[ac-i] File - Data Anggota ACI

2010-07-01 Terurut Topik artculture-indonesia

Mohon abaikan bagi Anda yang sudah pernah mengisi

=

Pecinta seni budaya yang budiman,

Milis ACI (Art  Culture Indonesia), ajang tukar menukar gagasan,
informasi, dan pemikiran-pemikiran positif lainnya, terutama yang berkaitan 
dengan pengembangan seni budaya dan juga kegiatan-kegiatan kreatif di 
Indonesia. 

Untuk menjadi anggota ACI mohon diisi data sebagai berikut:
(mohon abaikan apabila pernah mengisi)

Nama lengkap: 

Nama panggilan: 

Profesi: 

Domisili (Kota/Negara):

Tanggal lahir: 

No telp/HP: 


E-mail: 


Website: 


Weblog:



Sekali lagi, kami ucapkan terima kasih atas partisipasinya.

Salam ACI!


Moderator




[ac-i] Mencari Penerbit

2010-07-01 Terurut Topik Fandy Hutari
Saya sedang mencari penerbit yang mau menerbitkan naskah soal seni,sejarah,dan 
budaya Indonesia. Naskah saya berjudul Hiburan masa Lalu dan Tradisi Lokal 
berisi 25 artikel yang pernah dipublish di berbagai media, seperti Kompas Jawa 
Barat dan majalah Gong. Adakah teman-teman yang mempunyai informasi? Terima 
kasih.

Salam.

Fandy Hutari. 



  

[ac-i] Menonton Konser Jazz Shadow Puppets dan Piala Dunia 2010 di Salihara

2010-07-01 Terurut Topik Melan Fitri
Shadow Puppets adalah sebuah kelompok yang
terdiri dari Irsa Destiwi (piano), Robert Mulyarahardja (gitar), Indrawan Tjhin
(bas), dan Yusuf Shandy Satya (drums). Mereka pertama kali bertemu dalam
lokakarya jazz di Jakarta pada akhir 2009. Perjumpaan itu memantikkan kecocokan
di antara mereka dan mulailah mereka bermusik bersama. Dengan latar belakang
yang beragam – Irsa dengan latar pendidikan musik klasik dan pengalamannya
dalam industri musik, Robert dan Indrawan yang baru menamatkan pendidikan musik
jazz, dan Shandy dengan bakat alamnya – Shadow Puppets hendak menampilkan
sebuah suara baru dalam belantika musik Indonesia. Komposisi mereka hadir dalam
beragam gaya, mulai dari bebop yang lugas hingga yang bernuansa folk dan sarat
improvisasi. Dalam konser ini, Shadow Puppets akan menampilkan karya-karya
mereka sendiri.


Konser Jazz Bulanan oleh Shadow Puppets ini akan
diselenggarakan di Teater Salihara,Sabtu 3 Juli 2010, jam 20:00 WIB. Tiket 
seharga Rp
50.000,- (dan Rp 25.000,- khusus untuk pelajar/mahasiswa) dapat dipesan melalui
021-789-1202, 0817-077-1913, 0857-193-111-50, 0812-8184-5500, 021-9974-5934, 
d...@salihara.org, atau
secara on-line melalui www.salihara.org

Bagi para penonton Shaddow puppets yang ingin menyaksikan
pertandingan perempat final Piala Dunia 2010, Komunitas Salihara menyediakan 
fasilitas
menonton di Serambi Salihara pada tanggal 03 Juli 2010 tepat setelah
pementasan usai.

Untuk keterangan lebih lanjut mengenai program
Komunitas Salihara lainnya, maupun permintaan peta lokasi Komunitas Salihara,
silakan hubungi me...@salihara.org atau d...@salihara.org
 
Sampai bertemu di Komunitas Salihara!

Komunitas Salihara; Jl. Salihara 16, Pasar
Minggu, Jakarta Selatan 12520. Tel: 021-789-1202.

(Parkir terbatas, kami melayani pemesanan taksi
di tempat.)


  

[ac-i] Ayo, kepung Masjid pada 3 Juli

2010-07-01 Terurut Topik gongmedia cakrawala




GONG
Publishing Mempersembahkan

Peluncuran
dan Bedah Buku

‘TAMASYA
KE MASJID” Karya Jaya Komarudin Cholic

 

Waktu: Sabtu 3 Juli 2010, Pukul 13.00 - 15.00 Wib.

Tempat: Ruang Anggrek, Pesta Buku Jakarta, Istora
Senayan, Jakarta Pusat

Nara Sumber: Ustadz Abdul Azis Abdur Rauf Al Hafidz, Lc

Musikalisasi: Firman Venayaksa dan Ki Amuk

 

Selama ini imej tentang TKI atau TKW adalah kebodohan.
Selalu cerita pilu yang sampai ke tanah air. Tapi, kini tidak lagi. Mereka
bukanlah orang-orang yang bodoh atau dibodohi. Mereka mengadu nasib di negeri 
orang,
karena di negeri sendiri skill mereka tidak terwadahi. Di Hongkong, para TKW
tidak sekedar para wanita dari kampung yang hanya lulusan SD. Mereka banyak
yang mengenyam pendidikan setara SMSA, bahkan sarjanan. Tidak heran setelah
didampigi Helvi Tiana Rossa, mereka mendirikan wadah Forum Lingkar Pena
Hongkong dan menerbitkan kumpulan cerpen. Gol A Gong pun tidk tinggal diam. TKW
di Taiwan, Jenny Ervina yang asli dari Petir, Serang – Bantem dibina dan
meluncurkan kumcer ”Gadis Bukan Perawan” (Gong Publishing, Mei 2010). 

