[assunnah] Hubungan As-Sunnah dengan Al-Qur'an

2012-02-15 Terurut Topik Abu Abdillah

HUBUNGAN AS-SUNNAH DENGAN AL-QUR-AN
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
http://almanhaj.or.id/content/1857/slash/0

Ditinjau dari hukum yang ada maka hubungan As-Sunnah dengan Al-Qur-an, sebagai 
berikut:

1. As-Sunnah berfungsi sebagai penguat hukum yang sudah ada di dalam Al-Qur-an. 
Dengan demikian hukum tersebut mempunyai dua sumber dan terdapat pula dua 
dalil. Yaitu dalil-dalil yang tersebut di dalam Al-Qur-an dan dalil penguat 
yang datang dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Berdasarkan 
hukum-hukum tersebut banyak kita dapati perintah dan larangan. Ada perintah 
mentauhidkan Allah, berbuat baik kepada kedua orang tua, mendirikan shalat, 
membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, ibadah haji ke Baitullah, dan 
disamping itu dilarang menyekutukan Allah, menyakiti kedua orang tua, serta 
banyak lagi yang lainnya.

2. Terkadang As-Sunnah itu berfungsi sebagai penafsir atau pemerinci hal-hal 
yang disebut secara mujmal dalam Al-Qur-an, atau memberikan taqyid, atau 
memberikan takhshish dan ayat-ayat Al-Qur-an yang muthlaq dan 'aam (umum). 
Karena tafsir, taqyid dan takhshish yang datang dari As-Sunnah itu memberi 
penjelasan kepada makna yang dimaksud di dalam Al-Qur-an.

Dalam hal ini Allah telah memberi wewenang kepada Rasulullah Shallallahu 
'alaihi wa sallam untuk memberikan penjelasan terhadap nash-nash Al-Qur-an 
dengan firman-Nya : 

بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ ۗ وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ 
لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

Keterangan-keterangan (mukjizat) dan Kitab-Kitab. Dan Kami turunkan kepadamu 
Al-Qur-an, agar kamu menerangkan kepada ummat manusia apa yang telah diturunkan 
kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” [An-Nahl: 44]

Di antara contoh As-Sunnah mentakhshish Al-Qur-an adalah: 

يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ ۖ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنثَيَيْنِ

“Allah berwasiat kepada kamu tentang anak-anak kamu, bagi laki-laki bagiannya 
sama dengan dua orang perempuan...” [An-Nisaa’: 11]

Ayat ini ditakhshish oleh As-Sunnah sebagai berikut:
• Para Nabi tidak boleh mewariskan apa-apa untuk anak-anaknya dan apa yang 
mereka tinggalkan adalah sebagai shadaqah,
• Tidak boleh orang tua kafir mewariskan kepada anak yang muslim atau 
sebaliknya, dan
• Pembunuh tidak mewariskan apa-apa.[1] 

As-Sunnah mentaqyid kemutlakan al-Qur-an:

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا

“Pencuri laki-laki dan perempuan, hendaklah dipotong kedua tangannya...” 
[Al-Maa-idah: 38]

Ayat ini tidak menjelaskan sampai di manakah batas tangan yang akan dipotong. 
Maka dari as-Sunnahlah didapat penjelasannya, yakni sampai pergelangan tangan. 
[2] 

As-Sunnah sebagai bayan dari mujmal Al-Qur-an:
• Menjelaskan tentang cara shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 

صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلِّي.
“Shalatlah sebagaimana kalian melihatku shalat.” [3]

• Menjelaskan tentang cara ibadah haji Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, bersabda:

لِتَأْخُذُوْا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ.
“Ambillah dariku tentang tata cara manasik haji kamu sekalian.” [4]

Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang perlu penjelasan dari As-Sunnah karena 
masih mujmal.

