Tapi yg jelas harus dibedakan antara personal/social liberal dan ekonomi/pasar liberal. Coba ikut kuis ini deh, nanti ngerti maksud saya : www.theadvocates.org/quiz.html Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 15:17:06 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Lho, yg mempropagandakan dan mengasumsikan pentingnya proteksi atas property right itu siapa ya? Bukankah ini paradoks sejak kelahiran liberalisme, antara 'personal right' dan 'property right'. Kesamaan dlm hak2 personal pada saat yang sama akan dihadapkan pada kenyataan ketimpangan pada hak atas kepemilikan. salam Dari: mr_...@yahoo.com mr_...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Sel, 24 November, 2009 23:06:32 Judul: Re: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Karakter ekonomi pasar liberal justru terbalik tuh Finance 101 tentang alokasi reources: Capital/resource akan mengalir ke project/asset yg memberikan expected return/risk tertinggi. Itu yg di sebut ekonomi yg effisien. Yg menyebabkan ineffisien alokasi kapital bisanya masalah HUKUM: PROPERTY RIGHT protection dan contract enforceability. Mungkin yg punya duit takut duitnya di kemplang wong contract susah di enforce. Just My 2 cents, Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: dyahanggitasari dyahanggitas...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 06:40:57 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Menurut Mubyarto (2004), orientasi perbankan kita memang ironis. Di satu pihak, usaha-usaha kecil lari ke rentenir dengan membayar bunga tinggi. Tetapi, di pihak lain, kelompok masyarakat ekonomi kuat menyimpan uang mereka di bank dalam bentuk deposito dengan harapan menerima bunga menarik. Para pelepas uang dan deposan menikmati pendapatan bunga tinggi. Sebaliknya, kelompok usaha kecil dan menengah harus membayar bunga tinggi kepada masyarakat ekonomi kuat tersebut. Itulah karakter
Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
Persis, saya baru mau tulis ini, terima kasih Bang Poltak. Tentu saja kita tidak bisa memaksa orang seperti Salk, sama juga kita tak bisa menyimpulkan bahwa tanpa insentif pasti orang tak bisa berinovasi. Satu contoh lagi, kasus Prof. Betty Dong. Ia tahun 1990 melakukan riset bahwa ada empat pabrik farmasi yang menemukan obat semanjur syntroid ( patent ada di Flint Lab), ia justru digugat bahwa temuannya salah. Akhirnya ia diperiksa tim independen, dan justru temuannya dibenarkan, bahkan dimuat di jurnal terkenal Journal of the American Medical Association. Kasus Dong ini menjadikan konsumen menghemat USD 365 juta/tahun, karena tidak perlu mengonsumsi syndroid yg mahal dan memperkaya Flint Lab USD 500 jt/tahun. Kenapa kita tidak bisa meniru ini? atau pertanyaannya, bisakah ini jadi gejala global? salam Dari: Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 00:54:05 Judul: Re: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 At 03:37 PM 11/25/2009, you wrote: Namanya Jonas Salk. Dia penemu vaksin Polio. Masalahnya, kita TIDAK BISA memaksa semua orang untuk seperti Jonas Salk. (atau seperti Shockley dkk., yang tidak mempatenkan transistor). Di sisi lain, inovasi di sektor medis yang terjadi selama puluhan tahun ini, juga banyak diberi kontribusi oleh perusahaan farmasi komersial. Betul perusahaan-perusaha an itu ambil untung -- TETAPI kalau tanpa keuntungan, apakah perusahaan tersebut mau repot-repot bikin penelitian? menggaji ribuan ilmuwan? menguji obatnya? Bisa jadi mereka nggak mau. Dan mereka PUNYA HAK untuk tidak mau melakukan apa-apa. Tidak ada perusahaan farmasi maka tidak ada obat. Dan itu berarti yang mengalami kehilangan adalah seluruh dunia. Persis, nyatanya apa yg terjadi dg industri obat? Negara dunia ketiga akan selalu jadi korban, karena startnya sudah beda. Ada seorang profesor di AS (saya lupa namanya, nanti saya susulkan), menolak mematenkan temuannya. Orang pada heran, profesor itu menjawab enteng:siapa bisa mematenkan matahari dan sinarnya? Nyatanya ia bisa berinovasi, membawa maslahat, dan temuannya bisa dinikmati banyak orang. Lebih Bersih, Lebih Baik, Lebih Cepat - Rasakan Yahoo! Mail baru yang Lebih Cepat hari ini! http://id.mail.yahoo.com [Non-text portions of this message have been removed]
Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
Siapa bilang tidak ada profit? Dalam contoh saya sebelumnya, nyatanya Flint Labs tetap ada pendapatan USD 135 juta/thn, dan USD 365 juta/tahun diproduksi empat pabrik farmasi lain, konsumen juga diuntungkan. Justru paten di sini menghambat bukan? saya kan hanya beri contoh, ini bukan voluntary. Saya kira Jonas Salk hidup di dunia nyata, dan orang2 seperti ini banyak. Justru PR kita bagaimana merancang sistem pendidikan yg membangun watak anak bangsa demikian, bukannya menyerah pada realitas yg nyata2 tidak adil. salam Dari: mr_...@yahoo.com mr_...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 01:00:57 Judul: Re: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Industry kesehatan mmg agak berbeda dg industry IT, otomotif, dirgantara dll Sy tidak terlalu mengikuti industry ini tapi intinya paten kan voluntary. Kalau penemunya maunya di open tanpa paten ya bagus itu toh ... Dan kalau penelitian nya butuh biaya besar dan perlu paten untuk merecover ya boles Ngga ada yg maksa untuk mematenkan Kalo ada yg mau terus berinovasi tanpa paten, bagus itu mulia sekali Seperti juga ada guru/PNS tanpa gaji yg tetap terinsentif untuk bekerja. Masalahnya orang2 seperti ini ada berapa kepala dalam sejuta ?? Sistem ekonomi yg sustainable dibuat untuk orang normal yg butuh insentif berupa kenaikan gaji/profit sebagai motivasi. Selamat datang di dunia nyata. Tanpa industry yg mencari profit terobosan2 dalam riset . Itu voluntary. