Re: [assunnah] Dari Ibnu Abbas radhiallahu'anhuma - Dzikir setelah Shalat?

2006-06-02 Terurut Topik danipermana
Assalamu'alaikum Warahmatullahi wabarakaatuh,

Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa 
takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan 
janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (Al 'Araf : 205).

Berdzikir dengan mengeraskan suaran bertentangan dengan ayat ii.

Wallahu'alam bis showab,
Dani


-Original Message-
From: Ahmad Sibil [EMAIL PROTECTED]
To: assunnah@yahoogroups.com
Sent: Thu, 1 Jun 2006 16:47:04 -0700 (PDT)
Subject: Re: [assunnah] Dari Ibnu Abbas radhiallahu'anhuma - Dzikir setelah 
Shalat?

Barakallahufik...
Semoga Allah tabaraka wata'ala membalas kebaikan antum
Jazakallah khairan


Abu hilmy [EMAIL PROTECTED] wrote:
Bismillahirrohmaanirrohim.

Akhi,sesungguhnya berkenaan dengan riwayat...

Kata Ibnu Abbas meneruskan,
Aku tahu setelah orang-orang selesai shalat wajib,
saya dengar begitu.

insya Allah, yg dimaksud adalah sebagaimana dijelaskan
artikel dibawah ini

--- artikel ---
HUKUM MENGANGKAT SUARA KETIKA BERDZIKIR SETELAH
SHALAT.

Oleh : Syaikh Muhammad nashiruddin Al-Albani

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya :
Bagaimana hukum mengeraskan suara dalam dzikir
setelah
shalat?

Jawaban.
Ada suatu hadits dalam Shahihain dari Ibnu 'Abbas, ia
berkata:

Artinya : Dahulu kami mengetahui selesainya shalat
pada masa Nabi karena suara dzikir yang keras.

--- potong ---

hanya saja mari kita lihat penjelasan selanjutnya..

--- berikut---

Akan tetapi sebagian ulama mencermati dengan teliti
perkataan Ibnu 'Abbas tersebut, mereka menyimpulkan
bahwa lafal Kunnaa (Kami dahulu), mengandung isyarat
halus bahwa perkara ini tidaklah berlangsung terus
menerus.

Berkata Imam Asy-Syafi'i dalam kitab Al-Umm bahwasanya
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengeraskan
suaranya ketika berdzikir adalah untuk mengajari
orang-orang yang belum bisa melakukannya. Dan jika
amalan tersebut untuk hanya pengajaran maka biasanya
tidak dilakukan secara terus menerus.

Ini mengingatkanku akan perkataan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah tentang bolehnya imam mengeraskan suara pada
bacaan shalat padahal mestinya dibaca perlahan dengan
tujuan untuk mengajari orang-orang yang belum bisa.

Ada sebuah hadits di dalam Shahihain dari Abu Qatadah
Al-Anshari bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
dahulu terkadang memperdengarkan kepada para shabahat
bacaan ayat Al-Qur'an di dalam shalat Dzuhur dan
Ashar, dan Umar juga melakukan sunnah ini.

Imam Asy-Syafi'i menyimpulkan berdasarkan sanad yang
shahih bahwa Umar pernah men-jahar-kan do'a iftitah
untuk mengajari makmum ; yang menyebabkan Imam
ASy-Syafi'i, Ibnu Taimiyah dan lain-lain berkesimpulan
bahwa hadits di atas mengandung maksud pengajaran. Dan
syari'at telah menentukan bahwa sebaik-baik dzikir
adalah yang tersembunyi.

Walaupun hadits : Sebaik-baik dzikir adalah yang
tersembunyi (perlahan). Sanad-nya Dhaif akan tetapi
maknanya 'shahih'.