 

DILUNCURKAN DI ABU DHABI

Kini, di Timur-Tengah, dimana para TKW sering dihina,
dicaci, dimaki, ditindas, mulai memunculkan imej baru yang membanggakan. Adalah
Jaya komarudin Cholic, lelaki Bogor yang menikahi perempuan Banten. Jaya
bergabung di Rumah Dunia. Pada 2006, Jaya sekeluarga mengadu nasib di Ruwais,
Uni Emirat Arab. Di sela-sela luangnya, Jaya melakukan tamasya ke
masjid-masjid. Memoarnya dituangkan ke dalam buku ”Tamasya ke Masjid”. Ini
adalah yang pertama, buruh migran Indonesia di Timur-Tengah menulis buku dan
diluncurkan di Kedutaan Besar Republik Indonesia, Abu Dhabi, pda Jum’at 25 Juni
2010. Menurut  M. Wahid Supriyadi, Duta
Besar LBBP RI untuk Persatuan Emirat Arab, ”Gaya menulis Jaya  mengalir, 
sederhana, dan mudah dimengerti
serta sarat informasi dan referensi mengingatkannya pada jargon koran Tempo Enak
dibaca dan Perlu.” 

 

Rencananya setelah di Abu Dhabi, TKM akan diluncurkan di Ruwais, kota para
'skilled labour' untuk oil dan gas, kemudian di Pesta Buyku Jakarta, 3 Juli 2010
dan Toko Buku Tisera, Mal Serang, 4 Agustus 2010. Gempa literasi yang
dihentakkan oleh Gol A Gong memang membawa semangat lokal pada perubahan kultur
rakyat Banten. Dan penulis yang kini bekerja di PEA ini dahulu juga merupakan
produk lokal Banten yang bekerja di salah satu pabrik Petrokimia di Cilegon.





 

DOOR PRIZE TERCINTA

TAMASYA KE MASJID adalah hadiah dari seorang isteri untuk
suaminya. Ayah untuk anak lelakinya. Teman wanita untuk calon suaminya..Juga,
bawahan untuk atasannya. Karena, bagi setiap muslim, masjid adalah muara
kehidupan. Saat ditimang diselamati dan diberi nama di masjid, masa kanak-kanak
bermain di pelatarannya, ketika dewasa ijab qabul di dalam masjid. Kelak ketika
mati, masjid adalah persinggahan terakhir sebelum menginap di kuburan yang
sempit.

Buku ”Tamasya ke Masjid” juga hadiah yang diberikan oleh
suami kepda istrinya. Ayah untuk anak lelaki. Wanita untuk calon suami. Serta
bawahan kepada atasan. Itu semua adalah sebuah wujud KECINTAAN suami penyayang
dan bertanggung jawab, anak yang taat, lelaki yang shalihah, dan PEMIMPIN yang
JUJUR dan AMANAH lahir karena kecintaan mereka terhadap masjid. Seperti
rasulullah yang telah melahirkan para pemimpin besar, yang membawa Islam hingga
ke sepertiga dunia berawal dari masjid Nabawi yang tak berubin dan tak
beratap. 

 

Maka, dari buku TAMASYA KE MASJID akan menjelma menjadi
mata air kebaikan. Karena setiap langkah kaki menuju masjid adalah sebuah
persaksian, yang kelak akan mengangkat derajat dan berlimpah ampunan. Maka
hadiahkanlah buku TAMASYA KE MASJID untuk orang-orang yang kita cintai.

Masjid adalah muara kehidupan. Hidup, tumbuh dan besar
hingga akhir hayat dengan merasakan ruh baru kecintaan terhadap masjid sebagai
simpul keimanan. Buku Tamasya Ke Masjid adalah media yang menjembatani untuk
menggali kenangan, kecintaan, harapan, serta bagaimana hidup selayaknya bersama
masjid. 

 

Maka hadirilah bedah buku TAMASYA KE MASJID. Ajak
orang-orang yang dicintai. Ada doorprize buku. Silahkan, ungkapkan   kesan 
pertama ketika kecil diajak ke masjid,
apa yang disukai atau tidak disukai dari masjid, bagaimana masjid menjadi
   sebuah daya tarik bagi remaja, perlukah perpustakaan masjid, dll

 

***

 

 

APA KATA MEREKA TENTANG ’TAMASYA KE MASJID”:

 

”Penulis yang bekerja sebagai buruh migrant di Persatuan
Emirat Arab menyodorkan fakta, 
bahwa  sholat berjamaah di
mesjid-mesjid di Dubai seolah sedang tamasya menuju rumah-Nya, selalu penuh
sesak. Berbeda dengan di kota-kota Indonesia yang sepi. Tapi saya bahagia
setelah membaca buku ini, karena teringat saat Bapak mengajak saya berjamaah di
mesjid kampung. Saya juga berlarian ke sana-kemari seolah sedang tamasya,
persis seperti yang penulis alami di buku ini! 
(Gol A Gong, Majelis Penulis Forum Lingkar Pena)

 

Buku ini menarik, ditulis dengan bahasa yang ringan dan
mengalir serta mudah dipahami. Pengalaman 

[ac-i] Pelukis I Dewa Putu Mokoh (Pengosekan) Meninggal Dunia

2010-07-01 Terurut Topik Warga Ubud
Kabar duka,

Telah meninggal dunia salah seorang pelukis terkemuka Bali, I Dewa Putu
Mokoh, asal Desa Pengosekan, Ubud. Beliau wafat pada hari Sabtu 26 Juni 2010
di rumahnya, seminggu setelah kembali dari Rumah Sakit BaliMed Denpasar.
Beliau sempat dirawat di rumah sakit tersebut selama dua bulan karena gagal
ginjal dan komplikasi penyakit lainnya akibat usia yang sudah uzur (78
tahun). Jenazahnya telah dikremasi pada keesokan harinya (Minggu 27 Juni
2010). Sementara pe-ngaben-nya sendiri akan dilaksanakan pada 23 Juli 2010
secara massal.