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 16:37:54 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Persis, nyatanya apa yg terjadi dg industri obat? Negara dunia ketiga akan selalu jadi korban, karena startnya sudah beda. Ada seorang profesor di AS (saya lupa namanya, nanti saya susulkan), menolak mematenkan temuannya. Orang pada heran, profesor itu menjawab enteng:siapa bisa mematenkan matahari dan sinarnya? Nyatanya ia bisa berinovasi, membawa maslahat, dan temuannya bisa dinikmati banyak orang. Dari: mr_...@yahoo.com mr_...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 00:23:49 Judul: Re: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Paradoks nya diamana ? HAKI itu untuk melindungi karya intelektual,inovasi. Kalo ngga ada HAKI entrepreneur ngga punya insentif untuk berinovasi. Kok paradoks ? Justru itu bagian property right protection. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 16:17:19 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Maksud saya sederhananya, siapa yg menganut paham ekonomi liberal, dan siapa yang paling getol soal Hak Milik, khususnya HAKI? bukankah memang HAKI dipakai untuk menutup kemungkinan mengejar keberhasilan secara efisien? ekonomi liberal itu bertumpu pada asumsi personal seperti apa? Dari: mr_...@yahoo.com mr_...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Sel, 24 November, 2009 23:50:22 Judul: Re: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Saya ngga ngerti maksud nya, Tapi yg jelas harus dibedakan antara personal/social liberal dan ekonomi/pasar liberal. Coba ikut kuis ini deh, nanti ngerti maksud saya : www.theadvocates.org/quiz.html Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 15:17:06 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Lho, yg mempropagandakan dan mengasumsikan pentingnya proteksi atas property right itu siapa ya? Bukankah ini paradoks sejak kelahiran liberalisme, antara 'personal right' dan 'property right'. Kesamaan dlm hak2 personal pada saat yang sama akan dihadapkan pada kenyataan ketimpangan pada hak atas kepemilikan. salam Dari: mr_...@yahoo.com mr_...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Sel, 24 November, 2009 23:06:32 Judul: Re: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Karakter ekonomi pasar liberal justru terbalik tuh Finance 101 tentang alokasi reources: Capital/resource akan mengalir ke project/asset yg memberikan expected return/risk tertinggi. Itu yg di sebut ekonomi yg effisien. Yg menyebabkan ineffisien alokasi kapital bisanya masalah HUKUM: PROPERTY RIGHT protection dan contract enforceability. Mungkin yg punya duit takut duitnya di kemplang wong contract susah di enforce. Just
Re: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
Anda bikin contoh dipilih pilih sendiri untuk mengeneralisasi ... Anda bilang banyak itu berapa persen ? Sistem komunisme uni soviet juga mengasumsikan hal yg sama dan tidak jalan. Maaf bukannya skeptis tapi memang utopia ... Menurut saya cuma akan jalan di angan angan. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 17:07:01 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Siapa bilang tidak ada profit? Dalam contoh saya sebelumnya, nyatanya Flint Labs tetap ada pendapatan USD 135 juta/thn, dan USD 365 juta/tahun diproduksi empat pabrik farmasi lain, konsumen juga diuntungkan. Justru paten di sini menghambat bukan? saya kan hanya beri contoh, ini bukan voluntary. Saya kira Jonas Salk hidup di dunia nyata, dan orang2 seperti ini banyak. Justru PR kita bagaimana merancang sistem pendidikan yg membangun watak anak bangsa demikian, bukannya menyerah pada realitas yg nyata2 tidak adil. salam Dari: mr_...@yahoo.com mr_...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 01:00:57 Judul: Re: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Industry kesehatan mmg agak berbeda dg industry IT, otomotif, dirgantara dll Sy tidak terlalu mengikuti industry ini tapi intinya paten kan voluntary. Kalau penemunya maunya di open tanpa paten ya bagus itu toh ... Dan kalau penelitian nya butuh biaya besar dan perlu paten untuk merecover ya boles Ngga ada yg maksa untuk mematenkan Kalo ada yg mau terus berinovasi tanpa paten, bagus itu mulia sekali Seperti juga ada guru/PNS tanpa gaji yg tetap terinsentif untuk bekerja. Masalahnya orang2 seperti ini ada berapa kepala dalam sejuta ?? Sistem ekonomi yg sustainable dibuat untuk orang normal yg butuh insentif berupa kenaikan gaji/profit sebagai motivasi. Selamat datang di dunia nyata. Tanpa industry yg mencari profit terobosan2 dalam riset . Itu voluntary. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 16:37:54 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Persis, nyatanya apa yg terjadi dg industri obat? Negara dunia ketiga akan selalu jadi korban, karena startnya sudah beda. Ada seorang profesor di AS (saya lupa namanya, nanti saya susulkan), menolak mematenkan temuannya. Orang pada heran, profesor itu menjawab enteng:siapa bisa mematenkan matahari dan sinarnya? Nyatanya ia bisa berinovasi, membawa maslahat, dan temuannya bisa dinikmati banyak orang. Dari: mr_...