[ac-i] File - Data Anggota ACI
Mohon abaikan bagi Anda yang sudah pernah mengisi = Pecinta seni budaya yang budiman, Milis ACI (Art Culture Indonesia), ajang tukar menukar gagasan, informasi, dan pemikiran-pemikiran positif lainnya, terutama yang berkaitan dengan pengembangan seni budaya dan juga kegiatan-kegiatan kreatif di Indonesia. Untuk menjadi anggota ACI mohon diisi data sebagai berikut: (mohon abaikan apabila pernah mengisi) Nama lengkap: Nama panggilan: Profesi: Domisili (Kota/Negara): Tanggal lahir: No telp/HP: E-mail: Website: Weblog: Sekali lagi, kami ucapkan terima kasih atas partisipasinya. Salam ACI! Moderator
[ac-i] Mencari Penerbit
Saya sedang mencari penerbit yang mau menerbitkan naskah soal seni,sejarah,dan budaya Indonesia. Naskah saya berjudul Hiburan masa Lalu dan Tradisi Lokal berisi 25 artikel yang pernah dipublish di berbagai media, seperti Kompas Jawa Barat dan majalah Gong. Adakah teman-teman yang mempunyai informasi? Terima kasih. Salam. Fandy Hutari.
[ac-i] Menonton Konser Jazz Shadow Puppets dan Piala Dunia 2010 di Salihara
Shadow Puppets adalah sebuah kelompok yang terdiri dari Irsa Destiwi (piano), Robert Mulyarahardja (gitar), Indrawan Tjhin (bas), dan Yusuf Shandy Satya (drums). Mereka pertama kali bertemu dalam lokakarya jazz di Jakarta pada akhir 2009. Perjumpaan itu memantikkan kecocokan di antara mereka dan mulailah mereka bermusik bersama. Dengan latar belakang yang beragam – Irsa dengan latar pendidikan musik klasik dan pengalamannya dalam industri musik, Robert dan Indrawan yang baru menamatkan pendidikan musik jazz, dan Shandy dengan bakat alamnya – Shadow Puppets hendak menampilkan sebuah suara baru dalam belantika musik Indonesia. Komposisi mereka hadir dalam beragam gaya, mulai dari bebop yang lugas hingga yang bernuansa folk dan sarat improvisasi. Dalam konser ini, Shadow Puppets akan menampilkan karya-karya mereka sendiri. Konser Jazz Bulanan oleh Shadow Puppets ini akan diselenggarakan di Teater Salihara,Sabtu 3 Juli 2010, jam 20:00 WIB. Tiket seharga Rp 50.000,- (dan Rp 25.000,- khusus untuk pelajar/mahasiswa) dapat dipesan melalui 021-789-1202, 0817-077-1913, 0857-193-111-50, 0812-8184-5500, 021-9974-5934, d...@salihara.org, atau secara on-line melalui www.salihara.org Bagi para penonton Shaddow puppets yang ingin menyaksikan pertandingan perempat final Piala Dunia 2010, Komunitas Salihara menyediakan fasilitas menonton di Serambi Salihara pada tanggal 03 Juli 2010 tepat setelah pementasan usai. Untuk keterangan lebih lanjut mengenai program Komunitas Salihara lainnya, maupun permintaan peta lokasi Komunitas Salihara, silakan hubungi me...@salihara.org atau d...@salihara.org Sampai bertemu di Komunitas Salihara! Komunitas Salihara; Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12520. Tel: 021-789-1202. (Parkir terbatas, kami melayani pemesanan taksi di tempat.)
[ac-i] Ayo, kepung Masjid pada 3 Juli
GONG Publishing Mempersembahkan Peluncuran dan Bedah Buku ‘TAMASYA KE MASJID” Karya Jaya Komarudin Cholic Waktu: Sabtu 3 Juli 2010, Pukul 13.00 - 15.00 Wib. Tempat: Ruang Anggrek, Pesta Buku Jakarta, Istora Senayan, Jakarta Pusat Nara Sumber: Ustadz Abdul Azis Abdur Rauf Al Hafidz, Lc Musikalisasi: Firman Venayaksa dan Ki Amuk Selama ini imej tentang TKI atau TKW adalah kebodohan. Selalu cerita pilu yang sampai ke tanah air. Tapi, kini tidak lagi. Mereka bukanlah orang-orang yang bodoh atau dibodohi. Mereka mengadu nasib di negeri orang, karena di negeri sendiri skill mereka tidak terwadahi. Di Hongkong, para TKW tidak sekedar para wanita dari kampung yang hanya lulusan SD. Mereka banyak yang mengenyam pendidikan setara SMSA, bahkan sarjanan. Tidak heran setelah didampigi Helvi Tiana Rossa, mereka mendirikan wadah Forum Lingkar Pena Hongkong dan menerbitkan kumpulan cerpen. Gol A Gong pun tidk tinggal diam. TKW di Taiwan, Jenny Ervina yang asli dari Petir, Serang – Bantem dibina dan meluncurkan kumcer ”Gadis Bukan Perawan” (Gong Publishing, Mei 2010). DILUNCURKAN DI ABU DHABI Kini, di Timur-Tengah, dimana para TKW sering dihina, dicaci, dimaki, ditindas, mulai memunculkan imej baru yang membanggakan. Adalah Jaya komarudin Cholic, lelaki Bogor yang menikahi perempuan Banten. Jaya bergabung di Rumah Dunia. Pada 2006, Jaya sekeluarga mengadu nasib di Ruwais, Uni Emirat Arab. Di sela-sela luangnya, Jaya melakukan tamasya ke masjid-masjid. Memoarnya dituangkan ke dalam buku ”Tamasya ke Masjid”. Ini adalah yang pertama, buruh migran