3. Terkadang As-Sunnah menetapkan dan membentuk hukum yang tidak terdapat di 
dalam Al-Qur-an. Di antara hukum-hukum itu ialah tentang haramnya memakan 
daging keledai negeri, daging binatang buas yang mempunyai taring, burung yang 
mempunyai kuku tajam, juga tentang haramnya mengenakan kain sutera dan cincin 
emas bagi kaum laki-laki. Semua ini disebutkan dalam hadits-hadits yang shahih.

Dengan demikian tidak mungkin terjadi kontradiksi antara Al-Qur-an dengan 
As-Sunnah selama-lamanya.

Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Apa-apa yang telah disunnahkan 
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang tidak terdapat pada Kitabullah, 
maka hal itu merupakan hukum Allah juga. Sebagaimana Allah mengabarkan kepada 
kita dalam firman-Nya:

وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ َ صِرَاطِ اللَّهِ الَّذِي لَهُ 
مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ أَلَا إِلَى اللَّهِ تَصِيرُ 
الْأُمُورُ

“...Sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. 
(Yaitu) jalan Allah yang kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit dan apa 
yang ada di bumi. Ingatlah, bahwa kepada Allah-lah kembali semua urusan.” 
[Asy-Syura: 52-53]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi was allam telah menerangkan hukum yang terdapat 
dalam Kitabullah, dan beliau menerangkan atau menetapkan pula hukum yang tidak 
terdapat dalam Kitabullah. Dan segala yang beliau tetapkan pasti Allah 
mewajibkan kepada kita untuk mengikutinya. Allah menjelaskan barangsiapa yang 
mengikutinya berarti ia taat kepada-Nya, dan barangsiapa yang tidak mengikuti 
beliau berarti ia telah berbuat maksiat kepada-Nya, yang demikian itu tidak 
boleh bagi seorang makhluk pun untuk melakukannya. Dan Allah tidak memberikan 
kelonggaran kepada siapa 

[assunnah] Hubungan As-Sunnah Dengan Al-Qur'an

2006-08-28 Terurut Topik Abu Harits
HUBUNGAN AS-SUNNAH DENGAN AL-QUR'AN

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
sumber http://www.almanhaj.or.id


Ditinjau dari hukum yang ada maka hubungan As-Sunnah dengan Al-Qur’an, 
sebagai berikut

[1]. As-Sunnah berfungsi sebagai penguat hukum yang sudah ada di dalam 
Al-Qur’an. Dengan demikian hukum tersebut mempunyai dua sumber dan terdapat 
pula dua dalil. Yaitu dalil-dalil yang tersebut di dalam Al-Qur’an dan dalil 
penguat yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. 
Berdasarkan hukum-hukum tersebut banyak kita dapati perintah dan larangan. 
Ada perintah mentauhidkan Allah, berbuat baik kepada kedua orang tua, 
mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, ibadah haji 
ke Baitullah, dan disamping itu dilarang menyekutukan Allah, menyakiti kedua 
orang tua, serta banyak lagi yang lainnya.

[2]. Terkadang As-Sunnah itu berfungsi sebagai penafsir atau pemerinci 
hal-hal yang disebut secara mujmal dalam Al-Qur’an, atau memberikan taqyid, 
atau memberikan takhshish dan ayat-ayat Al-Qur’an yang muthlaq dan 'aam 
(umum). Karena tafsir, taqyid dan takh-shish yang datang dari As-Sunnah itu 
memberi pen-jelasan kepada makna yang dimaksud di dalam Al-Qur’an.

Dalam hal ini Allah telah memberi wewenang kepada Rasulullah Shallallahu 
‘alaihi wa sallam untuk memberikan penjelasan terhadap nash-nash Al-Qur’an 
dengan firman-Nya :

“Artinya : Keterangan-keterangan (mukjizat) dan Kitab-Kitab. Dan Kami 
turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada ummat manusia apa 
yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” [An-Nahl 
: 44]

Di antara contoh As-Sunnah mentakhshish Al-Qur’an adalah:

“Artinya : Allah berwasiat kepada kamu tentang anak-anak kamu, bagi 
laki-laki bagiannya sama dengan dua orang perempuan...” [An-Nisaa’: 11]

