Re: [assunnah] Dari Ibnu Abbas radhiallahu'anhuma - Dzikir setelah Shalat?
Assalamu'alaikum Warahmatullahi wabarakaatuh, Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (Al 'Araf : 205). Berdzikir dengan mengeraskan suaran bertentangan dengan ayat ii. Wallahu'alam bis showab, Dani -Original Message- From: Ahmad Sibil [EMAIL PROTECTED] To: assunnah@yahoogroups.com Sent: Thu, 1 Jun 2006 16:47:04 -0700 (PDT) Subject: Re: [assunnah] Dari Ibnu Abbas radhiallahu'anhuma - Dzikir setelah Shalat? Barakallahufik... Semoga Allah tabaraka wata'ala membalas kebaikan antum Jazakallah khairan Abu hilmy [EMAIL PROTECTED] wrote: Bismillahirrohmaanirrohim. Akhi,sesungguhnya berkenaan dengan riwayat... Kata Ibnu Abbas meneruskan, Aku tahu setelah orang-orang selesai shalat wajib, saya dengar begitu. insya Allah, yg dimaksud adalah sebagaimana dijelaskan artikel dibawah ini --- artikel --- HUKUM MENGANGKAT SUARA KETIKA BERDZIKIR SETELAH SHALAT. Oleh : Syaikh Muhammad nashiruddin Al-Albani Pertanyaan. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : Bagaimana hukum mengeraskan suara dalam dzikir setelah shalat? Jawaban. Ada suatu hadits dalam Shahihain dari Ibnu 'Abbas, ia berkata: Artinya : Dahulu kami mengetahui selesainya shalat pada masa Nabi karena suara dzikir yang keras. --- potong --- hanya saja mari kita lihat penjelasan selanjutnya.. --- berikut--- Akan tetapi sebagian ulama mencermati dengan teliti perkataan Ibnu 'Abbas tersebut, mereka menyimpulkan bahwa lafal Kunnaa (Kami dahulu), mengandung isyarat halus bahwa perkara ini tidaklah berlangsung terus menerus. Berkata Imam Asy-Syafi'i dalam kitab Al-Umm bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengeraskan suaranya ketika berdzikir adalah untuk mengajari orang-orang yang belum bisa melakukannya. Dan jika amalan tersebut untuk hanya pengajaran maka biasanya tidak dilakukan secara terus menerus. Ini mengingatkanku akan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah tentang bolehnya imam mengeraskan suara pada bacaan shalat padahal mestinya dibaca perlahan dengan tujuan untuk mengajari orang-orang yang belum bisa. Ada sebuah hadits di dalam Shahihain dari Abu Qatadah Al-Anshari bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu terkadang memperdengarkan kepada para shabahat bacaan ayat Al-Qur'an di dalam shalat Dzuhur dan Ashar, dan Umar juga melakukan sunnah ini. Imam Asy-Syafi'i menyimpulkan berdasarkan sanad yang shahih bahwa Umar pernah men-jahar-kan do'a iftitah untuk mengajari makmum ; yang menyebabkan Imam ASy-Syafi'i, Ibnu Taimiyah dan lain-lain berkesimpulan bahwa hadits di atas mengandung maksud pengajaran. Dan syari'at telah menentukan bahwa sebaik-baik dzikir adalah yang tersembunyi. Walaupun hadits : Sebaik-baik dzikir adalah yang tersembunyi (perlahan). Sanad-nya Dhaif akan tetapi maknanya 'shahih'. Banyak sekali hadits-hadits shahih yang melarang berdzikir dengan suara yang keras, sebagaimana hadits Abu Musa Al-Asy'ari yang terdapat dalam Shahihain yang menceritakan perjalanan para shahabat bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Abu Musa berkata : Jika kami menuruni lembah maka kami bertasbih dan jika kami mendaki tempat yang tinggi maka kami bertakbir. Dan kamipun mengeraskan suara-suara dzikir kami. Maka berkata Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Artinya : Wahai sekalian manusia, berlaku baiklah kepada diri kalian sendiri. Sesungguhnya yang kalian seru itu tidaklah tuli dan tidak pula ghaib. Sesunguhnya kalian berdo'a kepada Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, yang lebih dekat dengan kalian daripada leher tunggangan kalian sendiri. Kejadian ini berlangsung di padang pasir yang tidak mungkin mengganggu siapapun. Lalu bagaimana pendapatmu, jika mengeraskan suara dzikir itu berlangsung dalam masjid yang tentu mengganggu orang yang sedang membaca Al-Qur'an, orang yang 'masbuq' dan lain-lain. Jadi dengan alasan mengganggu orang lain inilah kita dilarang mengeraskan suara dzikir. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Artinya : Wahai sekalian manusia, masing-masing kalian bermunajat (berbisik-bisik) kepada Rabb kalian, maka janganlah sebagian kalian men-jahar-kan bacaannya dengan mengganggu sebagian yang lain. Al-Baghawi menambahkan dengan sanad yang kuat. Artinya : Sehingga mengganggu kaum mu'minin (yang sedang bermunajat). [Disalin dari kitab Majmu'ah Fatawa Al-Madina Al-Munawarrah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa AlBani.Fatwa-Fatwa AlBani, hal 39-41, Pustaka At- Tauhid] untuk pertanyaan yg lain, insya Allah ikhwan yg lain mungkin memiliki referensinya. tambahan (nb): Tentang pertanyaan QS 4/93.(ada dlm milis list) Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. bagaimana kedudukannya dengan QS. 4/116 Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu
Re: [assunnah] Dari Ibnu Abbas radhiallahu'anhuma - Dzikir setelah Shalat?