Indonesia di Timur-Tengah menulis buku dan diluncurkan di Kedutaan Besar Republik Indonesia, Abu Dhabi, pda Jum’at 25 Juni 2010. Menurut M. Wahid Supriyadi, Duta Besar LBBP RI untuk Persatuan Emirat Arab, ”Gaya menulis Jaya mengalir, sederhana, dan mudah dimengerti serta sarat informasi dan referensi mengingatkannya pada jargon koran Tempo Enak dibaca dan Perlu.” Rencananya setelah di Abu Dhabi, TKM akan diluncurkan di Ruwais, kota para 'skilled labour' untuk oil dan gas, kemudian di Pesta Buyku Jakarta, 3 Juli 2010 dan Toko Buku Tisera, Mal Serang, 4 Agustus 2010. Gempa literasi yang dihentakkan oleh Gol A Gong memang membawa semangat lokal pada perubahan kultur rakyat Banten. Dan penulis yang kini bekerja di PEA ini dahulu juga merupakan produk lokal Banten yang bekerja di salah satu pabrik Petrokimia di Cilegon. DOOR PRIZE TERCINTA TAMASYA KE MASJID adalah hadiah dari seorang isteri untuk suaminya. Ayah untuk anak lelakinya. Teman wanita untuk calon suaminya..Juga, bawahan untuk atasannya. Karena, bagi setiap muslim, masjid adalah muara kehidupan. Saat ditimang diselamati dan diberi nama di masjid, masa kanak-kanak bermain di pelatarannya, ketika dewasa ijab qabul di dalam masjid. Kelak ketika mati, masjid adalah persinggahan terakhir sebelum menginap di kuburan yang sempit. Buku ”Tamasya ke Masjid” juga hadiah yang diberikan oleh suami kepda istrinya. Ayah untuk anak lelaki. Wanita untuk calon suami. Serta bawahan kepada atasan. Itu semua adalah sebuah wujud KECINTAAN suami penyayang dan bertanggung jawab, anak yang taat, lelaki yang shalihah, dan PEMIMPIN yang JUJUR dan AMANAH lahir karena kecintaan mereka terhadap masjid. Seperti rasulullah yang telah melahirkan para pemimpin besar, yang membawa Islam hingga ke sepertiga dunia berawal dari masjid Nabawi yang tak berubin dan tak beratap. Maka, dari buku TAMASYA KE MASJID akan menjelma menjadi mata air kebaikan. Karena setiap langkah kaki menuju masjid adalah sebuah persaksian, yang kelak akan mengangkat derajat dan berlimpah ampunan. Maka hadiahkanlah buku TAMASYA KE MASJID untuk orang-orang yang kita cintai. Masjid adalah muara kehidupan. Hidup, tumbuh dan besar hingga akhir hayat dengan merasakan ruh baru kecintaan terhadap masjid sebagai simpul keimanan. Buku Tamasya Ke Masjid adalah media yang menjembatani untuk menggali kenangan, kecintaan, harapan, serta bagaimana hidup selayaknya bersama masjid. Maka hadirilah bedah buku TAMASYA KE MASJID. Ajak orang-orang yang dicintai. Ada doorprize buku. Silahkan, ungkapkan kesan pertama ketika kecil diajak ke masjid, apa yang disukai atau tidak disukai dari masjid, bagaimana masjid menjadi sebuah daya tarik bagi remaja, perlukah perpustakaan masjid, dll *** APA KATA MEREKA TENTANG ’TAMASYA KE MASJID”: ”Penulis yang bekerja sebagai buruh migrant di Persatuan Emirat Arab menyodorkan fakta, bahwa sholat berjamaah di mesjid-mesjid di Dubai seolah sedang tamasya menuju rumah-Nya, selalu penuh sesak. Berbeda dengan di kota-kota Indonesia yang sepi. Tapi saya bahagia setelah membaca buku ini, karena teringat saat Bapak mengajak saya berjamaah di mesjid kampung. Saya juga berlarian ke sana-kemari seolah sedang tamasya, persis seperti yang penulis alami di buku ini! (Gol A Gong, Majelis Penulis Forum Lingkar Pena) Buku ini menarik, ditulis dengan bahasa yang ringan dan mengalir serta mudah dipahami. Pengalaman
[ac-i] Pelukis I Dewa Putu Mokoh (Pengosekan) Meninggal Dunia
Kabar duka, Telah meninggal dunia salah seorang pelukis terkemuka Bali, I Dewa Putu Mokoh, asal Desa Pengosekan, Ubud. Beliau wafat pada hari Sabtu 26 Juni 2010 di rumahnya, seminggu setelah kembali dari Rumah Sakit BaliMed Denpasar. Beliau sempat dirawat di rumah sakit tersebut selama dua bulan karena gagal ginjal dan komplikasi penyakit lainnya akibat usia yang sudah uzur (78 tahun). Jenazahnya telah dikremasi pada keesokan harinya (Minggu 27 Juni 2010). Sementara pe-ngaben-nya sendiri akan dilaksanakan pada 23 Juli 2010 secara massal. Mokoh adalah seorang pelukis yang terkenal dengan gaya erotis-humorisnya yang unik. Beliau berguru kepada pamannya, I Gusti Ketut Kobot, salah seorang seniman Pita Maha. Mokoh sempat berpameran tunggal di Fukuoka Asian Art Museum, Jepang pada tahun 1995. Baru-baru ini karyanya juga pernah menjadi sampul majalah seni rupa dari Jakarta, VisualArts edisi no. 34, Desember 2009 - Januari 2010. Telepon rumah beliau: 0361 975 632. Warga Ubud Save Our Ubud. Say No to Museum of Marketing in Ubud...!
