Pentas Teater Tiyang Alit (UK
Teater ITS)



"Anak Haram"



Di Plasa Dr. Angka

Kampus ITS SUkolilo, Surabaya

Jumat 5 Februari 2010

Pk. 19.00

Gratis

Teater tiyang alit

jika dunia adalah cinta, maka kita adalah satu aku cinta kamu.

teater tiyang alit adalah sekumpulan anak muda
yang masih saja ingin disebut Manusia. mereka ingin merasakan kehidupan yang
lebih hidup, ditengah badai penyeragaman yang marak digencarkan. sepercik
konflik batin pribadi dalam rutinitas sehari-hari yang semakin mengaburkan
perasaan mereka sebagai “manusia”. kebosanan dalam hidup yang statis,
menstimulus pemberontakan dalam diri untuk ingin lebih menikmati hidup yang
lebih indah. baik itu dari hati, maupun sikap & tutur kata yang didasari
rasa cinta, antara manusia satu dengan yang lainnya. 

tiyang alit diambil dari bahasa kromo inggil jawa. yang berarti orang kecil, 
orang miskin, orang yang tertindas. dari
nama tersiratlah makna dan esensi kenapa teater ini ada?, untuk apa?, dari
apa?, dan kepada siapa?, mereka selalu ingin berkarya. buah kesadaran insan
teater tiyang alit tak bisa lepas dari dirinya sebagai mahluk sosial, ditengah
maraknya perkembangan teater modern kontemporer indonesia, yang kini makin
mengedepankan ego populis teater itu sendiri.

semoga insan teater tiyang alit, nantinya menjadi aktor. aktor yang saat ini
sangat sulit didapatkan. aktor yang bukan sebarang pentas karena tuntutan
naskah dan sutradara. melainkan aktor yang lebih menjiwai realitas sosial di
lingkungan sekitarnya, baik itu dalam skala lokal maupun global, baik itu
kampus, kampung, kota,
sampai negara sekalipun. apapun skalanya cintanya tetap saja untuk orang-orang
kecil yang tertindas(*bila dinegara yang tertindas adalah rakyat, maka di
kampus yang sering ditindas adalah mahasiswa).

bukan aktor seperti dalam serial drama sinetron, selesai main dapat gaji.
bahkan sebaliknya, aktor yang harus bekerja keras dengan sekuat tenaga dengan
tanpa dana sepersen pun, tidak lupa juga selalu mengedepankan kualitas
pementasan yang maksimal. walaupun akhirnya berakhir dengan kata “tiyang 
alit,capek dehh!”

berbuah keringat mereka, selalu ingin mencari jati diri hingga akhir
hayatnya. mereka aktor sesungguhnya dalam kehidupan mereka. tak perlu sutradara
yang mengajarkan, karena sutradara bukanlah bos dalam pemutusan aktor harus
seperti apa. kemerdekaan menentukan peran dan
pemaknaan subjektif terhadap peran yang akan di mainkan. itulah yang utama.
pematangan penjiwaan oleh mereka sendiri, baik itu mulai dari menulis naskah
sendiri, sampai apa yang ingin mereka perankan. singkatnya mereka berperan
karena nuraninya merasa, ada yang perlu diungkapkan, dari hitam pekatnya
rahasia dari segala ruang hidup sehari-hari. baik itu yang teratur, maupun
awut-awutan.

cinta itu indah, karena dia tidak
memaksa. dia begitu fleksibel. karena cinta membebaskan. maka bebaslah,
kalahkan egomu, jadilah manusia
sesungguhnya…

~ oleh teater tiyang alit di/pada 28 Agustus 2009.

http://teatertiyangalit.wordpress.com/2009/08/28/prolog/#more-82

Pada dasarnya Blog teater tiyang alit ini diciptakan tidak lain adalah
sebagai usaha untuk mengenalkan Teater Tiyang Alit, kepada mereka yang ingin
mengenalnya lebih dalam. Baik itu dari manusia-manusianya, segala aktifitas
ke-teater-annya, sampai detail-detail kehidupannya.

“JAS MERAH saudara-saudara, ingat itu selalu, Jangan
Sekali-kali Melupakan Sejarah”, bung Karno berpidato berdiri di podium
di depan ribuan rakyatnya dengan  semangat revolusi yang berapi-api.

Tiap para tiyang alit’ers adalah kupu-kupu
zaman, berharap menggores tinta kesenian keindahan ke-teater-an di zamannya.
Mengharap kebudayaan teater tetap tumbuh subur di zamannya. Hingga bahkan kelak
akhir zaman sekalipun berharap para penerusnya tetap menjaga tongkat estafet 
perjuangan
itu turun temurun. 

“Adalah mereka kaum muda yang harus selalu memimpin
menjadi garda terdepan dalam perubahan” , Soe Hok Gie.

Setiap zaman beralih, haruslah yang muda adalah yang
memimpin.  Seorang
pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mengenal dirinya dan yang di pimpinnya
dengan baik. Untuk mengenal dirinya dan yang dipimpinnya tentu saja membutuhkan
sejarah, baik sejarah diri pemimpin maupun yang dipimpin. Jelaslah seorang
teater adalah mereka yang mengenal dengan baik dirinya. Baik itu sejarah diri,
lingkungan , kampung tempat ia tinggal bahkan bangsanya dan negaranya. Bolehlah
disebut juga seorang teater adalah seorang sejarahwan tulen.

Akhir kata, semoga di bumi Teater Tiyang Alit ini, tidaklah terlahir 
“angkatan-angkatan gagap” seperti yang tertulis dalam
sajaknya Rendra. Semua matang, semua siap, semua
berlari, semua kepakkan sayap. Walau nanti akhirnya tulang menjadi debu
dan menghilang tertiup angin. Kelak arah sejarah itu tidaklah hilang, menjadi
pegangan dalam menyongsong perubahan yang akan datang. Selangkah demi selangkah
namun pasti untuk berkata TIDAK, bagi sebuah pertanyaan “Lantas, apakah sejarah 
itu dibuang saja ke tempat sampah?”

 

 

 




      

Kirim email ke