Re: Bls: [Keuangan] OOT: Penganggur Bergelar

2009-09-28 Terurut Topik anton ms wardhana
terima kasih masukannya Pak,

saya sendiri tidak bermaksud meremehkan atau menafikan gelar.
Apalagi ada beberapa profesi tertentu yang memang membutuhkan prasyarat
kualifikasi kelulusan ujian profesi tertentu (dengan bonus kelulusannya ya
gelar itu tadi :)

Tapi ada fenomena tertentu, dalam penerimaan karyawan sih biasanya, yang
mencantumkan syarat gelar akademis tertentu untuk posisi tertentu. Tidak
salah karena bisa jadi usaha/industri itu perlu orang dengan kualifikasi
ppendidikan atau profesi tertentu untuk mengisi posisi lowong itu..
Problemnya, ini imho lho, ketika syarat2 itu dijadikan syarat karena
tradisi, orang pun mengejar gelar hanya untuk memenuhi tradisi itu. Dan
jadilah situasi yang disindir Pak Satriyo dalam artikel beliau tsb.

Di sisi lain, imho lagi, orang jadi termotivasi mengejar gelar supata bisa
bekerja.. Bukannya untuk menguasai ilmu dan mmbuka lapangan pekerjaan.

Mohon maaf, ini pendapat saya yang ngga punya gelar. .Mohon maaf kalo bias.
:)
Mohon koreksinya

BR, ari.ams

Pada 28 September 2009 21:00, Muluk Wijaya muluk_wij...@yahoo.co.idmenulis:



 Kepada rekan milis,

 Memang dilematis dan ada benarnya juga sih hampir 99 % lowongan pekerjaan
 perusahaan besar baik lokal swasta maupun negeri mensyaratkan pendidikan
 minimal bergelar S1 dan sekurangnya D3, apalagi untuk perusahaan asing lebih
 mengutamakan ada sarjana plus MBA dari universitas terkemuka disamping tentu
 saja potensi, kemampuan, pengalaman, dsbnya.

 Sekedar salah satu contoh kebetulan saat ini saya bekerja sebagai staf
 disalah satu perusahaan konglomerat besar yang bergerak hampir disegala
 bidang di Indonesia. Terus terang saya sangat salut sekali ketika saya
 membaca profil jajaran dewan direksi dan komisarisnya, ada salah seorang
 yang menjabat sebagai dewan direksi (direktur/presdir) plus merangkap
 komisaris diberbagai perusahaan induk maupun anak perusahaannya  dengan
 hanya bergelar S1  dari Perguruan Tinggi Swasta tanpa embel-embel lainnya
 jika dibandingkan dengan para direksi lainnya yang lulusan universitas
 negeri terkemuka di Indonesia, plus dengan gelar magister lokal dan
 master luar negeri (usa, inggris, australia, jerman) apalagi dengan direksi
 asing lainnya yang sudah pasti lulusan universitas terbaik dinegerinya
 (harvard, oxford, dsbnya). Justru karena potensi  dan segudang plus-plus
 lain yang dimiliki dirinya hingga beliau berhasil menduduki berbagai level
 tertinggi eksekutif tersebut.

 Dengan demikian potensi seseorang tidak bisa diukur dengan gelar tetapi
 Kemauan, Kemampuan, Keuangan dan Kesempatan plus Keberuntungan. Maka
 bersyukurlah orang-orang yang dikarunia 5K itu semua tinggal memanfaatkan
 dan mengelolanya dengan baik. Dan bagi yang masih belum mencapai itu semua
 tetap berusaha dan berdoa ..Semoga Tuhan selalu menyertai usaha dan doa
 anda(termasuk saya juga ^_^)

 Salam,

 MWI

 --- Pada Ming, 27/9/09, Reza P 
 rezap...@yahoo.com.sgrezapram%40yahoo.com.sg
 menulis:

 Dari: Reza P rezap...@yahoo.com.sg rezapram%40yahoo.com.sg
 Judul: Bls: [Keuangan] OOT: Penganggur Bergelar
 Kepada: 
 AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.comAhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com
 Tanggal: Minggu, 27 September, 2009, 1:22 PM



 Ketika membaca tulisan dibawah saya juga tersentil, karena saat ini sedang
 menyiapkan aplikasi MBA untuk meningkatkan karir. Saya pikir memang beberapa
 pekerjaan membutuhkan gelar sebagai persyaratan yang harus dipenuhi dan
 tidak ada yang salah jika memang berusaha meningkatkan kemampuan lalu
 mendapatkan gelar sebagai bonus.