[ac-i] Peluncuran Buku dan Diskusi Sastra : DARI YANG DIBUANG DAN DIBUNGKAM
[ac-i] Tino Saroenggalo: Kontroversi Sutradara Obama Anak Menteng: Telah lahir pencuri karya tak bermalu!
Kontroversi Sutradara Obama Anak Menteng: Telah lahir pencuri karya tak bermalu! *oleh: Tino Saroenggalo* * * *Malam nanti, Rabu 30 Juni 2010, akan diputar premier film Obama Anak Menteng yang sarat dengan kontroversi. Kontroversi pertama tentu saja sosok yang diangkat yaitu sosok Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama. Film ini berkisah tentang masa kecil Obama di Jakarta. Kontroversi kedua adalah masa produksi yang sangat pendek untuk pembuatan sebuah film cerita seakan-akan kejar tayang dengan rencana kunjungan Obama yang sarat akan pembatalan itu. Bahwa film ini bisa selesai cepat... produksi dimulai pada tanggal 16 Mei 2010... mungkin hanya karena diproduksi oleh rumah produksi yang sudah khatam untuk urusan kejar tayang, Multivision Pictures. Selain itu pastinya tangan dingin sutradara yang pastinya juga sudah paham betul cara memproduksi karya yang kejar tayang. Nah, di sini lahir kontroversi ketiga: Sutradara! Siapa sebenarnya yang menjadi Sutradara film Obama Anak Menteng ini? Menurut pemberitaan awal ketika produksi baru dimulai, tersebutlah nama Damien Dematra. Nama yang di kancah perfilman nasional tidak dikenal sama sekali. Kalaupun nama ini tiba-tiba ada, itu semata-mata karena novel berjudul Obama Anak Menteng yang beredar atas namanya. Novel yang pastinya ditulis bergegas memanfaatkan saat naiknya Barack Obama sebagai presiden AS, saat yang tepat untuk mendongkrak nama. Dari tiada menjadi ada. Dengan gencar Damien memberikan wawancara kepada wartawan, tidak hanya wartawan hiburan nasional tapi juga ke wartawan internasional sehingga namanya tiba-tiba muncul sebagai Sutradara film Obama Anak Menteng di peliputan media nasional dan internasional. Di kalangan perfilman nasional, yang sangat sempit dunianya sehingga biasanya saling tahu siapa sedang mengerjakan apa, sosok yang diketahui sedang bekerja keras menyutradarai film tersebut pada saat Damien Dematra sibuk mencanangkan diri adalah John de Rantau. Nama ini tidak hanya dikenal sebagai Sutradara yang telah banyak menghasilkan film televisi dan sinetron, tapi juga film cerita seperti Mencari Madonna, Denias: Senandung Di Atas Awan (2006) dan Generasi Biru (2009 bersama-sama dengan Garin Nugroho). Sejak minggu lalu, mulailah terjadi upaya pelurusan kebenaran dari pembohongan publik yang sudah sengaja dilakukan oleh Damien Dematra. Upaya ini gencar dilakukan oleh rekan-rekan dari dunia film hanya didasarkan pada kenyataan John de Rantau jelas diketahui sebagai orang yang menyutradarai film tersebut. Ada ketidak-relaan mendengar karya seorang rekan yang seenaknya di-claim oleh orang yang sama sekali tidak dikenal di kalangan perfilman. Sejalan dengan upaya tersebut, mulai dari bertanya sampai mencaci-maki, ada satu kejanggalan yang membayangi aneka upaya itu. Yaitu, meskipun sudah jelas sejak pertengahan Mei 2010, saat film masih dalam tahap syuting, Damien Dematra mencanangkan diri ke pers bahwa dialah Sutradara film tersebut, namun tidak ada pembantahan atau pelurusan berita dari pihak produser maupun John de Rantau. Ada apa sebenarnya? Dari laporan pandangan mata yang penulis peroleh, sosok Damien Dematra tidak muncul dalam acara Konferensi Pers dan Press Screening yang diadakan pada Selasa, 29 Juni 2010. Sebaliknya, John de Rantau dengan tegas menyatakan kepada pers bahwa dia adalah satu-satunya Sutradara yang bekerja dalam pembuatan film ini. Dari obrolan langsung dengan John de Rantau, penulis juga mendapatkan penjelasan bahwa bahkan skenario film Obama Anak Menteng dibuat berdasarkan data dari berbagai sumber, termasuk menemui nara sumber yang masih hidup. Novel Obama Anak Menteng karya Damien Dematra