Mokoh adalah seorang pelukis yang terkenal dengan gaya erotis-humorisnya
yang unik. Beliau berguru kepada pamannya, I Gusti Ketut Kobot, salah
seorang seniman Pita Maha. Mokoh sempat berpameran tunggal di Fukuoka Asian
Art Museum, Jepang pada tahun 1995. Baru-baru ini karyanya juga pernah
menjadi sampul majalah seni rupa dari Jakarta, VisualArts edisi no. 34,
Desember 2009 - Januari 2010.

Telepon rumah beliau: 0361 975 632.



Warga Ubud
Save Our Ubud. Say No to Museum of Marketing in Ubud...!


[ac-i] Peluncuran Buku dan Diskusi Sastra : DARI YANG DIBUANG DAN DIBUNGKAM

2010-07-01 Terurut Topik abdul malik










  

[ac-i] Tino Saroenggalo: Kontroversi Sutradara Obama Anak Menteng: Telah lahir pencuri karya tak bermalu!

2010-07-01 Terurut Topik Letitsia Gayatri
Kontroversi Sutradara Obama Anak Menteng: Telah lahir pencuri karya tak
bermalu!
*oleh: Tino Saroenggalo*
*
*
*Malam nanti, Rabu 30 Juni 2010, akan diputar premier film Obama Anak
Menteng yang sarat dengan kontroversi.

Kontroversi pertama tentu saja sosok yang diangkat yaitu sosok Presiden
Amerika Serikat (AS) Barack Obama. Film ini berkisah tentang masa kecil
Obama di Jakarta.

Kontroversi kedua adalah masa produksi yang sangat pendek untuk pembuatan
sebuah film cerita seakan-akan kejar tayang dengan rencana kunjungan Obama
yang sarat akan pembatalan itu. Bahwa film ini bisa selesai cepat...
produksi dimulai pada tanggal 16 Mei 2010... mungkin hanya karena diproduksi
oleh rumah produksi yang sudah khatam untuk urusan kejar tayang, Multivision
Pictures. Selain itu pastinya tangan dingin sutradara yang pastinya juga
sudah paham betul cara memproduksi karya yang kejar tayang.

Nah, di sini lahir kontroversi ketiga: Sutradara!

Siapa sebenarnya yang menjadi Sutradara film Obama Anak Menteng ini?

Menurut pemberitaan awal ketika produksi baru dimulai, tersebutlah nama
Damien Dematra. Nama yang di kancah perfilman nasional tidak dikenal sama
sekali. Kalaupun nama ini tiba-tiba ada, itu semata-mata karena novel
berjudul Obama Anak Menteng yang beredar atas namanya. Novel yang pastinya
ditulis bergegas memanfaatkan saat naiknya Barack Obama sebagai presiden AS,
saat yang tepat untuk mendongkrak nama. Dari tiada menjadi ada.

Dengan gencar Damien memberikan wawancara kepada wartawan, tidak hanya
wartawan hiburan nasional tapi juga ke wartawan internasional sehingga
namanya tiba-tiba muncul sebagai Sutradara film Obama Anak Menteng di
peliputan media nasional dan internasional.

Di kalangan perfilman nasional, yang sangat sempit dunianya sehingga
biasanya saling tahu siapa sedang mengerjakan apa, sosok yang diketahui
sedang bekerja keras menyutradarai film tersebut pada saat Damien Dematra
sibuk mencanangkan diri adalah John de Rantau. Nama ini tidak hanya dikenal
sebagai Sutradara yang telah banyak menghasilkan film televisi dan sinetron,
tapi juga film cerita seperti Mencari Madonna, Denias: Senandung Di Atas
Awan (2006) dan Generasi Biru (2009 bersama-sama dengan Garin Nugroho).

Sejak minggu lalu, mulailah terjadi upaya pelurusan kebenaran dari
pembohongan publik yang sudah sengaja dilakukan oleh Damien Dematra. Upaya
ini gencar dilakukan oleh rekan-rekan dari dunia film hanya didasarkan pada
kenyataan John de Rantau jelas diketahui sebagai orang yang menyutradarai
film tersebut. Ada ketidak-relaan mendengar karya seorang rekan yang
seenaknya di-claim oleh orang yang sama sekali tidak dikenal di kalangan
perfilman.

Sejalan dengan upaya tersebut, mulai dari bertanya sampai mencaci-maki, ada
satu kejanggalan yang membayangi aneka upaya itu. Yaitu, meskipun sudah
jelas sejak pertengahan Mei 2010, saat film masih dalam tahap syuting,
Damien Dematra mencanangkan diri ke pers bahwa dialah Sutradara film
tersebut, namun tidak ada pembantahan atau pelurusan berita dari pihak
produser maupun John de Rantau.

Ada apa sebenarnya?

Dari laporan pandangan mata yang penulis peroleh, sosok Damien Dematra tidak
muncul dalam acara Konferensi Pers dan Press Screening yang diadakan pada
Selasa, 29 Juni 2010. Sebaliknya, John de Rantau dengan tegas menyatakan
kepada pers bahwa dia adalah satu-satunya Sutradara yang bekerja dalam
pembuatan film ini.