Ayat ini ditakhshish oleh As-Sunnah sebagai berikut:

[a]. Para Nabi tidak boleh mewariskan apa-apa untuk anak-anaknya dan apa 
yang mereka tinggalkan adalah sebagai shadaqah.
[b]. Tidak boleh orang tua kafir mewariskan kepada anak yang muslim atau 
sebaliknya, dan
[c]. Pembunuh tidak mewariskan apa-apa.[1]

As-Sunnah mentaqyid kemutlakan al-Qur’an:

“Artinya : Pencuri laki-laki dan perempuan, hendaklah dipotong kedua 
tangannya...” [Al-Maa’idah: 38]

Ayat ini tidak menjelaskan sampai di manakah batas tangan yang akan 
dipotong. Maka dari as-Sunnahlah didapat penjelasannya, yakni sampai 
pergelangan tangan.[2]

As-Sunnah sebagai bayan dari mujmal Al-Qur’an.
[a]. Menjelaskan tentang cara shalat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

ÕóáøõæúÇ ßóãóÇ ÑóÃóíúÊõãõæúäöí ÃõÕóáöøí.

“Artinya : Shalatlah sebagaimana kalian melihatku shalat.” [3]

[b]. Menjelaskan tentang cara ibadah haji Nabi Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda.

áöÊóÃúÎõÐõæúÇ Úóäöøí ãóäóÇÓößóßõãú.

“Artinya : Ambillah dariku tentang tata cara manasik haji kamu sekalian.” 
[4]

Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang perlu penjelasan dari As-Sunnah karena 
masih mujmal.

[3]. Terkadang As-Sunnah menetapkan dan membentuk hukum yang tidak terdapat 
di dalam Al-Qur’an. Di antara hukum-hukum itu ialah tentang haramnya memakan 
daging keledai negeri, daging binatang buas yang mempunyai taring, burung 
yang mem-punyai kuku tajam, juga tentang haramnya menge-nakan kain sutera 
dan cincin emas bagi kaum laki-laki. Semua ini disebutkan dalam 
hadits-hadits yang shahih.

Dengan demikian tidak mungkin terjadi kontradiksi antara Al-Qur’an dengan 
As-Sunnah selama-lamanya.

Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Apa-apa yang telah disunnahkan 
Rasulullah Shallallahju ‘alaihi wa sallam yang tidak terdapat pada 
Kitabullah, maka hal itu merupakan hukum Allah juga. Sebagaimana Allah 
mengabarkan kepada kita dalam firman-Nya:

“Artinya : ...Sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan 
yang lurus. (Yaitu) jalan Allah yang kepunyaan-Nya segala apa yang ada di 
langit dan apa yang ada di bumi. Ingatlah, bahwa kepada Allah-lah kembali 
semua urusan.” [Asy-Syura: 52-53]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menerangkan hukum yang 
terdapat dalam Kitabullah, dan beliau menerangkan atau menetapkan pula hukum 
yang tidak terdapat dalam Kitabullah. Dan segala yang beliau tetapkan pasti 
Allah mewajibkan kepada kita untuk mengikutinya. Allah menjelaskan 
barangsiapa yang mengikutinya berarti ia taat kepada-Nya, dan barangsiapa 
yang tidak mengikuti beliau berarti ia telah berbuat maksiat kepada-Nya, 
yang demikian itu tidak boleh bagi seorang makhluk pun untuk melakukannya. 
Dan Allah tidak memberikan kelonggaran kepada siapa pun untuk tidak 
mengikuti Sunnah-Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” [5]

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Hubungan As-Sunnah dengan Al-Qur’an ada 
3 macam, sebagai berikut:

[a]. Terkadang As-Sunnah berfungsi sebagai penguat hukum yang sudah ada di 
dalam Al-Qur’an.
[b]. Terkadang As-Sunnah berfungsi sebagai penafsir dan pemerinci hal-hal