memang menjadi salah satu sumber, tapi tidak sepenuhnya alur cerita film diambil dari isi novel tersebut. Nah, semakin bingung kan. Berangkat dari pengalaman penulis di dunia film, adalah wajar bila sebuah judul film diambil dari judul sebuah novel. Biasanya, di akreditasi dicantumkan bahwa cerita film tersebut diangkat dari novel tersebut. Eat Pray Love (Ryan Murphy, 2010) adalah contoh yang paling baru. Film yang akan beredar akhir Agustus tahun ini tidak hanya mengambil judul dari novel karya Elizabeth Gilbert, tapi KESELURUHAN cerita mengikuti alur cerita di dalam novel tersebut namun akreditasi penulisan skenario tetap diberikan kepada penulis skenarionya yaitu Ryan Murphy dan Jennifer Salt. Sutradara pun hanya dicantumkan nama Ryan Murphy yang memang menyutradarai film tersebut. Terkait dengan film Obama Anak Menteng artinya, mengikuti pola yang lazim dalam pembuatan film, bila penulisan skenario dan penyutradaraan dilakukan oleh orang lain, secara profesional nama Damien Dematra hanya bisa tampil sebagai nama penulis novel... misalnya Diangkat dari novel Obama Anak Menteng karya Damien Dematra. Nama Damien Dematra masih bisa tampil sebagai salah seorang di jajaran Eksekutif Produser atau Associate Producer. Sebutan Associate Producer memang seringkali diberikan kepada seseorang sebagai penghormatan atas
[ac-i] Undangan untuk tgl 10 juli [1 Attachment]
C ARTS MAG request the pleasure of your company at the Meet the artist: Meet the Artist Ashley Bickerton 10 July
[ac-i] SASHENKA
HTML clipboard SASHENKA DATA BUKU Judul : SASHENKA Penulis: Simon Montefiore Judul Asli : SASHENKA Penerjemah : Yanto Mustofa dan Ida Rosdalina Editor : A. Fathoni Genre : Fiksi Cetakan : I, Juni 2010 Ukuran : 13 x 20 cm (plus flap 8 cm) Tebal : 650 halaman ISBN : 978-979-3064-85-7 Harga : Rp. 99.900 SINOPSIS: Terilhami kisah nyata, sejarawan Simon Montefiore menuturkan kisah epik Sashenka Zeitlin dalam novel yang amat memukau ini. Sashenka Zeitlin adalah bangsawan Yahudi Rusia yang tertangkap dalam kisah asmara revolusi dan kemudian dihancurkan oleh polisi rahasia Stalin. Sebelum itu, setahun menjelang Revolusi Bolshevik pecah pada 1917, Sashenka–kala itu masih remaja berusia 16 tahun–ditangkap polisi rahasia Tsar yang telah mengendus kegiatan subversifnya. Bagian awal novel ini, ber-setting St. Petersburg 1916, menggambarkan bagaimana Sashenka, di bawah asuhan paman Bolsheviknya, menjadi seorang revolusioner idealis yang naif, yang terpesona dengan perannya sebagai kurir gerakan bawah tanah dan menolak latar belakang borjuisnya. Cerita bergulir ke Moskow tahun 1939, ketika Sashenka dan suaminya, seorang pejabat partai, berada di puncak kesuksesan dalam lingkaran politik. Hubungan asmara Sashenka dengan seorang penulis membuat dia ditangkap dan menghadapi tuntutan; dalam penggambaran yang hidup penyiksaan psikologis dan fisik, Sashenka dipaksa memilih antara keluarganya, kekasihnya, dan perjuangannya... Kisah ini sungguh kompleks, dan kehidupan para tokohnya begitu gamblang di depan latar belakang yang seolah nyata. Kisah Sashenka tersembunyi selama setengah abad lebih, hingga seorang sejarawan muda berhasil menelusuri arsip pribadi Stalin dan menemukan hikayat menggugah tentang hasrat dan pengkhianatan, kekejaman dan heroisme, sejarah dan penyelamatan: perihal seorang perempuan yang terpaksa mengambil pilihan sulit. ENDORSEMENT: ”Plot yang cerdas, pemilihan karakter yang hidup, dan tontonan yang segar Belokan-belokan plot yang berjalin-kelindan, kebetulan-kebetulan yang mengejutkan, perpisahan keluarga yang menguras airmata, dan semuanya menjadikan Sashenka membangkitkan ketagihan untuk membaca halaman demi halaman.” —Jane Shilling, Sunday Times “Di era Generations of Winter dan Dr. Zhivago, suara-suara Rusia dalam rupa tragedi personal dari Vassily Aksyonov dan Boris Pasternak