 Yang cukup menyedihkan adalah ketika sedang dalam tugas merekrut karyawan
 baru, saya menemui beberapa kandidat mengirimkan ijazah palsu. Kalau yang
 gelarnya banyak tapi gagal membuktikan kualifikasinya sih sudah
 biasa.Celakanya jika yang demikian direkrut, berapapun investasi yang dibuat
 untuk mengembangkannya, bisa dipastikan ROI-nya negatif dan mempersulit
 justifikasi pengembangan karyawan lain karena dianggap tidak layak secara
 keuangan.

 Salam,
 Reza

  _ _ __
 Dari: anton ms wardhana ari.am...@gmail. com
 Kepada: ahlikeuangan- indonesia AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups.
 com
 Terkirim: Sabtu, 26 September, 2009 14:46:24
 Judul: [Keuangan] OOT: Penganggur Bergelar

 entah kenapa tapi menurut saya tulisan di bawah ini benar

 bukan jarang kita dengar dari orang tua kita (atau orang tuanya orang tua
 kita deeh kalo ente merasa masih muda ;p) bahwa jaman dulu orang sangat
 menghargai titel yang disandang: apakah dia Kanjeng Raden Mas Tumenggung,
 Gusti Pangeran Bendoro Haryo, atau mungkin gelar keningratan atau kesukuan
 lain (maaf saya ngga berani ambil contoh lain --takut salah) atau mungkin
 Doktorandus, Diploma Ingenieur, Master Ingenieur dll dll

 Hampir sama saja, sekarang pun kita berjuang keras untuk mendapatkan
 titel
 akademis S.E, S.H, S.T.. atau lebih lebih M.M, M.B.A atau yang ingin
 mendapatkan titel profesional seperti Ak., BAP atau CPA, CMA, BKP, ChFC
 untuk dunia keuangan.. engga

Re: Bls: [Keuangan] OOT: Penganggur Bergelar

2009-09-28 Terurut Topik sigitdani
Apakah yg diceritakan ini adalah real case di btel?

Rgds, dani
Powered by Telkomsel BlackBerry®

-Original Message-
From: Muluk Wijaya muluk_wij...@yahoo.co.id
Date: Mon, 28 Sep 2009 22:00:12 
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Subject: Bls: [Keuangan] OOT: Penganggur Bergelar

Kepada rekan milis,
 
Memang dilematis dan ada benarnya juga sih hampir 99 % lowongan pekerjaan 
perusahaan besar baik lokal swasta maupun negeri mensyaratkan pendidikan 
minimal bergelar S1 dan sekurangnya D3, apalagi untuk perusahaan asing lebih 
mengutamakan ada sarjana plus MBA dari universitas terkemuka disamping tentu 
saja potensi, kemampuan, pengalaman, dsbnya.
 
Sekedar salah satu contoh kebetulan saat ini saya bekerja sebagai staf disalah 
satu perusahaan konglomerat besar yang bergerak hampir disegala bidang di 
Indonesia. Terus terang saya sangat salut sekali ketika saya membaca profil 
jajaran dewan direksi dan komisarisnya, ada salah seorang yang menjabat sebagai 
dewan direksi (direktur/presdir) plus merangkap komisaris diberbagai perusahaan 
induk maupun anak perusahaannya  dengan hanya bergelar S1  dari Perguruan 
Tinggi Swasta tanpa embel-embel lainnya jika dibandingkan dengan para direksi 
lainnya yang lulusan universitas negeri terkemuka di Indonesia, plus dengan 
gelar magister lokal dan master luar negeri (usa, inggris, australia, jerman) 
apalagi dengan direksi asing lainnya yang sudah pasti lulusan universitas 
terbaik dinegerinya (harvard, oxford, dsbnya). Justru karena potensi  dan 
segudang plus-plus lain yang dimiliki dirinya hingga beliau berhasil menduduki 
berbagai level
 tertinggi eksekutif tersebut.
 
Dengan demikian potensi seseorang tidak bisa diukur dengan gelar tetapi 
Kemauan, Kemampuan, Keuangan dan Kesempatan plus Keberuntungan. Maka 
bersyukurlah orang-orang yang dikarunia 5K itu semua tinggal memanfaatkan dan 
mengelolanya dengan baik. Dan bagi yang masih belum mencapai itu semua tetap 
berusaha dan berdoa ..Semoga Tuhan selalu menyertai usaha dan doa 
anda(termasuk saya juga ^_^)
 
Salam,
 
MWI

--- Pada Ming, 27/9/09, Reza P rezap...@yahoo.com.sg menulis:


Dari: Reza P rezap...@yahoo.com.sg
Judul: Bls: [Keuangan] OOT: Penganggur Bergelar
Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Tanggal: Minggu, 27 September, 2009, 1:22 PM


  



Ketika membaca tulisan dibawah saya juga tersentil, karena saat ini sedang 
menyiapkan aplikasi MBA untuk meningkatkan karir. Saya pikir memang beberapa 
pekerjaan membutuhkan gelar sebagai persyaratan yang harus dipenuhi dan tidak 
ada yang salah jika memang berusaha meningkatkan kemampuan lalu mendapatkan 
gelar sebagai bonus. 