Dari obrolan langsung dengan John de Rantau, penulis juga mendapatkan
penjelasan bahwa bahkan skenario film Obama Anak Menteng dibuat
berdasarkan data dari berbagai sumber, termasuk menemui nara sumber yang
masih hidup. Novel Obama Anak Menteng karya Damien Dematra memang menjadi
salah satu sumber, tapi tidak sepenuhnya alur cerita film diambil dari isi
novel tersebut.

Nah, semakin bingung kan.

Berangkat dari pengalaman penulis di dunia film, adalah wajar bila sebuah
judul film diambil dari judul sebuah novel. Biasanya, di akreditasi
dicantumkan bahwa cerita film tersebut diangkat dari novel tersebut. Eat
Pray Love (Ryan Murphy, 2010) adalah contoh yang paling baru.

Film yang akan beredar akhir Agustus tahun ini tidak hanya mengambil judul
dari novel karya Elizabeth Gilbert, tapi KESELURUHAN cerita mengikuti alur
cerita di dalam novel tersebut namun akreditasi penulisan skenario tetap
diberikan kepada penulis skenarionya yaitu Ryan Murphy dan Jennifer Salt.
Sutradara pun hanya dicantumkan nama Ryan Murphy yang memang menyutradarai
film tersebut.

Terkait dengan film Obama Anak Menteng artinya, mengikuti pola yang lazim
dalam pembuatan film, bila penulisan skenario dan penyutradaraan dilakukan
oleh orang lain, secara profesional nama Damien Dematra hanya bisa tampil
sebagai nama penulis novel... misalnya Diangkat dari novel Obama Anak
Menteng karya Damien Dematra.

Nama Damien Dematra masih bisa tampil sebagai salah seorang di jajaran
Eksekutif Produser atau Associate Producer. Sebutan Associate Producer
memang seringkali diberikan kepada seseorang sebagai penghormatan atas

[ac-i] Undangan untuk tgl 10 juli [1 Attachment]

2010-07-01 Terurut Topik Asosiasi Galeri Senirupa Indonesia
 C ARTS MAG request the pleasure of your company at the Meet the artist:





Meet the Artist

Ashley Bickerton



10 July


[ac-i] SASHENKA

2010-07-01 Terurut Topik Pustaka Alvabet
HTML clipboard


  
   
  
   
  
  
  SASHENKA
  
   
   
 

DATA BUKU

Judul    
: SASHENKA

Penulis: 
Simon Montefiore

Judul Asli 
: SASHENKA

Penerjemah 
: Yanto Mustofa dan Ida Rosdalina


Editor   : A. Fathoni


Genre  : Fiksi

Cetakan   
: I, Juni 2010

Ukuran 
    : 13 x 20 cm (plus flap 8 cm)

Tebal   
: 650 halaman

ISBN : 
978-979-3064-85-7

Harga  
: Rp. 99.900

 

 

SINOPSIS:

 



Terilhami kisah nyata, sejarawan Simon Montefiore menuturkan kisah epik 
Sashenka 
Zeitlin dalam novel yang amat memukau ini. Sashenka Zeitlin adalah bangsawan 
Yahudi Rusia yang tertangkap dalam kisah asmara revolusi dan kemudian 
dihancurkan oleh polisi rahasia Stalin. Sebelum itu, setahun menjelang Revolusi 
Bolshevik pecah pada 1917, Sashenka–kala itu masih remaja berusia 16 
tahun–ditangkap 
polisi rahasia Tsar yang telah mengendus kegiatan subversifnya.


Bagian awal novel ini, ber-setting St. Petersburg 1916, menggambarkan 
bagaimana Sashenka, di bawah asuhan paman Bolsheviknya, menjadi seorang 
revolusioner idealis yang naif, yang terpesona dengan perannya sebagai kurir 
gerakan bawah tanah dan menolak latar belakang borjuisnya. Cerita bergulir ke 
Moskow tahun 1939, ketika Sashenka dan suaminya, seorang pejabat partai, berada 
di puncak kesuksesan dalam lingkaran politik. Hubungan asmara Sashenka dengan 
seorang penulis membuat dia ditangkap dan menghadapi tuntutan; dalam 
penggambaran yang hidup penyiksaan psikologis dan fisik, Sashenka dipaksa 
memilih antara keluarganya, kekasihnya, dan perjuangannya...


Kisah ini sungguh kompleks, dan kehidupan para tokohnya begitu gamblang di 
depan 
latar belakang yang seolah nyata. Kisah Sashenka tersembunyi selama setengah 
abad lebih, hingga seorang sejarawan muda berhasil menelusuri arsip pribadi 
Stalin dan menemukan hikayat menggugah tentang hasrat dan pengkhianatan, 
kekejaman dan heroisme, sejarah dan penyelamatan: perihal seorang perempuan 
yang 
terpaksa mengambil pilihan sulit.

 

ENDORSEMENT:

 

”Plot yang cerdas, 
pemilihan karakter yang hidup, dan tontonan yang segar Belokan-belokan plot 
yang berjalin-kelindan, kebetulan-kebetulan yang mengejutkan, perpisahan 
keluarga yang menguras airmata, dan semuanya menjadikan Sashenka 
membangkitkan ketagihan untuk membaca halaman demi halaman.”