@yahoo.com mr_...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 00:23:49 Judul: Re: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Paradoks nya diamana ? HAKI itu untuk melindungi karya intelektual,inovasi. Kalo ngga ada HAKI entrepreneur ngga punya insentif untuk berinovasi. Kok paradoks ? Justru itu bagian property right protection. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 16:17:19 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Maksud saya sederhananya, siapa yg menganut paham ekonomi liberal, dan siapa yang paling getol soal Hak Milik, khususnya HAKI? bukankah memang HAKI dipakai untuk menutup kemungkinan mengejar keberhasilan secara efisien? ekonomi liberal itu bertumpu pada asumsi personal seperti apa? Dari: mr_...@yahoo.com mr_...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Sel, 24 November, 2009 23:50:22 Judul: Re: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Saya ngga ngerti maksud nya, Tapi yg jelas harus dibedakan antara personal/social liberal dan ekonomi/pasar liberal. Coba ikut kuis ini deh, nanti ngerti maksud saya : www.theadvocates.org/quiz.html Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 15:17:06 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Lho, yg mempropagandakan dan mengasumsikan pentingnya proteksi atas property right itu siapa ya? Bukankah ini paradoks sejak kelahiran liberalisme, antara 'personal right' dan 'property right'. Kesamaan dlm hak2 personal pada saat yang sama akan dihadapkan pada kenyataan ketimpangan pada hak atas kepemilikan. salam Dari: mr_...@yahoo.com mr_...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia
Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
Ralat, matematika saya payah. Angka USD 365 juta/tahun itu mohon dihilangkan, itu boleh jadi penghematan saja, tidak berarti omset tetap USD 500 juta/thn dg lima perusahaan. terima kasih Dari: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 01:07:01 Judul: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Siapa bilang tidak ada profit? Dalam contoh saya sebelumnya, nyatanya Flint Labs tetap ada pendapatan USD 135 juta/thn, dan USD 365 juta/tahun diproduksi empat pabrik farmasi lain, konsumen juga diuntungkan. Justru paten di sini menghambat bukan? saya kan hanya beri contoh, ini bukan voluntary. Saya kira Jonas Salk hidup di dunia nyata, dan orang2 seperti ini banyak. Justru PR kita bagaimana merancang sistem pendidikan yg membangun watak anak bangsa demikian, bukannya menyerah pada realitas yg nyata2 tidak adil. salam _ _ __ Dari: mr_...@yahoo. com mr_...@yahoo. com Kepada: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 01:00:57 Judul: Re: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Industry kesehatan mmg agak berbeda dg industry IT, otomotif, dirgantara dll Sy tidak terlalu mengikuti industry ini tapi intinya paten kan voluntary. Kalau penemunya maunya di open tanpa paten ya bagus itu toh ... Dan kalau penelitian nya butuh biaya besar dan perlu paten untuk merecover ya boles Ngga ada yg maksa untuk mematenkan Kalo ada yg mau terus berinovasi tanpa paten, bagus itu mulia sekali Seperti juga ada guru/PNS tanpa gaji yg tetap terinsentif untuk bekerja. Masalahnya orang2 seperti ini ada berapa kepala dalam sejuta ?? Sistem ekonomi yg sustainable dibuat untuk orang normal yg butuh insentif berupa kenaikan gaji/profit sebagai motivasi. Selamat datang di dunia nyata. Tanpa industry yg mencari profit terobosan2 dalam riset . Itu voluntary. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo. com Date: Wed, 25 Nov 2009 16:37:54 To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Subject: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Persis, nyatanya apa yg terjadi dg industri obat? Negara dunia ketiga akan selalu jadi korban, karena startnya sudah beda. Ada seorang profesor di AS (saya lupa namanya, nanti saya susulkan), menolak mematenkan temuannya. Orang pada heran, profesor itu menjawab enteng:siapa bisa mematenkan matahari dan sinarnya? Nyatanya ia bisa berinovasi, membawa maslahat, dan temuannya bisa dinikmati banyak orang. _ _ __ Dari: mr_...@yahoo. com mr_...@yahoo. com Kepada: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 00:23:49 Judul: Re: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Paradoks nya diamana ? HAKI itu untuk melindungi karya intelektual, inovasi. Kalo ngga ada HAKI entrepreneur ngga punya insentif untuk berinovasi. Kok paradoks ? Justru itu bagian property right protection. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo. com Date: Wed, 25 Nov 2009 16:17:19 To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Subject: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Maksud saya sederhananya, siapa yg menganut paham ekonomi liberal, dan siapa yang paling getol soal Hak Milik, khususnya HAKI? bukankah memang HAKI dipakai untuk menutup kemungkinan mengejar keberhasilan secara efisien? ekonomi liberal itu bertumpu pada asumsi personal seperti apa? _ _ __ Dari: mr_...@yahoo. com mr_...