Banyak sekali hadits-hadits shahih yang melarang
berdzikir dengan suara yang keras, sebagaimana hadits
Abu Musa Al-Asy'ari yang terdapat dalam Shahihain yang
menceritakan perjalanan para shahabat bersama Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Abu Musa berkata : Jika
kami menuruni lembah maka kami bertasbih dan jika kami
mendaki tempat yang tinggi maka kami bertakbir. Dan
kamipun mengeraskan suara-suara dzikir kami. Maka
berkata Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Artinya : Wahai sekalian manusia, berlaku baiklah
kepada diri kalian sendiri. Sesungguhnya yang kalian
seru itu tidaklah tuli dan tidak pula ghaib.
Sesunguhnya kalian berdo'a kepada Yang Maha Mendengar
lagi Maha Melihat, yang lebih dekat dengan kalian
daripada leher tunggangan kalian sendiri.

Kejadian ini berlangsung di padang pasir yang tidak
mungkin mengganggu siapapun. Lalu bagaimana
pendapatmu, jika mengeraskan suara dzikir itu
berlangsung dalam masjid yang tentu mengganggu orang
yang sedang membaca Al-Qur'an, orang yang 'masbuq' dan
lain-lain. Jadi dengan alasan mengganggu orang lain
inilah kita dilarang mengeraskan suara dzikir.

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam.

Artinya : Wahai sekalian manusia, masing-masing
kalian bermunajat (berbisik-bisik) kepada Rabb kalian,
maka janganlah sebagian kalian men-jahar-kan bacaannya
dengan mengganggu sebagian yang lain.

Al-Baghawi menambahkan dengan sanad yang kuat.

Artinya : Sehingga mengganggu kaum mu'minin (yang
sedang bermunajat).

[Disalin dari kitab Majmu'ah Fatawa Al-Madina
Al-Munawarrah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa
AlBani.Fatwa-Fatwa AlBani, hal 39-41, Pustaka At-
Tauhid]

untuk pertanyaan yg lain, insya Allah ikhwan yg lain
mungkin memiliki referensinya.

tambahan (nb):
Tentang pertanyaan QS 4/93.(ada dlm milis list)
Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan
sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di
dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya
serta menyediakan azab yang besar baginya.

bagaimana kedudukannya dengan QS. 4/116

Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa
mempersekutukan (sesuatu

Re: [assunnah] Dari Ibnu Abbas radhiallahu'anhuma - Dzikir setelah Shalat?

2006-06-01 Terurut Topik Abu hilmy
Bismillahirrohmaanirrohim.

Akhi,sesungguhnya berkenaan dengan riwayat...

Kata Ibnu Abbas meneruskan,
Aku tahu setelah orang-orang selesai shalat wajib,
saya dengar begitu.

insya Allah, yg dimaksud adalah sebagaimana dijelaskan
artikel dibawah ini

--- artikel ---
HUKUM MENGANGKAT SUARA KETIKA BERDZIKIR SETELAH
SHALAT.

Oleh : Syaikh Muhammad nashiruddin Al-Albani

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya :
Bagaimana hukum mengeraskan suara dalam dzikir
setelah
shalat?

Jawaban.
Ada suatu hadits dalam Shahihain dari Ibnu 'Abbas, ia
berkata:

Artinya : Dahulu kami mengetahui selesainya shalat
pada masa Nabi karena suara dzikir yang keras.

--- potong ---

hanya saja mari kita lihat penjelasan selanjutnya..

--- berikut---

Akan tetapi sebagian ulama mencermati dengan teliti
perkataan Ibnu 'Abbas tersebut, mereka menyimpulkan
bahwa lafal Kunnaa (Kami dahulu), mengandung isyarat
halus bahwa perkara ini tidaklah berlangsung terus
menerus.

Berkata Imam Asy-Syafi'i dalam kitab Al-Umm bahwasanya
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengeraskan
suaranya ketika berdzikir adalah untuk mengajari
orang-orang yang belum bisa melakukannya. Dan jika
amalan tersebut untuk hanya pengajaran maka biasanya
tidak dilakukan secara terus menerus.

Ini mengingatkanku akan perkataan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah tentang bolehnya imam mengeraskan suara pada
bacaan shalat padahal mestinya dibaca perlahan dengan
tujuan untuk mengajari orang-orang yang belum bisa.