—Jane 
Shilling,
Sunday Times

“Di era 
Generations of Winter dan Dr. Zhivago, suara-suara Rusia dalam rupa 
tragedi personal dari Vassily Aksyonov dan Boris Pasternak memang tampil 
menghebohkan; Sashenka menunjukkan kepada kita bahwa interlude 
Soviet dalam sejarah Rusia yang berdarah-darah masih cukup kaya untuk dinikmati 
pembaca abad ke-21.”

—Barbara 
Conaty,
Library Journal


“Sangat memikat.
Sashenka adalah cerita detektif sejarah dengan sentuhan epik film 
Hollywood. Montefiore adalah penutur alami yang membawa pengetahuan 
ensiklopedisnya tentang sejarah Rusia ke dalam bahasa yang berkilau seperti es 
di St. Petersburg.” 

—Malina 
Watrous, Washington Post

”Montefiore 
sungguh hebat dalam menggambarkan Stalin sebagai tokoh yang kompleks, pecinta 
musik yang bertutur kata lembut, yang mampu berbuat iba dan kejam Potret 
menyentuh tentang orang-orang yang dinistakan penguasa dan terus mengabdi pada 
Soviet di masa Stalinisme.”

—Dinitia 
Smith,
New York Times

”Cerita yang 
membuat ketagihan ini menawarkan pandangan yang otoritatif tentang USSR di 
bawah 
Stalin dan, dalam karakter-karakter besarnya serta ambisi epiknya, membawa gema 
Tolstoy.”

—Ros Gilfillan,
Daily Mail

“Sangat menggugah. Perpaduan 
sempurna sejarah yang menyeluruh dan penuturan kisah halaman demi halaman, 
dengan karakter perempuan yang menakjubkan….”

—Kate Mosse, 
pengarang bestseller dunia Labyrinth



“Dunia revolusi Rusia dan teror Stalin muncul begitu hidup dalam novel yang 
sangat dekat serta penuh atmosfer dan warna Rusia ini. 

Saya merasa seolah hidup dalam sebuah film epik.”


—Edward 
Rutherford, 
penulis Sarum  Russka

 “Cerita yang benar-benar… 
menggambarkan atmosfer suatu masa yang otentik. 
Sangat indah, 
sangat menggugah, sangat enak dibaca, dan sangat nyata.”

—Joanne 
Harris, 
pengarang Chocolat

“Sangat mengharukan dan 
menggugah, klimaksnya tak terlupakan, menyentuh hati paling keras sekalipun.”

—Jung Chang, 
pengarang Wild Swans

 

 

PENULIS:

 

Simon Sebag Montefiore, 
lahir pada 1965, adalah sejarawan terkemuka asal Inggris. Anggota Royal Society 
of Literature, sebuah organisasi kesusastraan tertua di Inggris, ini menekuni 
studi sejarah di Gonville  Caius College, Cambridge University.

Buah pikiran Montefiore mewujud dalam buku-buku 
bestseller dunia yang terbit dalam tiga puluh lima bahasa lebih. Tiga dari 
tujuh 
karyanya sukses memenangi, setidaknya menjadi nominasi, berbagai penghargaan 
bergengsi: 
Catherine the Great  
Potemkin 
adalah nominator Samuel Johnson Prize, Duff Cooper Prize, dan 
Marsh Biography Prizes; 
Young Stalin 

[ac-i] Polri vs Majalah Tempo

2010-07-01 Terurut Topik John Oei








Polri vs Majalah Tempo

Jakarta, KabariNews.com- Buntut dari terbitnya Majalah Tempo edisi 28 Juni - 4 
Juli 2010dengan laporan utama yang berjudul Rekening Gendut Perwira 
Polisitampaknya akan berbuntut panjang.

Setelah sebelumnya majalahyang memuat cover yang menampilkan sosok polisi 
tengah menggiring tigaekor babi tersebut dinyatakan hilang dari pasaran, pihak 
Majalah Tempokembali mencetak ulang majalah edisi tersebut.


Untuk artikel selengkapnya klik http://www.KabariNews.com/?35118




attachment: tempoo.jpg


[ac-i] Sabtu 3 Juli - PANDAWA DADU Komunitas Wayang Suket Slamet Gundono Fortuga ITB

2010-07-01 Terurut Topik Kumoratih Kushardjanto
³PANDAWA DADU²
KOMUNITAS WAYANG SUKET dan FORTUGA ITB
SLAMET GUNDONO dalang
Sri Waluyo € Sutrisno € Kukuh Widi Asmoro € Edi Kurniawan € Joko Nugroho
musisi karawitan
Slamet Gundono € Hanindawan € Dorothea Quin € Fortuga pemain
Gelar produser
 
Sabtu 3 Juli 2010, Museum Nasional - 13.00 WIB
HTM ­ Rp. 10.000,- (sudah termasuk masuk Museum)

Dalang Slamet Gundono dengan Komunitas Wayang Suket-nya akan menggelar
PANDAWA DADU pada 3 Juli 2010 di Museum Nasional pada pukul 13.00 WIB.
Selama ini, Slamet Gundono dikenal sebagai dalang nyeleneh, dan selalu
kritis dalam menyampaikan karya-karya agar senantiasa dapat dinikmati dengan
segar dalam konteks kekinian.
 
Dalam pertunjukan ini, Slamet Gundono akan berkolaborasi dengan FORTUGA ITB,
yaitu forum alumni angkatan ¹73 ITB dimana dalam kesempatan ini pula sedang
merayakan hari jadinya yang ke-37 dengan menggelar rangkaian acara seni
budaya hingga amal yang dilaksanakan di Museum. Selain penampilan khusus
dari Komunitas Wayang Suket, pergelaran ini akan didukung pula oleh para
alumni ITB ¹73 dari berbagai latar belakang profesi dan diperkuat pula oleh
para aktor/penari/musisi yang juga akademisi jebolan ISI Surakarta.
 