Bismillahirrohmaanirrohim. Akhi,sesungguhnya berkenaan dengan riwayat... Kata Ibnu Abbas meneruskan, Aku tahu setelah orang-orang selesai shalat wajib, saya dengar begitu. insya Allah, yg dimaksud adalah sebagaimana dijelaskan artikel dibawah ini --- artikel --- HUKUM MENGANGKAT SUARA KETIKA BERDZIKIR SETELAH SHALAT. Oleh : Syaikh Muhammad nashiruddin Al-Albani Pertanyaan. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : Bagaimana hukum mengeraskan suara dalam dzikir setelah shalat? Jawaban. Ada suatu hadits dalam Shahihain dari Ibnu 'Abbas, ia berkata: Artinya : Dahulu kami mengetahui selesainya shalat pada masa Nabi karena suara dzikir yang keras. --- potong --- hanya saja mari kita lihat penjelasan selanjutnya.. --- berikut--- Akan tetapi sebagian ulama mencermati dengan teliti perkataan Ibnu 'Abbas tersebut, mereka menyimpulkan bahwa lafal Kunnaa (Kami dahulu), mengandung isyarat halus bahwa perkara ini tidaklah berlangsung terus menerus. Berkata Imam Asy-Syafi'i dalam kitab Al-Umm bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengeraskan suaranya ketika berdzikir adalah untuk mengajari orang-orang yang belum bisa melakukannya. Dan jika amalan tersebut untuk hanya pengajaran maka biasanya tidak dilakukan secara terus menerus. Ini mengingatkanku akan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah tentang bolehnya imam mengeraskan suara pada bacaan shalat padahal mestinya dibaca perlahan dengan tujuan untuk mengajari orang-orang yang belum bisa. Ada sebuah hadits di dalam Shahihain dari Abu Qatadah Al-Anshari bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu terkadang memperdengarkan kepada para shabahat bacaan ayat Al-Qur'an di dalam shalat Dzuhur dan Ashar, dan Umar juga melakukan sunnah ini. Imam Asy-Syafi'i menyimpulkan berdasarkan sanad yang shahih bahwa Umar pernah men-jahar-kan do'a iftitah untuk mengajari makmum ; yang menyebabkan Imam ASy-Syafi'i, Ibnu Taimiyah dan lain-lain berkesimpulan bahwa hadits di atas mengandung maksud pengajaran. Dan syari'at telah menentukan bahwa sebaik-baik dzikir adalah yang tersembunyi. Walaupun hadits : Sebaik-baik dzikir adalah yang tersembunyi (perlahan). Sanad-nya Dhaif akan tetapi maknanya 'shahih'. Banyak sekali hadits-hadits shahih yang melarang berdzikir dengan suara yang keras, sebagaimana hadits Abu Musa Al-Asy'ari yang terdapat dalam Shahihain yang menceritakan perjalanan para shahabat bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Abu Musa berkata : Jika kami menuruni lembah maka kami bertasbih dan jika kami mendaki tempat yang tinggi maka kami bertakbir. Dan kamipun mengeraskan suara-suara dzikir kami. Maka berkata Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Artinya : Wahai sekalian manusia, berlaku baiklah kepada diri kalian sendiri. Sesungguhnya yang kalian seru itu tidaklah tuli dan tidak pula ghaib. Sesunguhnya kalian berdo'a kepada Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, yang lebih dekat dengan kalian daripada leher tunggangan kalian sendiri. Kejadian ini berlangsung di padang pasir yang tidak mungkin mengganggu siapapun. Lalu bagaimana pendapatmu, jika mengeraskan suara dzikir itu berlangsung dalam masjid yang tentu mengganggu orang yang sedang membaca Al-Qur'an, orang yang 'masbuq' dan lain-lain. Jadi dengan alasan mengganggu orang lain inilah kita dilarang mengeraskan suara dzikir. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Artinya : Wahai sekalian manusia, masing-masing kalian bermunajat (berbisik-bisik) kepada Rabb kalian, maka janganlah sebagian kalian men-jahar-kan bacaannya dengan mengganggu sebagian yang lain. Al-Baghawi menambahkan dengan sanad yang kuat. Artinya : Sehingga mengganggu kaum mu'minin (yang sedang bermunajat). [Disalin dari kitab Majmu'ah Fatawa Al-Madina Al-Munawarrah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa AlBani.Fatwa-Fatwa AlBani, hal 39-41, Pustaka At- Tauhid] untuk pertanyaan yg lain, insya Allah ikhwan yg lain mungkin memiliki referensinya. tambahan (nb): Tentang pertanyaan QS 4/93.(ada dlm milis list) Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. bagaimana kedudukannya dengan QS. 4/116 Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. Allhamdulillah ana berhasil tanyakan pada Ustadz Badru. dan beliau memberi penjelasan, bahwa yg dimaksud ayat 93 QS.4 tsb adalah kekal kepada mereka-2 yg menghalalkan/membenarkannya. Dan ini masuk pada pertanyaan akhi yg terdahulu. tentang takfir. Barang siapa yg membenarkan maka dia telah kufur. dan barang siapa yg karena hawa nafsu/terpaksa maka Dosa Besar. Allohu ta'ala 'alam Abu Hilmy Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection
Re: [assunnah] Dari Ibnu Abbas radhiallahu'anhuma - Dzikir setelah Shalat?
Barakallahufik... Semoga Allah tabaraka wata'ala membalas kebaikan antum Jazakallah khairan Abu hilmy [EMAIL PROTECTED] wrote: Bismillahirrohmaanirrohim. Akhi,sesungguhnya berkenaan dengan riwayat... Kata Ibnu Abbas meneruskan, Aku tahu setelah orang-orang selesai shalat wajib, saya dengar begitu. insya Allah, yg dimaksud adalah sebagaimana dijelaskan artikel dibawah ini --- artikel --- HUKUM MENGANGKAT SUARA KETIKA BERDZIKIR SETELAH SHALAT. Oleh : Syaikh Muhammad nashiruddin Al-Albani Pertanyaan. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : Bagaimana hukum mengeraskan suara dalam dzikir setelah shalat? Jawaban. Ada suatu hadits dalam Shahihain dari Ibnu 'Abbas, ia berkata: Artinya : Dahulu kami mengetahui selesainya shalat pada masa Nabi karena suara dzikir yang keras. --- potong --- hanya saja mari kita lihat penjelasan selanjutnya.. --- berikut--- Akan tetapi sebagian ulama mencermati dengan teliti perkataan Ibnu 'Abbas tersebut, mereka menyimpulkan bahwa lafal Kunnaa (Kami dahulu), mengandung isyarat halus bahwa perkara ini tidaklah berlangsung terus menerus. Berkata Imam Asy-Syafi'i dalam kitab Al-Umm bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengeraskan suaranya ketika berdzikir adalah untuk mengajari orang-orang yang belum bisa melakukannya. Dan jika amalan tersebut untuk hanya pengajaran maka biasanya tidak dilakukan secara terus menerus. Ini mengingatkanku akan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah tentang bolehnya imam mengeraskan suara pada bacaan shalat padahal mestinya dibaca perlahan dengan tujuan untuk mengajari orang-orang yang