memang tampil menghebohkan; Sashenka menunjukkan kepada kita bahwa interlude Soviet dalam sejarah Rusia yang berdarah-darah masih cukup kaya untuk dinikmati pembaca abad ke-21.” —Barbara Conaty, Library Journal “Sangat memikat. Sashenka adalah cerita detektif sejarah dengan sentuhan epik film Hollywood. Montefiore adalah penutur alami yang membawa pengetahuan ensiklopedisnya tentang sejarah Rusia ke dalam bahasa yang berkilau seperti es di St. Petersburg.” —Malina Watrous, Washington Post ”Montefiore sungguh hebat dalam menggambarkan Stalin sebagai tokoh yang kompleks, pecinta musik yang bertutur kata lembut, yang mampu berbuat iba dan kejam Potret menyentuh tentang orang-orang yang dinistakan penguasa dan terus mengabdi pada Soviet di masa Stalinisme.” —Dinitia Smith, New York Times ”Cerita yang membuat ketagihan ini menawarkan pandangan yang otoritatif tentang USSR di bawah Stalin dan, dalam karakter-karakter besarnya serta ambisi epiknya, membawa gema Tolstoy.” —Ros Gilfillan, Daily Mail “Sangat menggugah. Perpaduan sempurna sejarah yang menyeluruh dan penuturan kisah halaman demi halaman, dengan karakter perempuan yang menakjubkan….” —Kate Mosse, pengarang bestseller dunia Labyrinth “Dunia revolusi Rusia dan teror Stalin muncul begitu hidup dalam novel yang sangat dekat serta penuh atmosfer dan warna Rusia ini. Saya merasa seolah hidup dalam sebuah film epik.” —Edward Rutherford, penulis Sarum Russka “Cerita yang benar-benar… menggambarkan atmosfer suatu masa yang otentik. Sangat indah, sangat menggugah, sangat enak dibaca, dan sangat nyata.” —Joanne Harris, pengarang Chocolat “Sangat mengharukan dan menggugah, klimaksnya tak terlupakan, menyentuh hati paling keras sekalipun.” —Jung Chang, pengarang Wild Swans PENULIS: Simon Sebag Montefiore, lahir pada 1965, adalah sejarawan terkemuka asal Inggris. Anggota Royal Society of Literature, sebuah organisasi kesusastraan tertua di Inggris, ini menekuni studi sejarah di Gonville Caius College, Cambridge University. Buah pikiran Montefiore mewujud dalam buku-buku bestseller dunia yang terbit dalam tiga puluh lima bahasa lebih. Tiga dari tujuh karyanya sukses memenangi, setidaknya menjadi nominasi, berbagai penghargaan bergengsi: Catherine the Great Potemkin adalah nominator Samuel Johnson Prize, Duff Cooper Prize, dan Marsh Biography Prizes; Young Stalin
[ac-i] Polri vs Majalah Tempo
Polri vs Majalah Tempo Jakarta, KabariNews.com- Buntut dari terbitnya Majalah Tempo edisi 28 Juni - 4 Juli 2010dengan laporan utama yang berjudul Rekening Gendut Perwira Polisitampaknya akan berbuntut panjang. Setelah sebelumnya majalahyang memuat cover yang menampilkan sosok polisi tengah menggiring tigaekor babi tersebut dinyatakan hilang dari pasaran, pihak Majalah Tempokembali mencetak ulang majalah edisi tersebut. Untuk artikel selengkapnya klik http://www.KabariNews.com/?35118 attachment: tempoo.jpg
[ac-i] Sabtu 3 Juli - PANDAWA DADU Komunitas Wayang Suket Slamet Gundono Fortuga ITB
³PANDAWA DADU² KOMUNITAS WAYANG SUKET dan FORTUGA ITB SLAMET GUNDONO dalang Sri Waluyo Sutrisno Kukuh Widi Asmoro Edi Kurniawan Joko Nugroho musisi karawitan Slamet Gundono Hanindawan Dorothea Quin Fortuga pemain Gelar produser Sabtu 3 Juli 2010, Museum Nasional - 13.00 WIB HTM Rp. 10.000,- (sudah termasuk masuk Museum) Dalang Slamet Gundono dengan Komunitas Wayang Suket-nya akan menggelar PANDAWA DADU pada 3 Juli 2010 di Museum Nasional pada pukul 13.00 WIB. Selama ini, Slamet Gundono dikenal sebagai dalang nyeleneh, dan selalu kritis dalam menyampaikan karya-karya agar senantiasa dapat dinikmati dengan segar dalam konteks kekinian. Dalam pertunjukan ini, Slamet Gundono akan berkolaborasi dengan FORTUGA ITB, yaitu forum alumni angkatan ¹73 ITB dimana dalam kesempatan ini pula sedang merayakan hari jadinya yang ke-37 dengan menggelar rangkaian acara seni