Pandawa Dadu ; Kisah Pertaruhan Harga Diri
Pandawa Dadu adalah salah satu episode dalam naskah epik klasik Mahabharata,
yang berkisah tentang bagaimana negara dipertaruhkan oleh dua bersaudara
yang bermusuhan, Pandawa dan Kurawa, pada sebuah permainan dadu. Pandawa
yang dikenal sebagai tokoh putih, ternyata tak selalu suci. Keputusan
Yudistira untuk mempertaruhkan Drupadi, istrinya, tak dihalangi oleh
adik-adiknya, bahkan oleh para tetua seperti Bhisma, yang juga menghadiri
pertemuan itu. Saat Drupadi ditelanjagi oleh Dursasana, saat itulah hak
azasi manusia telah mati, ditandai oleh kesewenangan pada kaum yang lemah
dan tak berdaya. Dan tanpa kita sadari, perenggutan hak azasi manusia sudah
berlangsung sepanjang usia peradaban kita.
 
Naskah klasik Mahabharata yang diangkat sebagai rujukan cerita ini tetap
terasa relevan dengan konteks masa kini, karena sarat dengan nilai dan
pesan-pesan sosial. Cerita ini dilontarkan Slamet Gundono dan Fortuga kepada
publik sebagai refleksi negeri Indonesia yang kita cintai saat ini.
 
Konsep Garapan
Di dalam karya ini, dalang Slamet Gundono mengangkatnya dalam bentuk teater
tradisi rakyat yang bersifat sampakan, dimana berbagai unsur wayang, teater,
musik, tari diramu menjadi satu kesatuan, tanpa adanya jarak dengan penonton
karena penonton juga merupakan bagian dari pertunjukan tersebut. Musik
digarap dengan gaya khas pesisiran yang kental dengan spirit kerakyatan yang
egaliter, bebas, tak kaku, membuka ruang dialog dengan berbagai unsur.
Disinilah berpadu antara yang tradisi dan pop, rural dan urban, dan
seterusnya. Pandawa Dadu adalah komedi satir yang digarap dengan serius,
sarat dengan refleksi dan kritik sosial yang relevan dengan kondisi saat
ini. Sehingga sajian kolaborasi ini terasa kian segar disaksikan.
 
Sinopsis
Pada suatu hari, Pandawa bersaudara diundang oleh keseratus orang Kurawa
untuk bermain dadu di kerajaan Astina. Sengkuni, paman dari para Kurawa,
ternyata sudah mengatur permainan dadu tersebut agar Kurawa dapat bermain
dengan Yudistira, kakak tertua dari Pandawa bersaudara yang dikenal jujur,
putih dan suci hatinya.
 
Namun karena kecurangan Kurawa, di akhir permainan Yudhistira kehilangan
seluruh kekayaannya, diikuti dengan seluruh kerajaannya. Hingga akhirnya ia
mempertaruhkan Drupadi, istrinya, menjadi budak para Kurawa, dengan harapan
mendapatkan kerajaannya kembali. Toh, Pandawa tetap kalah. Drupadi
berulangkali mempertanyakan hak Yudhistira untuk mempertaruhkan dirinya saat
dia sendiri telah kehilangan kebebasannya. Kisah ini merupakan sebuah cermin
kehidupan kita di dunia modern dengan berbagai permasalahannya, yang
ternyata masih tak beranjak dari pertaruhan demi pertaruhan, dari
penelanjangan demi penelanjangan hak azasi manusia ­ sepanjang peradaban
kemanusiaan itu sendiri.
-- End of Forwarded Message

-- End of Forwarded Message

-- End of Forwarded Message



[ac-i] ARTPARTNERSHIP VISUAL ART ORGINEZER

2010-07-01 Terurut Topik adi
kepada
Yth para pelaku seni

perkenankan kami memperkenalkan diri sebagai ARTPARTNERSHIP yang merupakan 
salah satu event orginizer yang memfokuskan diri di bidang penyelenggaraan 
pameran seni rupa. kami telah lama berkecimpung dalam penyelenggaraan pameran 
baik kelompok ataupun tunggal. kami berharap dapat menjadi sahabat anda di 
dalam menikmati dan mengembangakan dunia seni rupa.

untuk itu apabila memerlukan bantuan kami dalam penyelenggaraan pameran dapat 
menghubungi kami melalui 
Phone : 02747424870
Hp: 081804276628 
email: greenboyzjo...@yahoo.com

kami siap mambantu anda.



Re: [ac-i] Say No to Museum of Marketing in Ubud...!

2010-07-01 Terurut Topik siti aisyah
Saya ikut mendukung penolakan museum ini.
Kalo mau mendirikan museum di kompleks museum puri lukisan...haruslah museum 
yang berbau seni atau budaya juga...
save our culture, now

salam
cici

--- On Mon, 6/28/10, Bodhiciva bodhi_c...@yahoo.com wrote:

From: Bodhiciva bodhi_c...@yahoo.com
Subject: Re: [ac-i] Say No to Museum of Marketing in Ubud...!
To: artculture-indonesia@yahoogroups.com
Received: Monday, June 28, 2010, 12:53 AM







 



  



  
  
  Saya ikut mendukung penolakkan terhadap pembangunan Museum of Maketing di 
Ubud. Menurut saya alasan penolakkan apapun oleh warga negara Indonesia 
haruslah berdasar dan masuk akal seperti ini, bukan hanya karena rasis anti 
USA, anti Yahudi, atau intoleransi seperti anti Kristen. 