belum bisa. Ada sebuah hadits di dalam Shahihain dari Abu Qatadah Al-Anshari bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu terkadang memperdengarkan kepada para shabahat bacaan ayat Al-Qur'an di dalam shalat Dzuhur dan Ashar, dan Umar juga melakukan sunnah ini. Imam Asy-Syafi'i menyimpulkan berdasarkan sanad yang shahih bahwa Umar pernah men-jahar-kan do'a iftitah untuk mengajari makmum ; yang menyebabkan Imam ASy-Syafi'i, Ibnu Taimiyah dan lain-lain berkesimpulan bahwa hadits di atas mengandung maksud pengajaran. Dan syari'at telah menentukan bahwa sebaik-baik dzikir adalah yang tersembunyi. Walaupun hadits : Sebaik-baik dzikir adalah yang tersembunyi (perlahan). Sanad-nya Dhaif akan tetapi maknanya 'shahih'. Banyak sekali hadits-hadits shahih yang melarang berdzikir dengan suara yang keras, sebagaimana hadits Abu Musa Al-Asy'ari yang terdapat dalam Shahihain yang menceritakan perjalanan para shahabat bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Abu Musa berkata : Jika kami menuruni lembah maka kami bertasbih dan jika kami mendaki tempat yang tinggi maka kami bertakbir. Dan kamipun mengeraskan suara-suara dzikir kami. Maka berkata Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Artinya : Wahai sekalian manusia, berlaku baiklah kepada diri kalian sendiri. Sesungguhnya yang kalian seru itu tidaklah tuli dan tidak pula ghaib. Sesunguhnya kalian berdo'a kepada Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, yang lebih dekat dengan kalian daripada leher tunggangan kalian sendiri. Kejadian ini berlangsung di padang pasir yang tidak mungkin mengganggu siapapun. Lalu bagaimana pendapatmu, jika mengeraskan suara dzikir itu berlangsung dalam masjid yang tentu mengganggu orang yang sedang membaca Al-Qur'an, orang yang 'masbuq' dan lain-lain. Jadi dengan alasan mengganggu orang lain inilah kita dilarang mengeraskan suara dzikir. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Artinya : Wahai sekalian manusia, masing-masing kalian bermunajat (berbisik-bisik) kepada Rabb kalian, maka janganlah sebagian kalian men-jahar-kan bacaannya dengan mengganggu sebagian yang lain. Al-Baghawi menambahkan dengan sanad yang kuat. Artinya : Sehingga mengganggu kaum mu'minin (yang sedang bermunajat). [Disalin dari kitab Majmu'ah Fatawa Al-Madina Al-Munawarrah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa AlBani.Fatwa-Fatwa AlBani, hal 39-41, Pustaka At- Tauhid] untuk pertanyaan yg lain, insya Allah ikhwan yg lain mungkin memiliki referensinya. tambahan (nb): Tentang pertanyaan QS 4/93.(ada dlm milis list) Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. bagaimana kedudukannya dengan QS. 4/116 Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. Allhamdulillah ana berhasil tanyakan pada Ustadz Badru. dan beliau memberi penjelasan, bahwa yg dimaksud ayat 93 QS.4 tsb adalah kekal kepada mereka-2 yg menghalalkan/membenarkannya. Dan ini masuk pada pertanyaan akhi yg terdahulu. tentang takfir. Barang siapa yg membenarkan maka dia telah kufur. dan barang siapa yg karena hawa nafsu/terpaksa maka Dosa Besar. Allohu ta'ala
[assunnah] Dari Ibnu Abbas radhiallahu'anhuma - Dzikir setelah Shalat?
