...aku pingin littt
tapi kok di bondowoso?
bisa minta alamat lengkapnya kaahhh???
terima kasiiihh
ria
www.papermoon-puppet.blogspot.com
--- On Wed, 11/26/08, anuv chaviddy [EMAIL PROTECTED] wrote:
From: anuv chaviddy [EMAIL PROTECTED]
Subject: [ac-i] Boneka kathok/celana
To: [EMAIL PROTECTED], artculture-indonesia@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED]
Date: Wednesday, November 26, 2008, 8:37 AM
Radar Jember
[ Rabu, 26 November 2008 ]
Boneka Kathok; Kesenian Asli Bondowoso yang Punah Tergerus Zaman
Tampil Pamungkas di Surabaya Tanda Perpisahan
Kesenian ini disebut-sebut asli made in Bondowoso.
Sempat diberangus Jepang kala itu, namun akhirnya mencapai popularitas
dan sering dapat order pentas pada akhir tahun 90-an. Namanya seni Boneka
Kathok.
EKO SAPUTRO, Bondowoso
-
NASIBNYA mungkin seperti ludruk. Dulu,
setiap ada pertunjukkan ludruk, masyarakat berbondong-bondong menonton.
Sekarang, sudah jarang ditemui orang yang nanggap ludruk bila punya hajatan.
Ludruk pun seolah lenyap begitu saja.
Nasib kesenian Boneka Kathok yang asli Bondowoso ini juga seperti itu. Kini,
jangankan orang nanggap
pertunjukan Boneka Kathok, apa itu Boneka Kathok saja mungkin tidak
banyak yang tahu. Akibatnya, onggokan boneka-boneka yang mirip wayang
golek itu hanya tersimpan rapi di kotak.
Seni tradisi Boneka
Kathok lahir setelah masa penjajahan Jepang berakhir. Dan, kelahirannya
tidak bisa dilepaskan dari sosok Ramidin. Saat itu, salah satu pelopor
lahirnya Boneka Kathok memang Ramidin, kini berusia 72 tahun. Meski
tentara Jepang melarang keras kesenian tersebut, Namun, Ramidin Cs
tetap saja menghibur warga Bondowoso dan sekitarnya dengan kesenian itu.
Ditemui
di rumahnya yang sederhana di Gang Malabar Jl Diponegoro, Kota Kulon,
Bondowoso, Ramidin bersama istrinya, Rukiah, 67, serta anak-anaknya
masih bersemangat mengenang kesenian ini. Ramidin tampak semringah. Ia
pun pamit untuk berganti baju. Lalu, ia mengeluarkan sekotak peti kayu
berisi puluhan Boneka Kathok. Boneka-boneka Kathok ini masih utuh.
Kami membuatnya puluhan tahun lalu, katanya.
Mengapa diberi nama kathok yang artinya celana? Ramidin mengaku tidak tahu
persis. Mungkin, nama kathok itu muncul begitu saja karena sebagian bahan
boneka ini terbuat dari kain.
Ramidin
bercerita, pelopor kesenian Boneka Kathok sebenarnya adalah Arji, warga
Desa Poncogati, Kecamatan Curahdami. Dan, dia sendiri tangan kanan dari
Arji. Juga ada puluhan anggota lainnya. Tetapi, Pak Arji sudah lama
meninggal dunia. Tinggal saya dan beberapa anggota yang meneruskan seni
Boneka Kathok ini, ujarnya.
Dia pun bercerita, pada saat
pendudukan tentara Jepang, segala bentuk kesenian seperti ludruk
diberangus. Namun, setelah Jepang angkat kaki, Ramidin Cs membuat
kesenian Boneka Kathok. Itu kami buat sekitar tahun 1947 atau 1948,
ujarnya sambil menerangkan bahwa tentara Jepang pernah
mengejar-ngejarnya karena seni Boneka Kathok yang dipopulerkannya pada
masyarakat Bondowoso.
Seiring dengan berjalannya sang waktu
pasca kemerdekaan bangsa Indonesia, seni Boneka Kathok mendapat tempat
di hati warga Bondowoso juga warga Jember dan Probolinggo. Pada tahun
1950-an, banyak sekali undangan tanggapan Boneka Kathok ini.
Saat itu, kami dibayar sebesar Rp 10 (sepuluh rupiah, Red). Dan uang
itu kami bagi-bagi ke para anggota, katanya.
Dan dari tahun ke
tahun, seni Boneka Kathok ini terus memperoleh kejayaannya. Kami bisa
makan dari hasil tanggapan Boneka Kathok ini, katanya sambil
menyatakan biaya tanggapan semakin lama semakin besar seiring naiknya
kurs rupiah.
Puncaknya terjadi pada 1990-an. Kalau ada
acara pengantin atau sunatan, kelompok seninya sering diundang
menghibur para undangan. Sampai kami pernah menolak-nolak. Karena,
jadwal yang padat, katanya.
Kini, seiring kemajuan teknologi,
seni Boneka Kathok mulai ditinggal masyarakat. Bahkan, bisa dikatakan
hampir punah atau punah sama sekali. Terakhir, Boneka Kathok ini
tampil di Balai Pemuda Surabaya pada 2006. Saat itu, kesenian yang
ditampilkan adalah seni tradisi yang hampir punah, katanya.
Tentang
isi cerita Boneka Kathok ini, Ramidin menceritakan tentang cerita
rakyat. Namun dibumbui humor. Kebanyakan, yang menyukai cerita ini
adalah anak-anak, katanya. (*)
Belanja RSUD Tak Dilaporkan
Hasil Kunker Sulit Diterapkan
Sekolah Tempuh Jalur Hukum
Teken