Yang cukup menyedihkan adalah ketika sedang dalam tugas merekrut karyawan baru, 
saya menemui beberapa kandidat mengirimkan ijazah palsu. Kalau yang gelarnya 
banyak tapi gagal membuktikan kualifikasinya sih sudah biasa.Celakanya jika 
yang demikian direkrut, berapapun investasi yang dibuat untuk mengembangkannya, 
bisa dipastikan ROI-nya negatif dan mempersulit justifikasi pengembangan 
karyawan lain karena dianggap tidak layak secara keuangan.

Salam,
Reza


Dari: anton ms wardhana ari.am...@gmail. com
Kepada: ahlikeuangan- indonesia AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com
Terkirim: Sabtu, 26 September, 2009 14:46:24
Judul: [Keuangan] OOT: Penganggur Bergelar

entah kenapa tapi menurut saya tulisan di bawah ini benar

bukan jarang kita dengar dari orang tua kita (atau orang tuanya orang tua
kita deeh kalo ente merasa masih muda ;p) bahwa jaman dulu orang sangat
menghargai titel yang disandang: apakah dia Kanjeng Raden Mas Tumenggung,
Gusti Pangeran Bendoro Haryo, atau mungkin gelar keningratan atau kesukuan
lain (maaf saya ngga berani ambil contoh lain --takut salah) atau mungkin
Doktorandus, Diploma Ingenieur, Master Ingenieur dll dll

Hampir sama saja, sekarang pun kita berjuang keras untuk mendapatkan titel
akademis S.E, S.H, S.T.. atau lebih lebih M.M, M.B.A atau yang ingin
mendapatkan titel profesional seperti Ak., BAP atau CPA, CMA, BKP, ChFC
untuk dunia keuangan.. engga tau kalo dunia yang lain.. Dk.P (dukun pijat),
Dk.By (dukun bayi), Th.P (Thay Pak = Dukun Alam Gaib) ah udah ah.. takut
salah.. ;p

*BR,*
*Sdr (Saudara) Ari AMS, J.Ng (Juara Ngecap), M.P (Master of Puppet), C.Alm
(Calon Almarhum)*

http://cetak. kompas..com/ read/xml/ %202009/09/ 24/02422099/ penganggur. 
bergelar

*Penganggur Bergelar*Kamis, 24 September 2009 | 02:42 WIBSatryo Soemantri
Brodjonegoro Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, penganggur yang sarjana
telah mencapai lebih dari 600.000. Keadaan ini jauh lebih berbahaya daripada
penganggur yang bukan sarjana karena dapat menimbulkan masalah sosial.
Berbagai
upaya telah ditempuh guna mengatasi hal ini, tetapi tiap tahun angka
pengangguran meningkat. Beberapa pihak lalu mencari kambing hitam penyebab
pengangguran massal tersebut. Tanggalkan gelar Masyarakat kita sudah
terbius dengan kehausan akan gelar. Setiap orang ingin mempunyai gelar

Bls: [Keuangan] OOT: Penganggur Bergelar

2009-09-27 Terurut Topik Reza P
Ketika membaca tulisan dibawah saya juga tersentil, karena saat ini sedang 
menyiapkan aplikasi MBA untuk meningkatkan karir. Saya pikir memang beberapa 
pekerjaan membutuhkan gelar sebagai persyaratan yang harus dipenuhi dan tidak 
ada yang salah jika memang berusaha meningkatkan kemampuan lalu mendapatkan 
gelar sebagai bonus. 

Yang cukup menyedihkan adalah ketika sedang dalam tugas merekrut karyawan baru, 
saya menemui beberapa kandidat mengirimkan ijazah palsu. Kalau yang gelarnya 
banyak tapi gagal membuktikan kualifikasinya sih sudah biasa.Celakanya jika 
yang demikian direkrut, berapapun investasi yang dibuat untuk mengembangkannya, 
bisa dipastikan ROI-nya negatif dan mempersulit justifikasi pengembangan 
karyawan lain karena dianggap tidak layak secara keuangan.

