Barangkali soal pancasila agak jauh dari masalah ekonomi, barangkali lebih
dekat kalau membahas ekonomi gotong-royong:
Definisi gotong royong:
An enormous inventory of highly specific and often quite intricate
institutions for effecting the cooperation in work, politics, and
personal relations alike, vaguely gathered under culturally charged and
fairly well indefinable value-images--rukun ("mutual adjustment"), gotong
royong ("joint bearing of burdens"), tolong-menolong ("reciprocal
assistance")--governs social interaction with a force as sovereign as it is
subdued.[1]
Javanese culture is stratified by social class and by level of
adherence to Islam. ...Traditional Javanese culture does not emphasize
material wealth. ...There is respect for those who contribute to the
general village welfare over personal gain. And the spirit of gotong royong, or
volunteerism, is promoted as a cultural value.
Definisi diatas diambil dari wikipedia.
Konsep ekonomi gotong-royong rupanya memiliki beberapa poin signifikan:
1. Joint bearing of burden, beban berat ditanggung bersama.
2. Volunteerism. sukarela/tidak dibayar
3. Tujuannya untuk mencapai 'general village welfare'
Dari sini kita bisa dapat analisa bahwa partisipasi dan 'awareness' masyarakat
terhadap apa yang dianggap penting bagi daerah (lokal atau kalau diperluas
negara). Analisa ini mengarah pada peran negara dalam kehidupan masyarakat.
Sudah menjadi debat umum tentang perlu atau tidaknya peran pemerintah. Yang
mendukung peran pemerintah dalam hidup negara umumnya menunjukkan bahwa
individu secara sendiri tidak bisa melakukan banyak hal dalam mengerjakan
hal-hal besar, atau sebagai pemusatan energi masyarakat untuk menjaga hal-hal
umum masyarakat. Dengan demikian masing-masing individu masyarakat bisa lebih
berfokus pada kemampuannya masing-masing. Sementara pihak yang kontra umumnya
berfokus pada kenyataan bahwa konsentrasi energi itu akan memberikan kekuasaan
"power" pada pihak-pihak yang seharusnya menggunakan energi itu untuk
kepentingan rakyat.
Perdebatan ini sering dibawa pada era ekonomi, dimana pemerintah di-"minta"
untuk menaikkan taraf hidup masyarakat. Berhubungan dengan supplier luar untuk
mengolah hasil sumber daya bumi/komoditas, dan menggunakan hasilnya untuk
sebaik-baik kepentingan masyarakat. Atau juga misalnya dalam hal krisis
ekonomi, pemerintah diharap untuk mencari pinjaman agar proyek-proyek yang
diharapkan dapat memulihkan putaran roda ekonomi bisa dijalankan (economic
stimulus).
Sementara pihak yang kontra pun memandang bahwa kuasa ini bisa dikorupsi. Uang
rakyat masuk ke kantong orang penguasa dan bukannya digunakan untuk
kesejahteraan rakyat. Untuk permisalan saja, uang hasil menambang minyak,
apakah harus digunakan untuk mensubsidi masyarakat ataukan menggunakan harga
pasar tapi uangnya digunakan untuk membangun rumah sakit, sekolahan, atau yang
lain-lainnya.
Dari sini kita lihat bahwa ekonomi yang berdasarkan gotong royong ternyata
melakukan terobosan dimana masyarakat bergerak sendiri (gerakan dari bawah)
dimana masyakat mengenal ada suatu usaha yang perlu dilakukan untuk mencapai
kesejahteraan bersama dan mereka melakukan gerakan grass-root secara sukarela.
Contoh kecilnya barangkali dalam hal dukungan dana bencana alam. MAsing-masing
dengan sukarela menyumbang agar penderita dapat tertolong.
Konsep ini bisa diubah menjadi konsep "corporate/profit seeking" dimana setiap
orang membayar uang premi secara rutin agar pihak yang menderita bisa ditolong
lewat uang premi yang terkumpul. Konsep ini sedang diupayakan Obama untuk
memperbaiki sistem kesehatan Amerika.
Tentu saja sistem-sistem ini bisa memiliki 'bug' atau kelemahan. Misalnya saja
dalam menyalurkan dana donasi bantuan bencana, siapa yang bisa dipercaya dan
kompeten untuk mengalokasikan dana bantuan tersebut. Dalam sistem asuransi pun,
prinsip gotong-royong ini juga punya masalah karena ternyata insentif profit
membuat perusahaan asuransi sering mangkir dan mencari-cari alasan teknis agar
mereka tidak usah membayarkannya.
Jadi konsep asal gotong-royong pun secara konseptual dasarnya adalah juga
dipraktikkan di luar negeri, walaupun detil-detil yang memotivasi masyarakat
untuk ikut serta bisa berbeda-beda. DI Indonesia kerekatan sosial adalah sumber
kekuatan gotong-royong, maka bila kita rasakan bahwa tetangga dan masing-masing
pekerja semakin mengarah ke masyarakat urban yang lebih individual, maka
kekuatan gotong-royong menjadi semakin lemah dan tidak bisa lagi diharapkan
untuk menjadi sumber peningkatan kesejahteraan umum. Tentang bagaimana perilaku
sosial masyarakat bisa direkatkan kembali, tentu bukan bidang ilmu ekonomi tapi
lebih merupakan bidang ilmu sosiologi.
__
Get more done like never before with Yahoo!7 Mail.
Learn more: http://au.overview.mail.yahoo.com/