JP

--- On Sun, 6/27/10, yoga parta yogapa...@yahoo. com wrote:


From: yoga parta yogapa...@yahoo. com
Subject: Re: [ac-i] Say No to Museum of Marketing in Ubud...!
To: artculture-indonesi a...@yahoogroups. com
Date: Sunday, June 27, 2010, 8:17 AM


  



saya setuju untuk menolak pembangunan museum tersebut, apa lagi di dalam areal 
museum puri lukisan, yang sangat bernilai sejarah bagi perkembangan seni 
rupa/lukis di Bali..

salam 
yoga





From: Warga Ubud warga.u...@gmail. com
To: artculture-indonesi a...@yahoogroups. com
Sent: Sun, June 27, 2010 11:52:08 AM
Subject: [ac-i] Say No to Museum of Marketing in Ubud...!

  

Salam,

Akhir-akhir ini muncul kabar bahwa di Ubud, Bali, akan didirikan sebuah museum 
baru bernama “Philip Kotler Museum of Marketing”. Lokasinya berada di kompleks 
Museum Puri Lukisan. Museum of Marketing ini akan memamerkan profil dari Philip 
Kotler, tokoh pemasaran dunia, dan juga memamerkan produk-produk dari berbagai 
perusahaan besar di dunia yang sebagian besar berasal dari Amerika Serikat, 
negara asal Philip Kotler. Museum of Marketing ini digagas oleh Irman Gusman 
(Ketua Dewan Perwakilan Daerah/DPD) dan Hermawan Kartajaya (konsultan pemasaran 
dari Jakarta).


Mengapa Museum of Marketing harus ditolak keberadaannya di Ubud?

1. Ubud bukanlah pusat bisnis seperti Jakarta, Surabaya, Singapura atau 
Hongkong misalnya. Ubud adalah destinasi wisata budaya dan spiritual yang khas 
Bali. Sementara itu, pemasaran terkait erat dengan bisnis. Keberadaan sebuah 
museum yang justru menyanjung nilai-nilai bisnis—apalagi
 memamerkan produk-produk dari luar negeri—akan merusak nilai-nilai Ubud yang 
telah dibangun dengan kerja keras oleh seluruh lapisan masyarakat Ubud 
khususnya serta masyarakat dan pemerintah Bali dan Indonesia pada umumnya 
selama beberapa generasi.

2. Penggunaan nama Philip Kotler sebagai nama museum ini merupakan sesuatu yang 
sangat aneh, karena Philip Kotler tidak jelas peranan dan kontribusinya kepada 
Ubud. Philip Kotler bahkan merupakan warganegara Amerika Serikat yang tidak 
pernah tinggal di Ubud, di Bali, atau bahkan di Indonesia. Berbeda dengan para 
seniman ekspatriat lainnya seperti Walter Spies, Rudolf Bonnet, Antonio Blanco, 
Arie Smit ; mereka semua merupakan ekspatriat yang tinggal cukup lama di Ubud 
dan berperan besar dalam pengembangan seni-budaya Bali.

3. Lokasi Museum of Marketing yang berada di dalam kompleks Museum Puri Lukisan 
menimbulkan tanda tanya besar. Sesuai namanya, “Puri Lukisan”, para pendiri 
museum ini
 tentu menginginkan bahwa Museum Puri Lukisan menjadi tempat untuk melestarikan 
karya seni tradisional dan modern Bali—terutama seni lukis; bukan produk-produk 
dari negara lain yang sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan seni-budaya 
Bali.


Dengan alasan-alasan tersebut di atas maka “Philip Kotler Museum of Marketing” 
harus ditolak keberadaannya di Ubud, apalagi berada di kompleks Museum Puri 
Lukisan. Keberadaan Museum of Marketing ini terkesan sangat dipaksakan dan 
jelas akan merusak salah satu situs yang sangat bersejarah dan memegang peranan 
penting dalam perkembangan seni-budaya di Bali dan Indonesia. Museum of 
Marketing ini juga jelas tidak memberikan manfaat sama sekali kepada masyarakat 
Ubud dan para seniman Bali.


Berita terkait bisa dibaca di:

http://www.antarane ws.com/berita/ 1275316650/ bali-bangun- museum-marketing 
-dunia
http://www.antarane ws.com/berita/ 1276916121/ tokoh-marketing- 
dunia-promosikan -indonesia- di-chicago




  


 





 



  







[ac-i] Undangan /Invitation PLATFORM3 – Project No 7 : AMBIVALENSI

2010-07-01 Terurut Topik Rifky Effendy
Undangan /Invitation

PLATFORM3 – Project No 7







AMBIVALENSI
Presentasi khusus oleh / Special Presentation by
Nadya Savitri

4 – 19 Juli 2010

Pembukaan Minggu / Opening in Sunday
4 Juli 2010. Jam / Time : 16.00
Di Platform3 , Jl. Cigadung Raya Barat No. 2 . Bandung. Indonesia
e-mail: mail.platfo...@gmail.com
URL: http://infoplatform3.wordpress.com/

Deskripsi
Karya- karya Nadya Savitri berangkat dari wacana poskolonial yang 
berhubungan dengan gagasan tentang “tubuh ideal”. Dalam konteks 
masyarakat Indonesia, gagasan tentang keidealan tubuh juga telah 
terkonstruksi oleh sejarah kolonial: Kita cenderung melihat kulit putih,
 hidung mancung dan proporsi tubuh yang tinggi dan langsing, misalnya, 
sebagai ‘acuan’ kecantikan. Nadya bermaksud mempertanyakan kembali 
konstruksi itu dengan menghadirkan objekobjek berbahan keramik porselen.
 Berbagai karakter visual yang ada pada karya-karya ini, termasuk 
kualitas permukaan, bentuk objek, karakter dekorasi dan warna glasir, 
dimaksudkan untuk memancing identifikasi kecantikan yang terkonstruksi 
oleh kolonialisasi dan globalisasi.

