[ac-i] rancangan festifal sastra jawa di kampung

2008-11-14 Terurut Topik bonarine kenang




Rancangan

FESTIVAL SASTRA JAWA 2009 

di Dusun Nglaran, Desa Cakul, Kecamatan Dongko

Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur*

 

I. DASAR PEMIKIRAN

 

[1] Sastra Jawa adalah warga Sastra Indonesia, adalah warga Sastra
Dunia, yang layak diberi ruang untuk hidup: tumbuh dan berkembang sesuai dengan
kodrat dan keinginan masyarakat pendukungnya.

 

[2] Jawa Timur memiliki Jaya Baya dan Panjebar
Semangat, keduanya terbit di Surabaya, adalah majalah berbahasa Jawa yang
memiliki sejarah yang panjang dan masih memiliki pembaca setia hingga saat ini.


 

[3] Jawa Timur memiliki tokoh-tokoh yang disegani di jagad
Sastra Jawa. Di Surabaya ada Dr. Suripan Sadihutomo [alm.], Suparto Brata,
Satim Kadaryono, Drs. Moechtar, Suharmono Kasiyun, Widodo Basuki, di
Tulungagung ada Tiwiek SA, di Bojonegoro ada: Djayus Pete, JFX Hoery, di
Banyuwangi ada Esmiet [alm.], di Mojokerto ada ST Iesmaniasita [alm.] sekadar
menyebut mereka yang pernah mendapatkan Hadiah Rancage. 

 

Di Trenggalek ada pula nama-nama yang dipandang cukup mewarnai
perkembangan dunia sastra Jawa modern, antara lain: Bonari Nabonenar (Dongko),
Widodo Basuki (Munjungan/Redaktur Jaya Baya), Slamet Sri Purnanto (Panggul),
Jarot Setiyono, Edy Santosa, Sita T Sita (Pogalan), dll.

 

[4] Media berbahasa Jawa yang ada di Jawa Timur, pun para
tokoh/sastrawannya, selama ini kurang mendapatkan perhatian di wilayahnya
sendiri [Jawa Timur], padahal mereka disegani di lingkup yang lebih luas, 
misalnya
seorang Suparto Brata pernah masuk buku Five Thousand Person in the World,
tiga kali mendapatkan Hadiah Rancage, dan mendapatkan penghargaan Sastra Asia
Tenggara dari Ratu Sirikit (SEA Write Award).

 

[5] Perlu media ekspresi alternatif, sekaligus untuk menghormati
mereka yang telah menunjukkan dedikasi dan prestasi di Sastra Jawa. Melalui
pembicaraan dengan beberapa kalangan/komunitas Sastra Jawa, diputuskanlah bahwa
media ekspresi alternative itu ialah Festival Sastra Jawa –yang selama ini
belum pernah diselenggarakan.

 

[6] Dapat diasumsikan bahwa sebagian besar masyarakat pendukung
sastra Jawa modern ada di daerah-daerah pinggiran, di desa-desa, dan oleh
karenanya perlu dikaji hubungan imbal-balik antara sastra Jawa (modern) dengan
masyarakat pedesaan, dan peran apa yang perlu dipertegas oleh para
pengarang/sastrawan Jawa dalam rangka berpartisipasi pada pembangunan
masyarakat pedeaan tersebut, terlebih di Era Global seperti sekarang ini.

 

[7] Di dalam rangka membangun Negara Kesatuan Republik
Indonesia, Festival Sastra Jawa bisa dijadikan agenda tahunan, sebagai upaya
untuk menuju forum ’’silaturahmi budaya’’ yang lebih besar (berskala nasional) 
yang
kelak bisa dinamakan Festival Sastra Etnik Nusantara.

 

 

II. NAMA KEGIATAN

 

- Festival Sastra Jawa 2009

 

III. TUJUAN

 

[1] Memberi ruang ekspresi alternatif
bagi sastrawan Jawa.

 

[2] Menggali informasi melalui ’’dokumen
kebudayaan’’ yang berupa karya-karya sastra [novel, cerpen, puisi] berbahasa
Jawa.