@yahoo. com Kepada: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Terkirim: Sel, 24 November, 2009 23:50:22 Judul: Re: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Saya ngga ngerti maksud nya, Tapi yg jelas harus dibedakan antara personal/social liberal dan ekonomi/pasar liberal. Coba ikut kuis ini deh, nanti ngerti maksud saya : www.theadvocates. org/quiz. html Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo. com Date: Wed, 25 Nov 2009 15:17:06 To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Subject: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Lho, yg mempropagandakan dan mengasumsikan pentingnya proteksi atas property right itu siapa ya? Bukankah ini paradoks sejak kelahiran liberalisme, antara 'personal right' dan 'property right'. Kesamaan dlm hak2 personal pada saat yang sama akan dihadapkan pada kenyataan ketimpangan pada hak atas kepemilikan. salam _ _ __ Dari: mr_...@yahoo. com mr_...@yahoo. com Kepada: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Terkirim: Sel, 24 November, 2009 23:06:32 Judul: Re: [Keuangan
Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
Bekerja demi insentif tentu berbeda dengan bekerja dan mendapat insentif. Tentu saja tetap ada penghargaan, termasuk untuk Prof. Betty Dong itu, atau seniman itu, tetap layak mendapatkan upahnya, tapi itu bukan pengandaian satu-satunya yang mendasari tindakannya. Poin saya di situ. Kalau saya anti-insentif, kenapa saya mencontohkan ada empat perusahaan yg menciptakan dan juga untung, konsumen untung. Saya memproblematisir hak paten. Insentif tetap bisa diberikan dan lebih adil, bahkan tanpa paten. Lebih banyak yg bisa diuntungkan. Saya kira kawan Anda, Yanuar Nugroho, kemarin banyak memberikan pencerahan, termasuk pada para pejabat negara ini, untuk sedikit lebih terbuka pikirannya untuk tidak begitu saja mengikuti logika negara maju soal teknologi, kita harus berhitung, menyiasati. Soalnya bukan pada saya atau Anda yg mencoba, tapi ini adalah persoalan politik, ekonomi pasar adalah proyek politik, maka perlu kesadaran dan aksi politik, bukan kalkulasi matematis belaka. salam Dari: Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 01:33:27 Judul: Re: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 At 04:04 PM 11/25/2009, you wrote: Persis, saya baru mau tulis ini, terima kasih Bang Poltak. Tentu saja kita tidak bisa memaksa orang seperti Salk, sama juga kita tak bisa menyimpulkan bahwa tanpa insentif pasti orang tak bisa berinovasi. Betul bahwa bisa saja tanpa insentif finansial orang tetap bisa berinovasi. Tapi berapa banyak? Lebih banyak manfaat atau mudaratnya? Coba anda lihat para seniman. Mereka adalah mahluk penuh inovasi (dalam seni) - tetapi kalau kita tidak mau membayar mereka - padahal kita menikmati karya mereka -- seberapa jauh mereka bisa berkarya? Anak-istri mereka dikasih makan apa? Disekolahkan seperti apa? Hidup seperti apa? Dan kalau seorang seniman harus narik becak supaya anak istrinya bisa makan -- berapa lukisan yang bisa dia bikin? Hal serupa juga berlaku untuk ilmuwan dan juga perusahaan yang mempekerjakan mereka. Seorang ahli farmasi biasanya harus sekolah sangat lama. Kalau sampai gelar doktor - berarti 12 tahun. Dan itu belum ikut menghitung puluhan ribu jam waktu di laboratorium. ... Istri saya dulu kuliah di farmasi ITB dan saya tahu persis bagaimana tidak enaknya di laboratorium farmasi. Banyak zat kimia dan sangat tinggi resiko terkena kanker. Banyak bahan biologis (virus, jamur, bakteri, dkk.) yang tinggi resiko kontaminasi. Saya sangat beruntung karena dia nggak mau jadi ahli farmasi. Tapi kalau semua orang tidak ingin istri / suaminya jadi ahli farmasi -- lantas apa yang bisa membujuk orang supaya mau bekerja di laboratorium farmasi untuk menciptakan obat Satu contoh lagi, kasus Prof. Betty Dong. Ia tahun 1990 melakukan riset bahwa ada empat pabrik farmasi yang menemukan obat semanjur syntroid ( patent ada di Flint Lab), ia justru digugat bahwa temuannya salah. Akhirnya ia diperiksa tim independen, dan justru temuannya dibenarkan, bahkan dimuat di jurnal terkenal Journal of the American Medical Association. Kasus Dong ini menjadikan konsumen menghemat USD 365 juta/tahun, karena tidak perlu mengonsumsi syndroid yg mahal dan memperkaya Flint Lab USD 500 jt/tahun. Kenapa kita tidak bisa meniru ini? atau pertanyaannya, bisakah ini jadi gejala global? Bisa saja kita meniru. Anda mau coba duluan?? Akses email lebih cepat. Yahoo! menyarankan Anda meng-upgrade browser ke Internet Explorer 8 baru yang dioptimalkan untuk Yahoo! Dapatkan di sini! http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer [Non-text portions of this message have been removed]
Re: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