Pernyataan perupa:
Hasrat menginginkan satu hal dan menolak kebalikannya menjadi 
ketertarikan saya dalam pengerjaan proyek khusus di Platform3 ini. Dalam
 teori postkolonial ini dikenal dengan istilah ambivalensi untuk 
menggambarkan hubungan kompleks  antara penjajah dan yang terjajah. 
Istilah ini pertama kali dikembangkan dalam teori psikoanalis yang 
merujuk juga kepada ketertarikan dan penolakan simultan terhadap sebuah 
obyek, orang atau tindakan (Young 1995: 161).

Penggunaan keramik dengan dekorasi cobalt blue, dipilih karena adanya
 keintiman memori saya terhadap keramik Delft Blue yang identik sebagai 
souvenir dari negeri Belanda, keterpesonaan terhadap kualitas estetik 
dan Belanda sebagai penjajah. Padahal delf blue sendiri merupakan tiruan
 dari China.

Ambivalensi telah menjadi bagian dari kita. “Bagaimana mungkin si 
terjajah bisa menyangkal dirinya secara kejam….Bagaimana mungkin ia 
membenci penjajah, tetapi pada saat yang sama memuji mereka dengan penuh
 nafsu?” (Albert Memmi 1968, hlm. 45)

Dalam masyarakat konsumerisme, pemujaan, keterpesonaan terhadap 
orang-orang yang memiliki garis keturunan atau karakteristik fisik 
Barat: “ londo”, “bule” dan “indo” menjadi sebuah komoditas. Keramik 
dicetak dalam bentuk kemasan perawatan wajah dan tubuh juga merupakan 
keterpesonaan saya terhadap bagaimana produsen barang-barang ini 
mengadvokasi stereotype ideal mengenai tubuh dan kecantikan.

Tentang Perupa
NADYA SAVITRI lahir di Jakarta bulan Desember 1981. Lulus dari  
Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB tahun 1999. Ia menyelesaikan studi 
magisternya pada tahun 2006. Nadya melanjutkan studi di  Tokyo 
University of The Arts – Jepang , sebagai periset di bidang ceramic 
craft hingga 2007 dan mendapat gelar Master di bidang tersebut pada 
tahun 2009. Sejak tahun 2003, ia mengikuti berbagai pameran, antara lain
 “CP Biennale: Interpellation”, di Galeri Nasional, Jakarta (2003); “I 
Am Making Art Project: Recovery of The Submerged Knowledge”, di Rumah 
proses, Bandung (2004); “Perupa Keramik Muda”, di Galeri Nasional, 
Jakarta (2006); “Jakarta Biennale, Beyond: The Limits and Its 
Challenge”, Cipta Gallery, Jakarta; M1 Projects: Shinmatsudo Gyouten 
Geijutsu, Matsudo central park, Chiba prefecture – Jepang (2007);  “The 
Romance of Three Kingdom” China, Japan and South Korea (2008); “New 
Century Pottery Art Exhibition”, China; “The Third Annual Alien 
Exhibition: Foreign Artist Making ,Work in Japan”, Tokyo University of 
The Arts Union gallery, Tokyo; “Short Circuit: The Book and The Guts”, 
Asumu gallery, Tokyo;“Contemporary Archeology”, SIGIarts gallery, 
Jakarta; “Jakarta Contemporary Ceramic Biennale 1, North Art Space, 
Jakarta (2009); “The Mist; A reflection upon the development of 
Indonesian contemporary art”, Lawangwangi Art and Science estate, 
Bandung (2010).

(ENG)

About the Project
Works of Nadya Savitri departed from post-colonial discourse 
associated with the notion of “ideal body”. In the context of the 
Indonesian people, ideas about body ideals have also been constructed by
 colonial history: We tend to see white skin, long nose and the 
proportion of high and slender body, for example, as a ‘reference’ 
beauty. Nadya intend to question the construction that by presenting the
 objects made of ceramic porcelain. Various existing visual character of
 these works, including surface quality, shape objects, character and 
color glaze decoration, intended to lure the identification of beauty 
constructed by colonization and globalization.

Artist’s Statement
Desire wanted one thing and reject the reverse be my interest in a
 particular project at this Platform3. In postcolonial theory is known 
as the ambivalence to describe the complex relationship between the 
colonizers and the colonized. This term was first developed in the 
theory of psychoanalysis which refers also to the interests and 

[ac-i] The 24th UBE Biennale: International Open Sculpture Competition

2010-07-01 Terurut Topik mata jendela
OPPORTUNITIES: Halo, para pematung! Inilah saatmu! Ada kompetisi patung di 
Jepang, yakni The 24th UBE Biennale: International Open Sculpture 
Competition. Deadline aplikasi ditunggu hingga 30 September 2010. Hadiah utama 
(Grand Prize) sebesar ¥ 5,000,000 atau sekitar Rp500 juta. Selengkapnya, simak 
rubrik Opportunities di http://indonesiaartnews.or.id/