budaya hingga amal yang dilaksanakan di Museum. Selain penampilan khusus dari Komunitas Wayang Suket, pergelaran ini akan didukung pula oleh para alumni ITB ¹73 dari berbagai latar belakang profesi dan diperkuat pula oleh para aktor/penari/musisi yang juga akademisi jebolan ISI Surakarta. Pandawa Dadu ; Kisah Pertaruhan Harga Diri Pandawa Dadu adalah salah satu episode dalam naskah epik klasik Mahabharata, yang berkisah tentang bagaimana negara dipertaruhkan oleh dua bersaudara yang bermusuhan, Pandawa dan Kurawa, pada sebuah permainan dadu. Pandawa yang dikenal sebagai tokoh putih, ternyata tak selalu suci. Keputusan Yudistira untuk mempertaruhkan Drupadi, istrinya, tak dihalangi oleh adik-adiknya, bahkan oleh para tetua seperti Bhisma, yang juga menghadiri pertemuan itu. Saat Drupadi ditelanjagi oleh Dursasana, saat itulah hak azasi manusia telah mati, ditandai oleh kesewenangan pada kaum yang lemah dan tak berdaya. Dan tanpa kita sadari, perenggutan hak azasi manusia sudah berlangsung sepanjang usia peradaban kita. Naskah klasik Mahabharata yang diangkat sebagai rujukan cerita ini tetap terasa relevan dengan konteks masa kini, karena sarat dengan nilai dan pesan-pesan sosial. Cerita ini dilontarkan Slamet Gundono dan Fortuga kepada publik sebagai refleksi negeri Indonesia yang kita cintai saat ini. Konsep Garapan Di dalam karya ini, dalang Slamet Gundono mengangkatnya dalam bentuk teater tradisi rakyat yang bersifat sampakan, dimana berbagai unsur wayang, teater, musik, tari diramu menjadi satu kesatuan, tanpa adanya jarak dengan penonton karena penonton juga merupakan bagian dari pertunjukan tersebut. Musik digarap dengan gaya khas pesisiran yang kental dengan spirit kerakyatan yang egaliter, bebas, tak kaku, membuka ruang dialog dengan berbagai unsur. Disinilah berpadu antara yang tradisi dan pop, rural dan urban, dan seterusnya. Pandawa Dadu adalah komedi satir yang digarap dengan serius, sarat dengan refleksi dan kritik sosial yang relevan dengan kondisi saat ini. Sehingga sajian kolaborasi ini terasa kian segar disaksikan. Sinopsis Pada suatu hari, Pandawa bersaudara diundang oleh keseratus orang Kurawa untuk bermain dadu di kerajaan Astina. Sengkuni, paman dari para Kurawa, ternyata sudah mengatur permainan dadu tersebut agar Kurawa dapat bermain dengan Yudistira, kakak tertua dari Pandawa bersaudara yang dikenal jujur, putih dan suci hatinya. Namun karena kecurangan Kurawa, di akhir permainan Yudhistira kehilangan seluruh kekayaannya, diikuti dengan seluruh kerajaannya. Hingga akhirnya ia mempertaruhkan Drupadi, istrinya, menjadi budak para Kurawa, dengan harapan mendapatkan kerajaannya kembali. Toh, Pandawa tetap kalah. Drupadi berulangkali mempertanyakan hak Yudhistira untuk mempertaruhkan dirinya saat dia sendiri telah kehilangan kebebasannya. Kisah ini merupakan sebuah cermin kehidupan kita di dunia modern dengan berbagai permasalahannya, yang ternyata masih tak beranjak dari pertaruhan demi pertaruhan, dari penelanjangan demi penelanjangan hak azasi manusia sepanjang peradaban kemanusiaan itu sendiri. -- End of Forwarded Message -- End of Forwarded Message -- End of Forwarded Message
[ac-i] ARTPARTNERSHIP VISUAL ART ORGINEZER
kepada Yth para pelaku seni perkenankan kami memperkenalkan diri sebagai ARTPARTNERSHIP yang merupakan salah satu event orginizer yang memfokuskan diri di bidang penyelenggaraan pameran seni rupa. kami telah lama berkecimpung dalam penyelenggaraan pameran baik kelompok ataupun tunggal. kami berharap dapat menjadi sahabat anda di dalam menikmati dan mengembangakan dunia seni rupa. untuk itu apabila memerlukan bantuan kami dalam penyelenggaraan pameran dapat menghubungi kami melalui Phone : 02747424870 Hp: 081804276628 email: greenboyzjo...@yahoo.com kami siap mambantu anda.
Re: [ac-i] Say No to Museum of Marketing in Ubud...!