Mas tiap lebaran saya pulang ke kampung eyang di pelosok desa yg mobil saja kadang ngga bisa masuk dan mesti di parkir di pasar. Menurut pengamatan saya lho ini, masyarakat desa sekarang tidak seperti yg di gambarkan dalam buku text book PMP jaman saya sekolah :) Meskipun sangat sosial dan membantu tanpa pamrih di saat musibah. Tapi dalam kondisi normal sama komersil nya dengan orang kota. Kalo ngga ada insentif ngga kerja juga. Sudah nature manusia kali. Tapi sample saya cuman 3 desa di kediri-jombang-lamongan Jatim. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 17:35:04 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Skeptis juga tidak apa-apa kok ;-) Lihat saja di pedesaan mas, apakah mereka bekerja demi insentif? saya kira tidak tuh. Berapa banyak buruh tani dan tani, yang sebenarnya merugi, tapi mereka bekerja demi bekerja itu sendiri, bukan demi profit. Nyatanya manusia seperti itu ada, dan mereka hidup dlm keyakinan kuat, memahami waktu siklikal, dan menghayati hidupnya bagian dari alam. Kalau boleh tahu, sejak kapan resmi ada paten? bukankah penemuan2 yg revolusioner itu tak pernah dipatenkan? Jangan2 justru kita yang takut dalam bayang2 asumsi 'scarcity' dlm ilmu ekonomi. Utopia itu berarti ganda, ou(topia)=tidak/non-place, atau eu(topia)=tempat yg baik. Melihat fakta hidup ini, wajar manusia membayangkan non-place, sekaligus good-place, krn ia manusia, yg pikirannya bisa menjangkau tanpa batas. salam Dari: mr_...@yahoo.com mr_...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 01:14:36 Judul: Re: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Anda bikin contoh dipilih pilih sendiri untuk mengeneralisasi ... Anda bilang banyak itu berapa persen ? Sistem komunisme uni soviet juga mengasumsikan hal yg sama dan tidak jalan. Maaf bukannya skeptis tapi memang utopia ... Menurut saya cuma akan jalan di angan angan. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 17:07:01 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Siapa bilang tidak ada profit? Dalam contoh saya sebelumnya, nyatanya Flint Labs tetap ada pendapatan USD 135 juta/thn, dan USD 365 juta/tahun diproduksi empat pabrik farmasi lain, konsumen juga diuntungkan. Justru paten di sini menghambat bukan? saya kan hanya beri contoh, ini bukan voluntary. Saya kira Jonas Salk hidup di dunia nyata, dan orang2 seperti ini banyak. Justru PR kita bagaimana merancang sistem pendidikan yg membangun watak anak bangsa demikian, bukannya menyerah pada realitas yg nyata2 tidak adil. salam Dari: mr_...@yahoo.com mr_...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 01:00:57 Judul: Re: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Industry kesehatan mmg agak berbeda dg industry IT, otomotif, dirgantara dll Sy tidak terlalu mengikuti industry ini tapi intinya paten kan voluntary. Kalau penemunya maunya di open tanpa paten ya bagus itu toh ... Dan kalau penelitian nya butuh biaya besar dan perlu paten untuk merecover ya boles Ngga ada yg maksa untuk mematenkan Kalo ada yg mau terus berinovasi tanpa paten, bagus itu mulia sekali Seperti juga ada guru/PNS tanpa gaji yg tetap terinsentif untuk bekerja. Masalahnya orang2 seperti ini ada berapa kepala dalam sejuta ?? Sistem ekonomi yg sustainable dibuat untuk orang normal yg butuh insentif berupa kenaikan gaji/profit sebagai motivasi. Selamat datang di dunia nyata. Tanpa industry yg mencari profit terobosan2 dalam riset . Itu voluntary. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 16:37:54 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Persis, nyatanya apa yg terjadi dg industri obat? Negara dunia ketiga akan selalu jadi korban, karena startnya sudah beda. Ada seorang profesor di AS (saya lupa namanya, nanti saya susulkan), menolak mematenkan temuannya. Orang pada heran, profesor itu menjawab enteng:siapa bisa mematenkan matahari dan sinarnya? Nyatanya ia bisa berinovasi, membawa maslahat, dan temuannya bisa dinikmati banyak orang. Dari: mr_...@yahoo.com mr_...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 00:23:49 Judul: Re: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Paradoks nya diamana
Re: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
At 04:41 PM 11/25/2009, you wrote: Bekerja demi insentif tentu berbeda dengan bekerja dan mendapat insentif. Tentu saja tetap ada penghargaan, termasuk untuk Prof. Betty Dong itu, atau seniman itu, tetap layak mendapatkan upahnya, tapi itu bukan pengandaian satu-satunya yang mendasari tindakannya. Poin saya di situ. Kalau saya anti-insentif, kenapa saya mencontohkan ada empat perusahaan yg menciptakan dan juga untung, konsumen untung. Saya memproblematisir hak paten. Insentif tetap bisa diberikan dan lebih adil, bahkan tanpa paten. Lebih banyak yg bisa diuntungkan. Betul, tetapi kalau tidak ada insentif dan orang tidak mau bikin apa-apa -- maka akan JAUH LEBIH BANYAK lagi yang dirugikan. Orang punya HAK untuk tidak berbuat apa-apa. Dan bila itu terjadi, maka kita semua tidak dapat apa-apa... Saya kira kawan Anda, Yanuar Nugroho, kemarin banyak memberikan pencerahan, termasuk pada para pejabat negara ini, untuk sedikit lebih terbuka pikirannya untuk tidak begitu saja mengikuti logika negara maju soal teknologi, kita harus berhitung, menyiasati. Sayang saya tidak bisa datang, karena ada tugas mewakili kantor. Saya yakin anda sampaikan salam saya buat Mas Yanuar. Banyak bagian dari pendapat saya sekarang ini adalah lewat pencerahan dengan ngobrol-ngobrol dengan Mas Yanuar. Soalnya bukan pada saya atau Anda yg mencoba, tapi ini adalah persoalan politik, ekonomi pasar adalah proyek politik, maka perlu kesadaran dan aksi politik, bukan kalkulasi matematis belaka. Di sini kita berbeda. Ekonomi pasar menurut saya adalah kajian tentang alokasi sumber daya (yang terbatas) dengan segala sistem insentif-nya untuk menciptakan kebaikan bersama dari segala yang mungkin terjadi. Karena lewat mekanisme pasar lah maka manusia tidak perlu saling merampas.
Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
Saya setuju dg anggaran riset. Info dr mas Yanuar Nugroho, Uni Eropa mematok target alokasi anggaran riset 10% tahun 2010, dan ini tidak akan tercapai, artinya realisasi masih di bawah itu. Maka mereka kini menggenjot aktivitas riset. Anggaran riset tentu saja berbanding lurus dg visi soal inovasi, teknologi, dan berbagai proyek bagi kemajuan manusia ke depan. Indonesia, alih2 anggaran riset (yg justru makin mengecil), sudah punya Badan Riset Nasional, punya Tim Inovasi, tapi tak ada kegiatan karena tak punya sistem. Kita memang hidup dlm logika berpikir amburadul (berarti tak layak disebut logis). Kita hanya akan jadi komunitas konsumen, dan cilakanya, yg kita konsumsi sebagian besar adalah produk gagal, produk tak aman, dan produk coba-coba dlm alur inovasi negara maju. lebih cilaka lagi, tak ada lembaga advokasi yg memadai soal ini, lengkaplah sudah. salam Dari: Bali da Dave dfa...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 03:00:25 Judul: Re: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Dari contoh artikel dibawah ada disebutkan contoh penyediaan obat untuk penyakit negara maju dibandingkan penyakit negara miskin. Penyakit negara maju lebih mudah dicari obatnya karena anggaran risetnya ada, yakni jika ada hasil maka warga sakit negara maju akan sanggup membayar untuk menutup ongkos yang dikeluarkan dalam riset mencari obat ini. Sebaliknya, penyakit negara miskin lama menemukan obatnya karena seringkali biaya menemukan obat ini begitu besarnya sehingga warga negara miskin ini tidak sanggup membayar untuk menutupi ongkos riset untuk menemukan obat ini. Sekarang insentif apa yang bisa membuat perusahaan farmasi untuk membuang uang untuk melakukan riset dan memproduksi obat bagi warga negara miskin ini tanpa harus menjadi bangkrut dan memecat seluruh karyawan mereka yang jenius ini? Tentu saja insentif ini sebaiknya terus memacu orang untuk bekerja keras, kreatif dan efektif dalam memecahkan masalah? Ekonomi pasar bebas memacu orang untuk menjadi kreatif dan efektif dalam memecahkan masalah. Namun kelemahannya adalah, sampai saat ini tidak ada insentif untuk berusaha memecahkan masalah penyakit negara-negara miskin karena insentif return/balik modal nya sangat kurang memadai. Hanya karena banyak manusia masih memiliki hati emas sajalah maka bantuan ini dan itu kadang-kadang mengalir untuk meringankan beban penyakit negara-negara miskin ini. Saya pernah baca, seseorang tidak bisa menjadi baik bila ia tidak memiliki harta pribadinya (senyum, keramahan, dll termasuk juga harta pribadi, bukan cuma masalah uang). Sedikit banyak ini sama dengan argumentasi bahwa Tuhan memberikan kita kebebasan untuk berbuat dosa atau tidak. Tanpa kebebasan ini, kita tidak bisa memberikan kepada Tuhan hadiah dari kita, yakni hati yang menurut dan taat pada Tuhan. --- On Wed, 25/11/09, dyahanggitasari dyahanggitasari@ yahoo.com wrote: Menurut Mubyarto (2004), orientasi perbankan kita memang ironis. Di satu pihak, usaha-usaha kecil lari ke rentenir dengan membayar bunga tinggi. Tetapi, di pihak lain, kelompok masyarakat ekonomi kuat menyimpan uang mereka di bank dalam bentuk deposito dengan harapan menerima bunga menarik. Para pelepas uang dan deposan menikmati pendapatan bunga tinggi. Sebaliknya, kelompok usaha kecil dan menengah harus membayar bunga tinggi kepada masyarakat ekonomi kuat tersebut. Itulah karakter kegiatan perbankan dalam sistem ekonomi individualis- liberal yang jelas tidak sesuai dengan pasal 33 UUD 1945. _ _ _ _ _ _ Win 1 of 4 Sony home entertainment packs thanks to Yahoo!7. Enter now: http://au.docs. yahoo.com/ homepageset/ [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Mail Kini Lebih Cepat dan Lebih Bersih. Rasakan bedanya sekarang! http://id.mail.yahoo.com [Non-text portions of this message have been removed]
Re: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
Kalo kata para engineer : Don't reinvent the wheel. Kalau HAKI ngga bagus mungkinkah IPhone,blackberry,microsoft,Intel dilahirkan ? Perlindungan HAKI itu essensial untuk industry masa depan yg bertumpu pada riset dan kreatifitas. Anda pernah dengar industry kreatif ? Tanpa HAKI saya ngga bisa bayangkan bagaimana industry ini bisa maju. Apakah HAKI sudah perfect ? Tentu belum, karena itu HAKI jg terus beevolusi. Tapi mempertanyakan HAKI bagi saya seperti mempertanyakan penemuan RODA. Its wasting time. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com Date: Thu, 26 Nov 2009 10:11:56 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Yang maju negara2 yg punya HAKI kan? artinya negara yg kuasai patennya, dan yg memanfaatkan paten itu tetap tidak maju? Kita negara berkembang akan kalah start dibanding negara maju soal paten, karena mereka memiliki teknologi itu dulu, menemukan dan mematenkan, sekarang ini kita hanya bisa memakai, karena basicnya sudah dikuasai. India sendiri, bukankah lebih sebagai perakit bukan pencipta, mereka menjadi pusat IT yg kebanyakan MNC. Ekonomi maju mundur ukurannya apa? Cina sebelum kejayaan Eropa adalah bangsa termakmur (ini diakui Adam Smith sendiri). Kita tak punya cukup data, karenanya tak bisa gegabah mengatakan kini lebih sejahtera. Ini karena kita memakai kacamata zaman ini untuk melihat zaman lalu. Ketika kemakmuran dan kekayaan bukan simbol keutamaan dan status sosial, kita tak berhak menilai kualitas hidup mereka dg ukuran materi. Saya tak mengajak kita kembali ke masa lalu, poin saya, another civilization is possible, dan kemajuan tak bisa semata-mata diukur dg materi. Ledakan kemajuan itu bukankah juga melahirkan tragedi dua perang dunia di abad lalu? HIV/AIDS yang hingga kini merajalela dan tak terkendali? Kerusakan ekosistem yang semakin tak terhindarkan? Yang hilang, dan ini poinnya, adalah value, kita alergi soal ini. salam Dari: mr_...@yahoo.com mr_...