 

[3] Semakin mendekatkan Sastra Jawa
dengan masyarakat pendukungnya, terutama yang tinggal di pedesaan.

 

[4] Menyegarkan kembali kesadaran
pengarang/sastrawan Jawa akan peran dan tanggung jawab sosial mereka atas
masyarakat pendukung/pembaca.

 

[5] Ikut ambil bagian dalam upaya
memupuk generasi yang paham dan menghormati kebudayaan sendiri untuk membangun
kehidupan berbangsa dan bernegara bersama, bergaul secara damai, saling
memahami dan saling menghormati dengan komunitas dari budaya/etnis lain, dan
pada akhirnya menjadi generasi bangsa yang bisa dengan luwes bergaul dengan
bangsa-bangsa lain di dunia.

 

 

 

IV. TEMA

 

Desa dan Sastra Jawa

 

V. PENYELENGGARA

 

Penyelenggara kegiatan ini adalah Organisasi Pengarang Sastra
Jawa, Paguyuban Pengarang Sastra Jawa Surabaya [PPSJS], dan Sanggar Triwida.

 

 

VI. PELAKSANAAN

 

Waktu: 30 Juli 2007

Tempat: Dusun
Nglaran, Desa Cakul, Kec. Dongko, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.

Acara:
[1] Pentas Baca Crita Cekak (Cerpen), Guritan (Puisi), Drama (berbahasa Jawa).  
[2] Sarasehan/Seminar, [3] Pameran Buku, [4]
Pemutaran Film Dokumenter.[]

 

 

*) DESA CAKUL

adalah sebuah tempat yang jauh dari keramaian kota, 10 km dari
ibukota kecamatan (Dongko), 46 km dari ibukota kabupaten (Trenggalek). Seperti
halnya wilayah di bebukitan kapur jalur selatan Pulau Jawa, lokasinya cukup
indah dengan kekayaan bebatuan kapur, marmer, dan banyak lubang bawah tanah
(gua). Sayangnya, kalau kemarau memanjang, warga makin keras menjerit
kekurangan air. Dusun Nglaran tempat FSJ akan dilangsungkan dilintasi jalan
raya Trenggalek Pacitan, sehingga cukup mudah dijangkau dengan kendaraan umum
jenis colt atau bus. Tetapi, jika Anda menjangkaunya dari Trenggalek kota, 
begitu pukul 17.00
petang kendaraan umum itu sudah sulit dan bahkan tak bisa didapat. Dari
Surabaya atau Jogja ada layanan travel. Kelak nomor telepon perusahaan angkutan
itu akan diberikan jika diperlukan. (panitia)

 




  

[ac-i] baca puisi dan diskusi budaya di Ngawi, Jatim

2008-10-28 Terurut Topik bonarine kenang


Baca Puisi & Diskusi Budaya di Ngawi

 

Insya-Allah : Baca Puisi dan Diskusi Budaya. bersama:
Dharmadi (Purwokerto), Haryono Soekiran (Purbalingga), Beni Setia (Caruban),
Hardo Sayoko (Jakart-Ngawi), Koesprihyanto Namma (Ngawi). di: MAN Ngawi. Rabu,
29 Oktober 2008. Pukul: 19.00 (dimulai). Ngaturi rawuh, sukur bage kersa
menyebarkan undangan ini. Suwun

 sperti yang di-sms-kan Sdr. Kus kepada saya

bonari

 

















  

Re: [ac-i] Re: KISAH-KISAH PARA "PENYAIR TANPA NAMA" YANG BERBAHAGIA DI Pesta Penyair Nusantara

2008-07-17 Terurut Topik bonarine kenang
[1] Bung Viddy, di Surabaya, 31 Juni (?) saat menunggu dapat taliasih gubernur, 
mengungkapkan kegeramannya bahwa Kediri menghabiskan sekian banyak duit untuk 
sepakbola, dan sebegitu sedikit untuk puisi. Dalam konteks ini, saya sangat 
setuju, dan bahkan dengan kegeraman yang boleh jadi hampir sama. Kemarahan 
mungkin tidak baik bagi kesehatan. Tetapi saya merasa kegeraman macam ini perlu 
kita kelola dengan baik, dengan cara kita tentunya. 

