[ac-i] IVAA e-Bulletin August 2010: Grace Samboh IVAA-AAA Researcher 2010/ Presentasi Wulan Dirgantoro/Galeri Arsip 35th LIP
Email not displaying correctly? View it in your browserhttp://www.ivaa-online.org/home/newsletter/august2010 English Version http://www.ivaa-online.org/home/newsletter/august2010/en/ [image: IVAA] http://www.ivaa-online.org/home/about [image: Kawan IVAA] http://www.ivaa-online.org/home/kawan-ivaa/ [image: Kawan IVAA] -- [image: Kawan IVAA] Grace ke HK! Dia adalah peneliti terpilih dalam Program Pertukaran Peneliti IVAA-AAA. Grace Samboh akan bekerja dengan koleksi arsip Asia Art Archive pada Agustus hingga September 2010. Lulusan Program Master Universitas Gadjah Mada ini menerbitkan sari tesisnya tahun 2009 dengan judul Pemetaan Ruang Seni Kontemporer Bali. Grace merupakan salah satu kurator untuk pameran arsip IVAA tahun 2009, bekerjasama dengan Biennale Jogja X, di bawah tema 21 Tahun Retrospeksi Biennale Jogja (1988 - 2009). Dalam program penelitian ini, Grace Samboh mengajukan topik penelitian Pengarsipan Diri sebagai Praktek Sehari-hari para Perupa, sebagai turunan dari salah satu tema penelitian IVAA, yakni Pemetaan Industri Kreatif yang beririsan dengan Ranah Seni Rupa Indonesia. Klik Disini untuk info lebih lanjut [image: Supported by] [image: Supported by] Presentasi Penelitian Wulan Dirgantoro Wulan, kandidat PhD di School of Asian Language and Studies, University of Tasmania, Australia, akan mempresentasikan penelitiannya tentang seniman perempuan di Indonesia (Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Bali) Jum'at, 13 Agustus 2010 di Rumah Seni Cemeti, 16.00 WIB Klik Disini untuk info lebih lanjuthttp://www.ivaa-online.org/home/talkseries-strategi-alternatif-membaca-isu-gender-dalam-karya-seni-rupa/ -- [image: OA] http://www.ivaa-online.org/archive IVAA HIGHLIGHTS -- [image: Map] http://www.ivaa-online.org/home/jogjartmap [image: 35 Tahun LIP] [image: Polling IVAA] http://www.surveymonkey.com/s/V5FKZPB [image: Online Archive] http://oa.ivaa-online.org/oa/?lang=idrid=66 -- INDONESIAN VISUAL ART ARCHIVE Patehan Tengah 37 YOGYAKARTA 55133 INDONESIA Tel: +62 274 375 247 Fax: +62 274 372 095 e -- prog...@ivaa-online.org url -- http://ivaa-online.org http://groups.yahoo.com/group/ivaa-online/ -- INDONESIAN VISUAL ART ARCHIVE Patehan Tengah 37 YOGYAKARTA 55133 - INDONESIA ph. (+62)(274)(375247) fax.(+62)(274)(372095) url. http://ivaa-online.org url. http://ivaa-online.org - http://groups.yahoo.com/group/ivaa-online/
[ac-i] Kenangan Khmer Merah Komunis
Khmer Merah Penjagal Itu Berkisah KOMPAS.COM Rabu, 11 Agustus 2010 | 09:12 WIB AP PHOTO/ELIZABETH BECKER Bocah-bocah Kamboja berjalan beriringan di dekat pertanian kolektif pada masa pemerintahan Khmer Merah, Desember 1978. Anak-anak dipisahkan dari orangtua dan sanak keluarga oleh rezim Khmer Merah yang melarang adanya hubungan kekeluargaan. TERKAIT: * Duch, Kepala Penjara Khmer Merah, Divonis * Korban Khmer Merah Menanti Keadilan * Khieu Samphan Jalani Persidangan KOMPAS.com — Selama lebih dari tiga dekade, desa-desa di Kamboja menjadi tempat tinggal para pembunuh diam: para mantan komandan Khmer Merah yang membunuh ratusan, bahkan ribuan korban, lalu membuang jenazah-jenazah ke kuburan dangkal. Thet Sambath, pembuat film, melewatkan 10 tahun menyisir pedesaan mencoba untuk menemukan pembantai. Bersama pemimpin ideologi rezim itu, Nuon Chea, mereka mengungkapkan kebenaran mengenai salah satu dari babak tergelap abad ke-20. Kisah-kisah mereka diceritakan dalam film dokumenter Musuh Rakyat, yang masih diputar terbatas di AS. Namun, akan makin banyak bioskop yang menayangkannya. Setidaknya 1,7 juta orang atau seperempat dari jumlah penduduk tewas karena dieksekusi, penyakit, kelaparan, dan kerja paksa ketika Khmer Merah yang ultrakomunis mencoba mengubah negara itu menjadi sebuah firdaus pertanian yang luas tahun 1975-1979. Dalam film itu, Soun, seorang mantan komandan milisi, duduk di bawah sebatang pohon dan memandang lahan yang kini jadi hamparan sawah hijau. ”Saya kembali ke sini, tempat saya pernah membunuh,” katanya. Dia menunjuk beberapa tempat lokasi mayat-mayat menggembung bertumpukan. ”Saya merasakan sesuatu yang sangat buruk Jiwa dan tubuh saya berputar. Semua yang telah saya lakukan melintas cepat dan seolah nyata di pikiran.” Dia ingat bau darah di tangannya saat dia makan nasi suatu malam. Sebelumnya, dia memandang ke mata seorang penjahit cantik sembari memegang