http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/3439-doa-di-sepertiga-malam-terakhir.html
Doa Di Sepertiga Malam Terakhir
Di antara doa yang mustajab (mudah diijabahi atau dikabulkan) adalah doa di
sepertiga malam terakhir. Namun kita sering melalaikan hal ini
karena waktu malam kita biasa diisi dengan tidur lelap. Cobalah kita
bertekad kuat untuk mendapatkan waktu tersebut. Malamnya kita isi dengan shalat
tahajjud dan memperbanyak do’a pada Allah atas setiap hajat
kita.
Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ فِى
اللَّيْلِ لَسَاعَةً لاَ يُوَافِقُهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ
خَيْرًا مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ
“Di malam hari terdapat suatu waktu yang tidaklah seorang muslim
memanjatkan do’a pada Allah berkaitan dengan dunia dan akhiratnya
bertepatan dengan waktu tersebut melainkan Allah akan memberikan apa
yang ia minta. Hal ini berlaku setiap malamnya.” (HR. Muslim no. 757)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَتَنَزَّلُ
رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ
يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى
فَأَسْتَجِيبَ لَهُ ، مَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ ، وَمَنْ
يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ
“Rabb kita tabaroka wa ta’ala turun setiap malam ke langit dunia
hingga tersisa sepertiga malam terakhir, lalu Dia berkata: ‘Siapa yang
berdoa pada-Ku, aku akan memperkenankan doanya. Siapa yang meminta
pada-Ku, pasti akan Kuberi. Dan siapa yang meminta ampun pada-Ku, pasti
akan Kuampuni’.” (HR. Bukhari no. 6321 dan Muslim no. 758).
Muhammad bin Isma’il Al Bukhari membawakan hadits ini dalam Bab ‘Doa pada
separuh malam’. Imam Nawawi menyebutkan judul dalam Shahih Muslim Bab ‘Dorongan
untuk berdoa dan berdzikir di akhir malam dan terijabahnya doa saat itu’.
Ibnu Hajar menjelaskan, “Bab yang dibawakan oleh Al Bukhari
menerangkan mengenai keutamaan berdoa pada waktu tersebut hingga terbit
fajar Shubuh dibanding waktu lainnya.” (Fathul Bari, 11/129)
Ibnu Baththol berkata, “Waktu tersebut adalah waktu yang mulia dan terdapat
dorongan beramal di waktu tersebut. Allah Ta’ala mengkhususkan waktu itu dengan
nuzul-Nya (turunnya Allah). Allah pun
memberikan keistimewaan pada waktu tersebut dengan diijabahinya doa dan
diberi setiap yang diminta.” (Syarh Al Bukhari, 19/118)
Ada suatu pelajaran menarik dari Imam Al Bukhari. Beliau membawakan
Bab dengan judul “Doa pada separuh malam”. Padahal hadits yang beliau
bawakan setelah itu berkenaan dengan doa ketika sepertiga malam
terakhir. Mengapa bisa demikian?
Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan bahwa Al Bukhari mengambil judul Bab
tersebut dari firman Allah,
قُمِ اللَّيْلَ إِلاَّ قَلِيلاً نِصْفَهُ أَوِ انقُصْ مِنْهُ قَلِيلاً
“Bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya),
seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit.” (QS. Al Muzzamil: 2-3).
Judul bab tersebut diambil oleh Al Bukhari dari ayat Al Qur’an di atas. Dalam
hadits sendiri menunjukkan bahwa waktu
terijabahnya doa adalah pada sepertiga malam terakhir. Ini menunjukkan
bahwa hendaknya seorang muslim benar-benar memperhatikan waktu tersebut
dengan ia bersiap-siap sebelum masuk sepertiga malam terakhir yang awal.
Hendaklah setiap hamba bersiap diri dengan kembali pada Allah kala itu
agar mendapatkan sebab ijabahnya doa. Setiap muslim hendaklah
memperhatikan waktunya di malam dan siang hari dengan doa dan ibadah
kepada Allah Ta’ala. (Syarh Al Bukhari, 19/119)
Catatan:
Waktu malam dihitung dari tenggelamnya matahari (waktu Maghrib)
hingga terbit fajar Shubuh. Jika waktu Maghrib kira-kira pukul 18.00 dan waktu
Shubuh pukul 04.00, berarti waktu malam ada sekitar 10 jam.
Pertengahan malam berarti jam 11 malam. Sedangkan sepertiga malam
terakhir dimulai kira-kira jam 1 dinihari.
Moga Allah mudahkan waktu kita di malam hari diisi dengan shalat
tahajjud ikhlas karena-Nya dan semoga Allah memperkenankan setiap
doa-doa kita.
Wallahu waliyyut taufiq.
Referensi:
Fathul Bari Syarh Shahih Al Bukhari, Ibnu Hajar Al ‘Asqolani, terbitan Darul
Ma’rifah, Beirut, 1379.
Shahih Al Bukhari, Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah Al Bukhari,
Mawqi’ Wizaroh Al Awqof Al Mishriyyah.
Shahih Muslim, Muslim bin Al Hajjaj Abul Husain Al
Qusyairi An Naisaburi, Tahqiq: Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi, terbitan Dar
Ihya’ At Turots Al ‘Arobi.
Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, Asy Syamilah.
Panggang-Gunung Kidul, 20 Jumadats Tsaniyyah 1432 H (23/05/2011)
www.rumaysho.com