Mohon maaf, saya masih bingung nih, lalu bagaimana dengan Legalitas dari
Majelis ULAMA tersebut?? & bank tersebut Bank Syariah, Kalo memang betul-betul
termasuk riba bagaimana nasib Ummat islam di indonesia ini jika Ulama saja
sudah melegalkan Riba.
lalu bagaimana jika kita sudah terikat perjanjian kontrak atau sudah sepakat?
karena jujur saya sudah ikut & sudah berjalan 1 tahun. Pada saat itu memang
saya belum tahu sedalam ini, tapi sempat kami (saya& istri saya) tanyakan
langsung kepada pihak bank tentang dana talangan ini (mereka menyebut fee
ujrah), apakah ini riba? mereka jawab tidak & ini sudah sesuai dengan hukum
syariah & sudah ada legalitasnya.
Apakah fee ujrah itu sama dengan riba? bagaimana kalo ditinjau dari sisi hukum
muamalatnya?
wasalam
From: indra
To: assunnah@yahoogroups.com
Sent: Friday, November 18, 2011 10:42 AM
Subject: Re: [assunnah] >>Dana talangan haji<<
Assalamualaiykum...
Sedikit tanggapan, maaf jika tidak berkenan..
Pada artikel tersebut telah dijelaskan sebab-sebabnya mengapa transaksi
talangan haji termasuk riba... Apabila MUI menghalalkan, maka kita harus tahu
dasar-dasar penghalalannya.
Setelah memahami dalil-dalil dari sisi yang mengharamkan dan yang menghalalkan,
biarkan iman (bukan hawa nafsu) kita yang menentukan apakah transaksi tersebut
halal atau haram, apakah akan melanjutkan transaksi tersebut atau menghentikan.
Bagaimana kami yang keuangannya terbatas tapi ingin berhaji ?
Seorang muslim yang imannya baik pasti ingin(niat) berhaji, semoga Allah
memberikan pahala atas keinginan tersebut, dan semoga Allah memudahkan dalam
merealisasikannya.
Apabila sampai saat ini belum terrealisasi karena ketidakmampuan kita maka
Allah tidak mewajibkan haji pada diri kita.. Adapun memaksakan diri dengan
menempuh jalan yang menurut kita masih syubhat (halal atau haram) sebaiknya
dipikirkan kembali.
Mungkin dengan jalan tersebut (talangan haji), keinginan kita untuk berangkat
haji bisa terpuaskan...tetapi Ridho Allah lebih penting dari pada kepuasan
hati..
Bisakah kita dapatka ridho Allah, jika pada saat kita mejalankan
perintah-Nya(ibadah haji) dilakukan dengan jalan menerjang larangan-Nya
(meninggalkan riba)..
Jangan sampai niat yang baik ditempuh dengan jalan yang kurang baik.
Wallahu a’lam.
Wassalamu'alaiykum,
ARTI KEMAMPUAN MELAKSANAKAN HAJI
Oleh
Al-Lajnah Ad-Daiman Lil Ifta
http://almanhaj.or.id/content/472/slash/0
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Apakah yang dimaksudkan kemampuan
melaksanakan haji ? Apakah pahala haji yang terbesar ketika pergi ke Mekkah
ataukah setelah kembali darinya ? Dan apakah pahala haji di sisi Allah lebih
besar jika dia kembali dari Mekkah menuju tanah airnya ?
Jawaban
Arti kemampuan dalam haji adalah sehat badan, ada kendaraan sampai ke Masjidil
Haram, baik dengan kapal terbang, mobil, binatang atau ongkos membayar
kendaraan sesuai keadaan. Juga memiliki bekal yang cukup selama perjalanan
sejak pergi sampai pulang. Dan perbekalan itu harus merupakan kelebihan dari
nafkah orang-orang yang menjadi tanggungannya sampai dia kembali dari haji. Dan
jika yang haji atau umrah seorang perempuan maka harus bersama suami atau
mahramnya selama dalam bepergian untuk haji dan umrah.
Adapun pahala haji maka tergantung kadar keikhlasan orang karena Allah,
ketekunan melaksanakan manasik, menjauhi hal-hal yang menafikan kesempurnaan
haji, dalam mencurahkan harta dan tenaga, baik dia kembali, mukim, atau
meninggal sebelum merampungkan haji ataupun setelahnya. Allah adalah yang
mengetahui kondisi seseorang dan akan memberikan balasannya.
Sedang kewajiban setiap mukallaf adalah beramal dengan tekun dan memperhatikan
amalnya dalam kesesuaiannya dengan syari'at Islam lahir dan batin seakan dia
melihat Allah. Sebab meskipun dia tidak dapat melihat-Nya tapi Allah selalu
melihat dia dan memperhatikan setiap gerak hati dan langkah fisiknya. Maka
janganlah seseorang mencari-cari apa yang menjadi hak Allah. Sebab Allah Maha
Penyayang kepada hamba-hamba-Nya, melipatgandakan pahala kebaikan, mengampuni
keburukan dan tidak akan menzhalimi siapa pun. Maka hendaklah setiap orang
memperhatikan dirinya dan membiarkan apa yang menjadi hak Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Bijaksana, Maha Adil, Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.
Dan dalam pertanyaan yag sama, Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin
menjawab sebagai berikut.
Tentang kemampuan dalam haji dijelaskan dalam hadits, yaitu bila seorang
mendapatkan bekal dan kendaraan. Barangkali yang lebih umum dari itu adalah,
bahwa orang yang mampu sampai ke Mekkah dengan cara apapun maka dia wajib haji
dan umrah. Jika dia mampu dengan berjalan dan membawa bekalnya atau mendapatkan
orang yang membawakan bekalnya maka dia wajib haji. Dan jika seseorang
mempunyai ongkos transportasi modern seperti kapal laut, kapal udara dan mobil,
maka dia wajib haji. Dan jika dia mendapatkan bekal dan kendaraan, tapi tidak
mendapatkan orang yan