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 17:39:58 Judul: Re: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Sejak ada paten kita makin maju atau mundur ? Bandingkan negara yg HAKI nya bagus dengan yang tidak. Mengapa industry software disini macet? Meski programmer2 kita ngga kalah dg India? Mengapa inovasi2 IT datang dari negara2 dengan HAKI bagus? Sejak ada bunga ekonomi makin maju atau mundur ? Bandingkan dengan abad 17/18 atau bandingkan negara yg ngga punya sistem bank dengan yg punya. Kemajuan kita meledak kalau pake hukum newton gitu percepatan (variabel a) semakin tinggi. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com Date: Thu, 26 Nov 2009 09:11:14 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Biar ekstrem begini saja. Sejak kapan pertama kali hak paten ada? Apakah sejak penemuan2 brilian dari Archimedes, Ptolomeus, Galilei, Copernicus, sudah ada? Mengapa dulu bunga itu dianggap riba, kini begitu diagungkan? Mengapa dulu perdagangan itu diharamkan, kini menjadi bagian penting hidup manusia? Mengapa dulu uang sungguh sekunder dan sekedar alat tukar, kini jadi barang dagangan dan berhala yang dikejar? Ada pergeseran cara pandang, adan evolusi, bahkan kalau menurut Thomas Kuhn, ini sebuah revolusi. Kita hidup dlm woorldview dominan, jika dulu orang begitu mengagungkan surga, kini tidak lagi, karena dominant worldview-nya berubah. Jika Ada baca penelitian antropolog (saya kira sdh sangat banyak), soal bagaimana pasar menjadi dominan pun bisa diteliti di banyak komunitas, dari Mesir kuno, babilon, Yunani, hingga kelahiran kapitalisme di sekitar Italia. dari serangkaian hal itu, tentu logis jika kita berpikir, itu semua historis, pernah ada dan kini tiada, lalu apa yg sekarang ada ini mungkin saja di masa depan tiada. Itu artinya tidak natural, tapi konstruktif. salam Dari: mr_...@yahoo.com mr_...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Rab, 25 November, 2009 16:55:15 Judul: Re: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Sekarang itu hanya untuk membedakan dengan dulu di buku. Menurut saya dari aslinya ya memang seperti sekarang. Cuman buku yg dibuat dulu terlalu meromantisasi keadaan. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com Date: Thu, 26 Nov 2009 08:44:38 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal
Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
Lho, yg mempropagandakan dan mengasumsikan pentingnya proteksi atas property right itu siapa ya? Bukankah ini paradoks sejak kelahiran liberalisme, antara 'personal right' dan 'property right'. Kesamaan dlm hak2 personal pada saat yang sama akan dihadapkan pada kenyataan ketimpangan pada hak atas kepemilikan. salam Dari: mr_...@yahoo.com mr_...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Sel, 24 November, 2009 23:06:32 Judul: Re: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Karakter ekonomi pasar liberal justru terbalik tuh Finance 101 tentang alokasi reources: Capital/resource akan mengalir ke project/asset yg memberikan expected return/risk tertinggi. Itu yg di sebut ekonomi yg effisien. Yg menyebabkan ineffisien alokasi kapital bisanya masalah HUKUM: PROPERTY RIGHT protection dan contract enforceability. Mungkin yg punya duit takut duitnya di kemplang wong contract susah di enforce. Just My 2 cents, Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: dyahanggitasari dyahanggitas...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 06:40:57 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Menurut Mubyarto (2004), orientasi perbankan kita memang ironis. Di satu pihak, usaha-usaha kecil lari ke rentenir dengan membayar bunga tinggi. Tetapi, di pihak lain, kelompok masyarakat ekonomi kuat menyimpan uang mereka di bank dalam bentuk deposito dengan harapan menerima bunga menarik. Para pelepas uang dan deposan menikmati pendapatan bunga tinggi. Sebaliknya, kelompok usaha kecil dan menengah harus membayar bunga tinggi kepada masyarakat ekonomi kuat tersebut. Itulah karakter kegiatan perbankan dalam sistem ekonomi individualis-liberal yang jelas tidak sesuai dengan pasal 33 UUD 1945. Ironi Penanganan Bank Century Batam Pos. Selasa, 01 September 2009 Augustinus Simanjuntak Dosen Fakultas Ekonomi UK Petra, Surabaya. DI tengah semakin jauhnya orientasi perbankan kita dari visi pemberdayaan ekonomi rakyat (kredit bagi usaha kecil dengan suku bunga rendah), pemerintah justru selalu bersikap protektif terhadap bank-bank yang pengelolaannya bermasalah. Kali ini, pola kesalahan dalam kasus penggelontoran dana BLBI ke bank-bank bermasalah pada 1998 diduga terjadi pula dalam upaya penyelamatan Bank Century. Sebagaimana diberitakan, pemerintah lewat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terpaksa menyuntikkan dana (bailout) Rp 6,77 triliun ke Bank Century dengan dalih force majeure untuk menghindari dampak sistemis penyakit akut bank itu terhadap stabilitas perbankan nasional. Jadi, betapa baiknya sikap pemerintah terhadap pemilik bank bermasalah yang selama ini hanya mementingkan untung sebesar-besarnya ketimbang ikut program pengentasan kemiskinan dan membantu usaha kecil/menengah. Menurut Mubyarto (2004), orientasi perbankan kita memang ironis. Di satu pihak, usaha-usaha kecil lari ke rentenir dengan membayar bunga tinggi. Tetapi, di pihak lain, kelompok masyarakat ekonomi kuat menyimpan uang mereka di bank dalam bentuk deposito dengan harapan menerima bunga menarik. Para pelepas uang dan deposan menikmati pendapatan bunga tinggi. Sebaliknya, kelompok usaha kecil dan menengah harus membayar bunga tinggi kepada masyarakat ekonomi kuat tersebut. Itulah karakter kegiatan perbankan dalam sistem ekonomi individualis-liberal yang jelas tidak sesuai dengan pasal 33 UUD 1945. Dugaan Penyimpangan Suntikan dana ke Bank Century seharusnya mengikuti prinsip-prinsip pemberian kredit dalam dunia perbankan, terutama prinsip kehati-hatian. Jika prinsip itu tidak dijalankan oleh LPS, pemberian bailout tersebut patut dicurigai sebagai tindakan yang berindikasi korupsi. Aneh, UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mewajibkan semua bank berhati-hati