Saya ikut mendukung penolakan museum ini. Kalo mau mendirikan museum di kompleks museum puri lukisan...haruslah museum yang berbau seni atau budaya juga... save our culture, now salam cici --- On Mon, 6/28/10, Bodhiciva bodhi_c...@yahoo.com wrote: From: Bodhiciva bodhi_c...@yahoo.com Subject: Re: [ac-i] Say No to Museum of Marketing in Ubud...! To: artculture-indonesia@yahoogroups.com Received: Monday, June 28, 2010, 12:53 AM Saya ikut mendukung penolakkan terhadap pembangunan Museum of Maketing di Ubud. Menurut saya alasan penolakkan apapun oleh warga negara Indonesia haruslah berdasar dan masuk akal seperti ini, bukan hanya karena rasis anti USA, anti Yahudi, atau intoleransi seperti anti Kristen. JP --- On Sun, 6/27/10, yoga parta yogapa...@yahoo. com wrote: From: yoga parta yogapa...@yahoo. com Subject: Re: [ac-i] Say No to Museum of Marketing in Ubud...! To: artculture-indonesi a...@yahoogroups. com Date: Sunday, June 27, 2010, 8:17 AM saya setuju untuk menolak pembangunan museum tersebut, apa lagi di dalam areal museum puri lukisan, yang sangat bernilai sejarah bagi perkembangan seni rupa/lukis di Bali.. salam yoga From: Warga Ubud warga.u...@gmail. com To: artculture-indonesi a...@yahoogroups. com Sent: Sun, June 27, 2010 11:52:08 AM Subject: [ac-i] Say No to Museum of Marketing in Ubud...! Salam, Akhir-akhir ini muncul kabar bahwa di Ubud, Bali, akan didirikan sebuah museum baru bernama “Philip Kotler Museum of Marketing”. Lokasinya berada di kompleks Museum Puri Lukisan. Museum of Marketing ini akan memamerkan profil dari Philip Kotler, tokoh pemasaran dunia, dan juga memamerkan produk-produk dari berbagai perusahaan besar di dunia yang sebagian besar berasal dari Amerika Serikat, negara asal Philip Kotler. Museum of Marketing ini digagas oleh Irman Gusman (Ketua Dewan Perwakilan Daerah/DPD) dan Hermawan Kartajaya (konsultan pemasaran dari Jakarta). Mengapa Museum of Marketing harus ditolak keberadaannya di Ubud? 1. Ubud bukanlah pusat bisnis seperti Jakarta, Surabaya, Singapura atau Hongkong misalnya. Ubud adalah destinasi wisata budaya dan spiritual yang khas Bali. Sementara itu, pemasaran terkait erat dengan bisnis. Keberadaan sebuah museum yang justru menyanjung nilai-nilai bisnis—apalagi memamerkan produk-produk dari luar negeri—akan merusak nilai-nilai Ubud yang telah dibangun dengan kerja keras oleh seluruh lapisan masyarakat Ubud khususnya serta masyarakat dan pemerintah Bali dan Indonesia pada umumnya selama beberapa generasi. 2. Penggunaan nama Philip Kotler sebagai nama museum ini merupakan sesuatu yang sangat aneh, karena Philip Kotler tidak jelas peranan dan kontribusinya kepada Ubud. Philip Kotler bahkan merupakan warganegara Amerika Serikat yang tidak pernah tinggal di Ubud, di Bali, atau bahkan di Indonesia. Berbeda dengan para seniman ekspatriat lainnya seperti Walter Spies, Rudolf Bonnet, Antonio Blanco, Arie Smit ; mereka semua merupakan ekspatriat yang tinggal cukup lama di Ubud dan berperan besar dalam pengembangan seni-budaya Bali. 3. Lokasi Museum of Marketing yang berada di dalam kompleks Museum Puri Lukisan menimbulkan tanda tanya besar. Sesuai namanya, “Puri Lukisan”, para pendiri museum ini tentu menginginkan bahwa Museum Puri Lukisan menjadi tempat untuk melestarikan karya seni tradisional dan modern Bali—terutama seni lukis; bukan produk-produk dari negara lain yang sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan seni-budaya Bali. Dengan alasan-alasan tersebut di atas maka “Philip Kotler Museum of Marketing” harus ditolak keberadaannya di Ubud, apalagi berada di kompleks Museum Puri Lukisan. Keberadaan Museum of Marketing ini terkesan sangat dipaksakan dan jelas akan merusak salah satu situs yang sangat bersejarah dan memegang peranan penting dalam perkembangan seni-budaya di Bali dan Indonesia. Museum of Marketing ini juga jelas tidak memberikan manfaat sama sekali kepada masyarakat Ubud dan para seniman Bali. Berita terkait bisa dibaca di: http://www.antarane ws.com/berita/ 1275316650/ bali-bangun- museum-marketing -dunia http://www.antarane ws.com/berita/ 1276916121/ tokoh-marketing- dunia-promosikan -indonesia- di-chicago
[ac-i] Undangan /Invitation PLATFORM3 – Project No 7 : AMBIVALENSI