erat lutut, memohon untuk diselamatkan. Soun tergoda, lalu bertanya apakah penjahit cantik itu mau hidup dengannya selamanya. Perempuan itu cepat-cepat berjanji, tetapi ketika Soun mendengar atasannya berteriak, ”Apa yang kau tunggu? Cepat!” Dia pun langsung menikam tubuh perempuan itu dan Tak ada jalur perintah Soun membawa Thet yang berusia 42 tahun itu untuk menemui para pembunuh lain, yang harus diyakinkan perlahan agar mengaku. Mereka juga menemui pihak yang memerintahkan pembunuhan etnis minoritas dan orang-orang yang dicurigai menjadi pengkhianat atau mata-mata Vietnam. Saat mereka menelusuri hierarki komando, menjadi jelas bahwa kemungkinan tidak pernah ada sebuah ”perintah asli” dari lingkaran Khmer Merah untuk pembantaian di pedesaan. Yang terjadi adalah para pemimpin daerah dan pejabat-pejabat atasan mereka langsung menginterpretasikan apa yang mereka dengar pada tingkat politik abstrak. Khmer Merah menghadapi pertikaian di dalam sejak awal. Dua pemimpin utama, Pol Pot yang meninggal tahun 1998 dan Nuon Chea yang menanti sidang di mahkamah pengadilan perang, mendukung China. Namun, banyak pihak lain yang memilih berteman dengan Vietnam. Nuon Chea mengakui untuk pertama kali bahwa dia dan Pol Pot sama-sama memutuskan untuk membunuh semua anggota partai yang dianggap musuh-musuh rakyat. ”Mereka harus dihancurkan,” katanya untuk menyelamatkan partai. Namun, dia mengatakan tidak menyadari atau terlalu sibuk untuk peduli soal apa yang terjadi di desa-desa. Perjalanan itu merupakan perjalanan pribadi bagi Thet, seorang reporter senior dari surat kabar Phnom Penh Post. Ketika dia kanak-kanak, ayahnya ditikam sampai tewas setelah sebuah rapat yang diadakan kader Khmer Merah. Saat itu dia keberatan atas rencana penyitaan ternak, emas, dan properti pribadi demi partai. Ibunya dipaksa menikahi seorang anggota milisi Khmer Merah dan tak lama setelah itu hamil dan meninggal saat melahirkan. Adiknya juga tewas. Thet berpikir bahwa menemukan orang-orang yang ambil bagian dalam sebagian pembantaian itu akan membantunya untuk mengerti dan menjadi sembuh. Mereka yang membuka diri padanya sepertinya juga mendapat manfaat. ”Saya ingin mengungkapkan semua pembunuh yang saya kenal,” kata Soun. ”Ketika kita menemukan mereka dan mengakui semuanya, saya merasa lebih tenang.” Perlu bertahun-tahun bagi Thet mendapatkan kepercayaan Nuon. Mereka berdua membentuk sebuah ikatan kuat. (AP/DI) Editor: aegi| Sumber : Kompas Cetak Dibaca : 2806 Sent from Indosat BlackBerry powered by
Re: [ac-i] Ceramah Nelofer Pazira (Bintang Film Kandahar) di Salihara
salam salihara, saya ingin mendaftar untuk menonton ikut ceramah nelofer pazira. tks atasa perhatiannya. H.David Omar Arya-Medan. --- On Mon, 8/9/10, MGR indun...@yahoo.com wrote: From: MGR indun...@yahoo.com Subject: [ac-i] Ceramah Nelofer Pazira (Bintang Film Kandahar) di Salihara To: salih...@yahoogroups.com Date: Monday, August 9, 2010, 1:05 AM Pemutaran Film Ceramah Nelofer Pazira Kamis, 12 Agustus 2010 Hak Perempuan di Daerah Konflik Teater Salihara Terbuka untuk umum Pendaftaran selambatnya 11 Agustus 2010, melalui d...@salihara. org 16:00 – 18:00 Pemutaran film Act of Dishonour 18:00 – 19:00 Buka puasa dan makan malam 19:00 – 21:00 Ceramah Nelofer Pazira tentang Perempuan dan Kebebasan di Daerah Konflik, dilanjutkan tanya jawab dengan moderator Nia Dinata Nelofer Pazira seorang perempuan sutradara, jurnalis dan penulis dari Kanada keturunan Afghanistan. Ia dikenal melalui film Kandahar (2001)—dengan sutradara Mohsen Makhmalbaf—yang berasal dari kisah perjalanan Pazira tahun 1996 ke Afghanistan untuk mencari teman-teman masa kecilnya. Ketika itu negeri leluhurnya tersebut sedang dikuasai kelompok militer Taliban yang mengekang kebebasan khususnya kalangan perempuan. Act of Dishonour (2010) adalah film terbaru karya sutradara Nelofer Pazira. Film ini berkisah tentang Mena, seorang gadis cantik yang hidup di sebuah desa terpencil Afghanistan Utara. Di desa itu hidup pula tunangannya Rahmat. Penduduk desa mereka yang memegang teguh adat istiadat setempat didatangi serombongan kru film dari Kanada. Momen ini mengawali persinggungan Mena dan penduduk desanya dengan dunia luar. Perjumpaan ini membawa pula ketegangan dan sekaligus pembelajaran bagi kedua belah pihak, dan dalam arti luas bagi dua budaya: Timur dan Barat. Program ini didukung oleh Kedutaan Besar Kanada. http://salihara. org/event/ 2010/07/31/ hak-perempuan- di-daerah- konflik