Ada sebuah hadits di dalam Shahihain dari Abu Qatadah
Al-Anshari bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
dahulu terkadang memperdengarkan kepada para shabahat
bacaan ayat Al-Qur'an di dalam shalat Dzuhur dan
Ashar, dan Umar juga melakukan sunnah ini.

Imam Asy-Syafi'i menyimpulkan berdasarkan sanad yang
shahih bahwa Umar pernah men-jahar-kan do'a iftitah
untuk mengajari makmum ; yang menyebabkan Imam
ASy-Syafi'i, Ibnu Taimiyah dan lain-lain berkesimpulan
bahwa hadits di atas mengandung maksud pengajaran. Dan
syari'at telah menentukan bahwa sebaik-baik dzikir
adalah yang tersembunyi.

Walaupun hadits : Sebaik-baik dzikir adalah yang
tersembunyi (perlahan). Sanad-nya Dhaif akan tetapi
maknanya 'shahih'.

Banyak sekali hadits-hadits shahih yang melarang
berdzikir dengan suara yang keras, sebagaimana hadits
Abu Musa Al-Asy'ari yang terdapat dalam Shahihain yang
menceritakan perjalanan para shahabat bersama Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Abu Musa berkata : Jika
kami menuruni lembah maka kami bertasbih dan jika kami
mendaki tempat yang tinggi maka kami bertakbir. Dan
kamipun mengeraskan suara-suara dzikir kami. Maka
berkata Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Artinya : Wahai sekalian manusia, berlaku baiklah
kepada diri kalian sendiri. Sesungguhnya yang kalian
seru itu tidaklah tuli dan tidak pula ghaib.
Sesunguhnya kalian berdo'a kepada Yang Maha Mendengar
lagi Maha Melihat, yang lebih dekat dengan kalian
daripada leher tunggangan kalian sendiri.

Kejadian ini berlangsung di padang pasir yang tidak
mungkin mengganggu siapapun. Lalu bagaimana
pendapatmu, jika mengeraskan suara dzikir itu
berlangsung dalam masjid yang tentu mengganggu orang
yang sedang membaca Al-Qur'an, orang yang 'masbuq' dan
lain-lain. Jadi dengan alasan mengganggu orang lain
inilah kita dilarang mengeraskan suara dzikir.

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam.

Artinya : Wahai sekalian manusia, masing-masing
kalian bermunajat (berbisik-bisik) kepada Rabb kalian,
maka janganlah sebagian kalian men-jahar-kan bacaannya
dengan mengganggu sebagian yang lain.

Al-Baghawi menambahkan dengan sanad yang kuat.

Artinya : Sehingga mengganggu kaum mu'minin (yang
sedang bermunajat).

[Disalin dari kitab Majmu'ah Fatawa Al-Madina
Al-Munawarrah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa
AlBani.Fatwa-Fatwa AlBani, hal 39-41, Pustaka At-
Tauhid]

untuk pertanyaan yg lain, insya Allah ikhwan yg lain
mungkin memiliki referensinya.

tambahan (nb):
Tentang pertanyaan QS 4/93.(ada dlm milis list)
Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan
sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di
dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya
serta menyediakan azab yang besar baginya.

bagaimana kedudukannya dengan QS. 4/116

Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa
mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia
mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan
(sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah
tersesat sejauh-jauhnya.

Allhamdulillah ana berhasil tanyakan pada Ustadz
Badru.
dan beliau memberi penjelasan, bahwa yg dimaksud ayat
93 QS.4 tsb adalah kekal kepada mereka-2 yg
menghalalkan/membenarkannya.

Dan ini masuk pada pertanyaan akhi yg terdahulu.
tentang takfir.

Barang siapa yg membenarkan maka dia telah kufur. dan
barang siapa yg karena hawa nafsu/terpaksa maka Dosa
Besar.