[2] ini pamer: dengan semangat yang berkobar dari kegeraman sejenis itu, saat 
ini saya sedang mengantarkan belasan buku karya para perempuan pekerja rumah 
tangga asal indonesia yang kini ada di hk (sebagian telah kembali ke pangkuan 
ibu pertiwi) untuk diterbitkan, tanpa sepeser pun bantuan dari pemerintah (yang 
telah ikut menikmati hasil cucuran keringat, airmata, dan darah mereka. 

[3] soal penulis dan media (baca: redaktur, khususon redaktur seni-budaya), 
saya punya pengalaman --mungkin menarik-- satu-satunya cerpen saya yang muncul 
di Surabaya Post (lama) era 80-an muncul ketika saya tak kenal seorang pun 
wartawannya, apalagi redakturnya. Juga beberapa puisi "anak-anak" saya yang 
muncul di Majalah Taman Siswa di awal 80-an. Sekarang, saya sangat dekat dengan 
Redaktur Seni Budaya JAwa Pos, Arief Santosa, tetapi ia dengan enteng akan 
bilang, misal, "Cerpenmu sing mbokkirimke wingi elek!" dan kemudian menyilakan 
saya untuk mengirim ke media lain atau merebusnya kembali jika mau. Layang 
setrum (surat elektronik) ini juga saya tulis sambil merasa bahwa: sebuah 
catatan saya atas Penghargaan Seniman JAtim edisi terkini yang digelar dini 
(karena sekaligus dijadikan ajang pamitan Pak Gubernur yang sebentar lagi habis 
masa jabatan ke-2-nya) tertolak oleh JP. Padahal Shoim Anwar sudah nagih, "Kowe 
kok kali ini ora nulis tentang penghargaan
 seniman jatim?'' 

Tetapi, juga, bersama kawan-kawan RSP di awal 90-an, saya juga pernah mengalami 
masa-masa putus asa menghadapipara penjaga gawang sastra media-media, terutama, 
terbitan JAkarta, tentu dengan kecurigaan-kecurigaan yang bisa jadi lebih 
banyak tidak masuk akal (maka, biar sedikit, ada pula kan, yang msuk?). 
Kecurigaan, yang menjadi sejenis kegeraman, atau bahkan kemarahan (?) yang 
membuat seorang Bagus Putu Parto, misalnya, bangkit membangun komunitas seni: 
sastra dan teater, di Blitar, dan membuat beberapa teman yang lain sukses 
menjebol gawang Jakarta, dan boleh jadi pada gilirannya masuk ke dalam barisan 
yang dicurigai.

Begitulah, tadi saya susahmau memulai, dan tampaknya demikian pula halnya, 
susah juga mengakhiri. Kecuali dengan: ya uwis!

bonari

--- On Tue, 7/15/08, Ikranagara <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
From: Ikranagara <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: [ac-i] Re: KISAH-KISAH PARA "PENYAIR TANPA NAMA" YANG BERBAHAGIA DI 
Pesta Penyair Nusantara
To: [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], artculture-indonesia@yahoogroups.com, 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED],
 [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], 
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED]
Date: Tuesday, July 15, 2008, 6:52 PM











Berdasarkan perkawanan dan perkenalan? 
 
Enggak usah mengeluhlah! Apalagi keluhan yang tidak punyadasar seperti ini!
 
Yang bener aza dong! Kan banyak nama penyair yang belum dikenal dan bukan kawan 
redaktur Horison yang karya-karyanya dimuat di lembaran sastra Horison. Malah 
Horison menyediakan ruang untuk penyair anak dan remaja di sisipan Kakilangit. 
 
Demikian juga yang di Kompas, Republika dan Koran Tempo, atau lembaran budaya 
lainnya yang bertebaran di seantero negeri kita ini.
 
Marilah pusatkan enerji kita untuk berkarya (seperti yang dilakukan para 
peserta temu sastrawan di Kediri itu misalnya! Jadi, tak usahlah berkelu