Salam,
Reza





Dari: anton ms wardhana ari.am...@gmail.com
Kepada: ahlikeuangan-indonesia AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Terkirim: Sabtu, 26 September, 2009 14:46:24
Judul: [Keuangan] OOT: Penganggur Bergelar

entah kenapa tapi menurut saya tulisan di bawah ini benar

bukan jarang kita dengar dari orang tua kita (atau orang tuanya orang tua
kita deeh kalo ente merasa masih muda ;p) bahwa jaman dulu orang sangat
menghargai titel yang disandang: apakah dia Kanjeng Raden Mas Tumenggung,
Gusti Pangeran Bendoro Haryo, atau mungkin gelar keningratan atau kesukuan
lain (maaf saya ngga berani ambil contoh lain --takut salah) atau mungkin
Doktorandus, Diploma Ingenieur, Master Ingenieur dll dll

Hampir sama saja, sekarang pun kita berjuang keras untuk mendapatkan titel
akademis S.E, S.H, S.T.. atau lebih lebih M.M, M.B.A atau yang ingin
mendapatkan titel profesional seperti Ak., BAP atau CPA, CMA, BKP, ChFC
untuk dunia keuangan.. engga tau kalo dunia yang lain.. Dk.P (dukun pijat),
Dk.By (dukun bayi),  Th.P (Thay Pak = Dukun Alam Gaib)  ah udah ah.. takut
salah.. ;p

*BR,*
*Sdr (Saudara)  Ari AMS, J.Ng (Juara Ngecap), M.P (Master of Puppet), C.Alm
(Calon Almarhum)*



http://cetak.kompas..com/read/xml/%202009/09/24/02422099/penganggur.bergelar

*Penganggur Bergelar*Kamis, 24 September 2009 | 02:42 WIBSatryo Soemantri
Brodjonegoro Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, penganggur yang sarjana
telah mencapai lebih dari 600.000. Keadaan ini jauh lebih berbahaya daripada
penganggur yang bukan sarjana karena dapat menimbulkan masalah sosial.
Berbagai
upaya telah ditempuh guna mengatasi hal ini, tetapi tiap tahun angka
pengangguran meningkat. Beberapa pihak lalu mencari kambing hitam penyebab
pengangguran massal tersebut. Tanggalkan gelar  Masyarakat kita sudah
terbius dengan kehausan akan gelar. Setiap orang ingin mempunyai gelar
sebanyak mungkin, ada yang melalui pendidikan, ada yang membeli gelar.
Seolah seseorang menjadi tidak berharga jika tidak mempunyai gelar. Hanya
masyarakat miskin yang tidak mempunyai gelar karena tidak mampu membayar
pendidikan dan tidak mampu membeli gelar.  Perguruan tinggi menangkap gejala
ini dengan menyediakan berbagai layanan untuk mendapatkan gelar, baik
melalui pendidikan sebenarnya maupun seadanya, bahkan dengan menjual gelar.
Perguruan tinggi membutuhkan uang, sedangkan masyarakat yang mampu akan rela
membayar untuk mendapatkan gelar. Maka, terjadilah perpaduan yang
menyesatkan.  Mudahnya memperoleh gelar membuat masyarakat berduyun- duyun
”lulus” dari perguruan tinggi dengan menyandang gelar tanpa dibarengi
keahlian atau kompetensi. Ketika mencari peluang kerja, mereka tidak
memenuhi syarat sehingga terjadilah penganggur bergelar. Seharusnya mereka
segera menanggalkan gelarnya karena tidak bermanfaat sama sekali.
Penjenjangan Perusahaan swasta dan industri menerapkan pola rekrutmen
pegawai berdasarkan kemampuan/kompetensi, tidak semata- mata berdasarkan
gelar. Para calon pegawai ketat diseleksi secara ketat melalui uji
kemampuan/kompetensi disesuaikan jenis pekerjaan yang akan ditangani.  Adapun
untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS), seleksi hanya dilakukan terhadap
gelar yang dimiliki calon pegawai, tanpa ada uji kemampuan/kompetensi.
Karena sebagian besar masyarakat masih amat ingin menjadi PNS, mereka semua
memburu gelar dengan berbagai cara, termasuk dengan memalsukan ijazah.
Penjenjangan
karier di PNS juga hanya memerhatikan masa kerja dan gelar. Bagi mereka yang
sudah bergelar S-2 atau magister akan dapat dipromosi ke golongan lebih
tinggi, bahkan bagi mereka yang sudah bergelar S-3 atau doktor dapat
dipromosi ke golongan tertinggi. Badan Kepegawaian Negara dan Kantor Menneg
PAN menganggap para penyandang gelar itu mempunyai kemampuan memadai.
Padahal, kenyataannya mereka hanya memburu gelar melalui berbagai cara,
termasuk cara tidak wajar, yaitu membeli gelar atau mengikuti kelas jauh,
kelas eksekutif, kelas Sabtu-Minggu, kelas paralel, kelas ekstensi, dan
berbagai macam nama lain.  Lengkap sudah kekalutan yang ada di Indonesia ini
tentang gelar. Masyarakat amat terbius dengan gelar, pendidikan hanya
sebatas formalitas untuk memberi gelar para ”lulusan” dan