Undangan /Invitation PLATFORM3 – Project No 7 AMBIVALENSI Presentasi khusus oleh / Special Presentation by Nadya Savitri 4 – 19 Juli 2010 Pembukaan Minggu / Opening in Sunday 4 Juli 2010. Jam / Time : 16.00 Di Platform3 , Jl. Cigadung Raya Barat No. 2 . Bandung. Indonesia e-mail: mail.platfo...@gmail.com URL: http://infoplatform3.wordpress.com/ Deskripsi Karya- karya Nadya Savitri berangkat dari wacana poskolonial yang berhubungan dengan gagasan tentang “tubuh ideal”. Dalam konteks masyarakat Indonesia, gagasan tentang keidealan tubuh juga telah terkonstruksi oleh sejarah kolonial: Kita cenderung melihat kulit putih, hidung mancung dan proporsi tubuh yang tinggi dan langsing, misalnya, sebagai ‘acuan’ kecantikan. Nadya bermaksud mempertanyakan kembali konstruksi itu dengan menghadirkan objekobjek berbahan keramik porselen. Berbagai karakter visual yang ada pada karya-karya ini, termasuk kualitas permukaan, bentuk objek, karakter dekorasi dan warna glasir, dimaksudkan untuk memancing identifikasi kecantikan yang terkonstruksi oleh kolonialisasi dan globalisasi. Pernyataan perupa: Hasrat menginginkan satu hal dan menolak kebalikannya menjadi ketertarikan saya dalam pengerjaan proyek khusus di Platform3 ini. Dalam teori postkolonial ini dikenal dengan istilah ambivalensi untuk menggambarkan hubungan kompleks antara penjajah dan yang terjajah. Istilah ini pertama kali dikembangkan dalam teori psikoanalis yang merujuk juga kepada ketertarikan dan penolakan simultan terhadap sebuah obyek, orang atau tindakan (Young 1995: 161). Penggunaan keramik dengan dekorasi cobalt blue, dipilih karena adanya keintiman memori saya terhadap keramik Delft Blue yang identik sebagai souvenir dari negeri Belanda, keterpesonaan terhadap kualitas estetik dan Belanda sebagai penjajah. Padahal delf blue sendiri merupakan tiruan dari China. Ambivalensi telah menjadi bagian dari kita. “Bagaimana mungkin si terjajah bisa menyangkal dirinya secara kejam….Bagaimana mungkin ia membenci penjajah, tetapi pada saat yang sama memuji mereka dengan penuh nafsu?” (Albert Memmi 1968, hlm. 45) Dalam masyarakat konsumerisme, pemujaan, keterpesonaan terhadap orang-orang yang memiliki garis keturunan atau karakteristik fisik Barat: “ londo”, “bule” dan “indo” menjadi sebuah komoditas. Keramik dicetak dalam bentuk kemasan perawatan wajah dan tubuh juga merupakan keterpesonaan saya terhadap bagaimana produsen barang-barang ini mengadvokasi stereotype ideal mengenai tubuh dan kecantikan. Tentang Perupa NADYA SAVITRI lahir di Jakarta bulan Desember 1981. Lulus dari Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB tahun 1999. Ia menyelesaikan studi magisternya pada tahun 2006. Nadya melanjutkan studi di Tokyo University of The Arts – Jepang , sebagai periset di bidang ceramic craft hingga 2007 dan mendapat gelar Master di bidang tersebut pada tahun 2009. Sejak tahun 2003, ia mengikuti berbagai pameran, antara lain “CP Biennale: Interpellation”, di Galeri Nasional, Jakarta (2003); “I Am Making Art Project: Recovery of The Submerged Knowledge”, di Rumah proses, Bandung (2004); “Perupa Keramik Muda”, di Galeri Nasional, Jakarta (2006); “Jakarta Biennale, Beyond: The Limits and Its Challenge”, Cipta Gallery, Jakarta; M1 Projects: Shinmatsudo Gyouten Geijutsu, Matsudo central park, Chiba prefecture – Jepang (2007); “The Romance of Three Kingdom” China, Japan and South Korea (2008); “New Century Pottery Art Exhibition”, China; “The Third Annual Alien Exhibition: Foreign Artist Making ,Work in Japan”, Tokyo University of The Arts Union gallery, Tokyo; “Short Circuit: The Book and The Guts”, Asumu gallery, Tokyo;“Contemporary Archeology”, SIGIarts gallery, Jakarta; “Jakarta Contemporary Ceramic Biennale 1, North Art Space, Jakarta (2009); “The Mist; A reflection upon the development of Indonesian contemporary art”, Lawangwangi Art and Science estate, Bandung (2010). (ENG) About the Project Works of Nadya Savitri departed from post-colonial discourse associated with the notion of “ideal body”. In the context of the Indonesian people, ideas about body ideals have also been constructed by colonial history: We tend to see white skin, long nose and the proportion of high and slender body, for example, as a ‘reference’ beauty. Nadya intend to question the construction that by presenting the objects made of ceramic porcelain. Various existing visual character of these works, including surface quality, shape objects, character and color glaze decoration, intended to lure the identification of beauty constructed by colonization and globalization. Artist’s Statement Desire wanted one thing and reject the reverse be my interest in a particular project at this Platform3. In postcolonial theory is known as the ambivalence to describe the complex relationship between the colonizers and the colonized. This term was first developed in the theory of psychoanalysis which refers also to the interests and
[ac-i] The 24th UBE Biennale: International Open Sculpture Competition
OPPORTUNITIES: Halo, para pematung! Inilah saatmu! Ada kompetisi patung di Jepang, yakni The 24th UBE Biennale: International Open Sculpture Competition. Deadline aplikasi ditunggu hingga 30 September 2010. Hadiah utama (Grand Prize) sebesar ¥ 5,000,000 atau sekitar Rp500 juta. Selengkapnya, simak rubrik Opportunities di http://indonesiaartnews.or.id/