dalam memberikan pinjaman. Namun, LPS malah tidak hati-hati dalam memberikan bailout ke Bank Century. LPS seharusnya sejak awal menerapkan the five C's of credit analysis terhadap Bank Century sebagai debitor yang membutuhkan dana talangan. Artinya, LPS harus meneliti character (kejujuran pemilik bank), collateral (jaminan utang bank), capital (modal bank), capacity (kemampuan mengelola bank), dan condition of economy sebelum bailout diberikan. Sayang, prinsip itu rupanya tidak diterapkan oleh LPS. Padahal, dalam proses hukum Bank Century, pemilik Bank Century Robert Tantular dan beberapa pejabat Bank Century di Surabaya telah ditetapkan sebagai terdakwa atas tuduhan penggelapan dana nasabah. Bahkan, manajemen Bank Century telah terlibat dalam memasarkan produk reksadana PT Antaboga Delta Sekuritas (ADS), yang jelas-jelas dilarang dalam pasal 10 UU Perbankan tentang batasan jenis-jenis usaha yang boleh dilakukan oleh bank. Artinya, dari segi the five C's of credit analysis, Bank Century sebenarnya tidak layak sama sekali mendapatkan dana talangan dari LPS. Tetapi,
Re: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45
Saya ngga ngerti maksud nya, Tapi yg jelas harus dibedakan antara personal/social liberal dan ekonomi/pasar liberal. Coba ikut kuis ini deh, nanti ngerti maksud saya : www.theadvocates.org/quiz.html Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: prastowo prastowo sesaw...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 15:17:06 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Bls: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Lho, yg mempropagandakan dan mengasumsikan pentingnya proteksi atas property right itu siapa ya? Bukankah ini paradoks sejak kelahiran liberalisme, antara 'personal right' dan 'property right'. Kesamaan dlm hak2 personal pada saat yang sama akan dihadapkan pada kenyataan ketimpangan pada hak atas kepemilikan. salam Dari: mr_...@yahoo.com mr_...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Sel, 24 November, 2009 23:06:32 Judul: Re: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Karakter ekonomi pasar liberal justru terbalik tuh Finance 101 tentang alokasi reources: Capital/resource akan mengalir ke project/asset yg memberikan expected return/risk tertinggi. Itu yg di sebut ekonomi yg effisien. Yg menyebabkan ineffisien alokasi kapital bisanya masalah HUKUM: PROPERTY RIGHT protection dan contract enforceability. Mungkin yg punya duit takut duitnya di kemplang wong contract susah di enforce. Just My 2 cents, Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: dyahanggitasari dyahanggitas...@yahoo.com Date: Wed, 25 Nov 2009 06:40:57 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: [Keuangan] Karakter Perbankan tidak sesuai pasal 33 UUD 45 Menurut Mubyarto (2004), orientasi perbankan kita memang ironis. Di satu pihak, usaha-usaha kecil lari ke rentenir dengan membayar bunga tinggi. Tetapi, di pihak lain, kelompok masyarakat ekonomi kuat menyimpan uang mereka di bank dalam bentuk deposito dengan harapan menerima bunga menarik. Para pelepas uang dan deposan menikmati pendapatan bunga tinggi. Sebaliknya, kelompok usaha kecil dan menengah harus membayar bunga tinggi kepada masyarakat ekonomi kuat tersebut. Itulah karakter kegiatan perbankan dalam sistem ekonomi individualis-liberal yang jelas tidak sesuai dengan pasal 33 UUD 1945. Ironi Penanganan Bank Century Batam Pos. Selasa, 01 September 2009 Augustinus Simanjuntak Dosen Fakultas Ekonomi UK Petra, Surabaya. DI tengah semakin jauhnya orientasi perbankan kita dari visi pemberdayaan ekonomi rakyat (kredit bagi usaha kecil dengan suku bunga rendah), pemerintah justru selalu bersikap protektif terhadap bank-bank yang pengelolaannya bermasalah. Kali ini, pola kesalahan dalam kasus penggelontoran dana BLBI ke bank-bank bermasalah pada 1998 diduga terjadi pula dalam upaya penyelamatan Bank Century. Sebagaimana diberitakan, pemerintah lewat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terpaksa menyuntikkan dana (bailout) Rp 6,77 triliun ke Bank Century dengan dalih force majeure untuk menghindari dampak sistemis penyakit akut bank itu terhadap stabilitas perbankan nasional. Jadi, betapa baiknya sikap pemerintah terhadap pemilik bank bermasalah yang selama ini hanya mementingkan untung sebesar-besarnya ketimbang ikut program pengentasan kemiskinan dan membantu usaha kecil/menengah. Menurut Mubyarto (2004), orientasi perbankan kita memang ironis. Di satu pihak, usaha-usaha kecil lari ke rentenir dengan membayar bunga tinggi. Tetapi, di pihak lain, kelompok masyarakat ekonomi kuat menyimpan uang mereka di bank dalam bentuk deposito dengan harapan menerima bunga menarik. Para pelepas uang dan deposan menikmati pendapatan bunga tinggi. Sebaliknya, kelompok usaha kecil dan menengah harus membayar bunga tinggi kepada masyarakat ekonomi kuat tersebut. Itulah karakter kegiatan perbankan dalam sistem ekonomi individualis-liberal yang jelas tidak sesuai dengan pasal 33 UUD 1945. Dugaan Penyimpangan Suntikan dana ke Bank Century seharusnya mengikuti prinsip-prinsip pemberian kredit dalam dunia perbankan, terutama prinsip kehati-hatian. Jika prinsip itu tidak dijalankan oleh LPS, pemberian bailout tersebut patut dicurigai sebagai tindakan yang berindikasi korupsi. Aneh, UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mewajibkan semua bank berhati-hati dalam memberikan pinjaman. Namun, LPS malah tidak hati-hati dalam memberikan bailout ke Bank Century. LPS seharusnya sejak awal menerapkan the five C's of credit analysis terhadap Bank Century sebagai debitor yang membutuhkan dana talangan. Artinya, LPS harus meneliti character (kejujuran pemilik bank), collateral (jaminan utang bank), capital (modal bank), capacity (kemampuan mengelola bank), dan condition of economy sebelum bailout diberikan. Sayang, prinsip itu rupanya tidak diterapkan oleh LPS. Padahal, dalam proses hukum Bank Century, pemilik Bank Century Robert Tantular dan beberapa pejabat Bank