Assalamu'alaykumwarahmatullahi wabarakatuh,Ikhwanu fiddin, semoga Allah memberakahi antum semua.Mungkin ini sudah didiskusi dalam mailist ini, tapi ana belum mendapatkannya.Ana punya Ringkasan Sahih Bukhari berbahasa Inggris: "Summarized Sahih Al Bukhari, Arabic-English", compiled by Al-Imam Zainuddin Ahmad ibn Abdul-Lateef Az-Zubaidi, translated by Dr. Muhammad Mukhsin Khan, Islamic University Madina, Maktaba Darus-Salam.Dalam kitab itu ana dapatkan satu hadits yang di riwayatkan oleh Abu Ma'bad (the freed slave of Ibnu Abbas), ma'af ana gunakan bahasa inggrisnya dulu sperti halnya apa yang ada didalam kitab itu:Ibnu Abbas told me: "In the lifetime of the Prophet salallahu'alayhi wasallam, it was the custom to remember Allah (Dzikkr) by glorifying, praising and magnifying aloud after the compulsory congregational Salat (prayers)". Ibnu Abbas further said: "When I heard the Dzikr, I would learn that the compulsory congregational Salat (prayer) had ended."Lebih baik lagi mungkin bagi salafiyyin yang lebih faham dalam bahasa Arab, ana tulis dalam tulisan romannya:'Anibni 'Abbas radhiallaahu'anhumaa: Anna raf'ash-shouti bidzikkri, hiina yanshorifun naasu minal maktuubati, kaana 'alaa 'ahdin nabiyyi salallaahu'alayhi wasallam. Waqoolabnu 'Abbas: Kuntu a'lamu idzan shorofuu bidzalika idzaa sami'tuhuu.Nah kemudian ana buka kitab "Terjemahan Shahih Bukhari Jilid I-IV", dikeluarkan oleh Penerbit Widjaya Jakarta, penerjemah: H. Zainuddin Hamidy, H. Fachruddin Hs., H. Nashruddin Thoha, Johar Arifin, A. Rahman Zainuddin M.A.Yang diterjemahkan sebagai berikut:Diceritakan oleh Ibnu Abbas r.a., "Sesungguhnya berdzikir dengan mengeraskan suara setelah selesai shalat fardhu, ada dilakukan dizaman Nabi saw. Kata Ibnu Abbas meneruskan, "Aku tahu setelah orang-orang selesai shalat wajib, saya dengar begitu."Ikhwanu fillah, bagaimana memahami hadits ini?Bagaimana kedudukan terjemahan Kitab Shahih Bukhari ini yang jelas bukan diterjemahkan oleh para penerjemah salafiyyin?Catatan tambahan: Dalam Kitab yang sama terjemahan Indonesia, pada Bab Waktu Shalat, ana menemukan catatan kaki, mengomentari beberapa hadits yang diberi nomor 333, 334, 335, 336, dan 337 pada halaman 195 sampai 196, sebagai berikut:Dari hadits-hadits tersebut diatas, maka shalat sunnat sesudah 'Ashar dapat disimpulkan sebagai berikut:a). Nabi Saw. melakukannya sebagai sunnat rawatib Zhuhur yang belum sempat dilakukan oleh beliau sesudah Zhuhur.b). Shalat sunnat yang dilakukan beliau sesudah 'Ashar itu khusus untuk beliau saja.c). Shalat sunnat sesudah 'Ashar itu oleh beliau, karena sabda beliau dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Zakwan maula 'Aiyah. Kata 'Aisyah: "Nabi saw. pernah melakukan shalat sunnat sesudah 'Ashar. tetapi beliau melarang melakukannya. Dan beliau pernah puasa beberapa hari berturut-turut, tetapi beliau melarang melakukan puasa berturut-turut. Inilah keringanan bagi ummatku, kata beliau".Bisakah antum berbagiilmu untuk memahami masalah hadits-2 dari Rasulullah salallahu'alayhi wasallam sehingga ana benar-2 faham.Selama ini anaseringmelakukan shalat sunnat setelah 'Ashar, apalagi bila ana masuk masjid setelah waktu 'Asharyaitu shalat Tahyatul Masjid, yang terpenting selama mataharibelum menguning tanda separohnya telah tenggelam, atau beberapa menit (5-10 menit) sebelum maghrib dikumandangkan bila tidak bisa melihat matahari.Wallahu musta'an, ya ikhwah bagaimana memahami itu semua, sukron sebelumnya.Wassalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh, ahmad ibn muhammad alkherid Feel free to call! Free PC-to-PC calls. Low rates on PC-to-Phone. Get Yahoo! Messenger with Voice SALURKAN BANTUAN ANDA UNTUK KAUM MUSLIMIN YANG TERKENA MUSIBAH GEMPA DI DAERAH YOGYAKARTA DAN SEKITARNYA KEPADA LEMBAGA AMAL YANG TERPERCAYA Website Anda: http://www.assunnah.or.id http://www.almanhaj.or.id Website audio: http://assunnah.mine.nu Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED] Ketentuan posting : [EMAIL PROTECTED] SPONSORED LINKS Sunnah Islam Islam empire of faith Islam music Islam video Islam for child YAHOO! GROUPS LINKS Visit your group "assunnah" on the web. To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED] Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.