Allohu ta'ala 'alam
Abu Hilmy



Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection 

Re: [assunnah] Dari Ibnu Abbas radhiallahu'anhuma - Dzikir setelah Shalat?

2006-06-01 Terurut Topik Ahmad Sibil
Barakallahufik...
Semoga Allah tabaraka wata'ala membalas kebaikan antum
Jazakallah khairan


Abu hilmy [EMAIL PROTECTED] wrote:
Bismillahirrohmaanirrohim.

Akhi,sesungguhnya berkenaan dengan riwayat...

Kata Ibnu Abbas meneruskan,
Aku tahu setelah orang-orang selesai shalat wajib,
saya dengar begitu.

insya Allah, yg dimaksud adalah sebagaimana dijelaskan
artikel dibawah ini

--- artikel ---
HUKUM MENGANGKAT SUARA KETIKA BERDZIKIR SETELAH
SHALAT.

Oleh : Syaikh Muhammad nashiruddin Al-Albani

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya :
Bagaimana hukum mengeraskan suara dalam dzikir
setelah
shalat?

Jawaban.
Ada suatu hadits dalam Shahihain dari Ibnu 'Abbas, ia
berkata:

Artinya : Dahulu kami mengetahui selesainya shalat
pada masa Nabi karena suara dzikir yang keras.

--- potong ---

hanya saja mari kita lihat penjelasan selanjutnya..

--- berikut---

Akan tetapi sebagian ulama mencermati dengan teliti
perkataan Ibnu 'Abbas tersebut, mereka menyimpulkan
bahwa lafal Kunnaa (Kami dahulu), mengandung isyarat
halus bahwa perkara ini tidaklah berlangsung terus
menerus.

Berkata Imam Asy-Syafi'i dalam kitab Al-Umm bahwasanya
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengeraskan
suaranya ketika berdzikir adalah untuk mengajari
orang-orang yang belum bisa melakukannya. Dan jika
amalan tersebut untuk hanya pengajaran maka biasanya
tidak dilakukan secara terus menerus.

Ini mengingatkanku akan perkataan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah tentang bolehnya imam mengeraskan suara pada
bacaan shalat padahal mestinya dibaca perlahan dengan
tujuan untuk mengajari orang-orang yang belum bisa.

Ada sebuah hadits di dalam Shahihain dari Abu Qatadah
Al-Anshari bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
dahulu terkadang memperdengarkan kepada para shabahat
bacaan ayat Al-Qur'an di dalam shalat Dzuhur dan
Ashar, dan Umar juga melakukan sunnah ini.

Imam Asy-Syafi'i menyimpulkan berdasarkan sanad yang
shahih bahwa Umar pernah men-jahar-kan do'a iftitah
untuk mengajari makmum ; yang menyebabkan Imam
ASy-Syafi'i, Ibnu Taimiyah dan lain-lain berkesimpulan
bahwa hadits di atas mengandung maksud pengajaran. Dan
syari'at telah menentukan bahwa sebaik-baik dzikir
adalah yang tersembunyi.

Walaupun hadits : Sebaik-baik dzikir adalah yang
tersembunyi (perlahan). Sanad-nya Dhaif akan tetapi
maknanya 'shahih'.

Banyak sekali hadits-hadits shahih yang melarang
berdzikir dengan suara yang keras, sebagaimana hadits
Abu Musa Al-Asy'ari yang terdapat dalam Shahihain yang
menceritakan perjalanan para shahabat bersama Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Abu Musa berkata : Jika
kami menuruni lembah maka kami bertasbih dan jika kami
mendaki tempat yang tinggi maka kami bertakbir. Dan
kamipun mengeraskan suara-suara dzikir kami. Maka
berkata Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Artinya : Wahai sekalian manusia, berlaku baiklah
kepada diri kalian sendiri. Sesungguhnya yang kalian
seru itu tidaklah tuli dan tidak pula ghaib.
Sesunguhnya kalian berdo'a kepada Yang Maha Mendengar
lagi Maha Melihat, yang lebih dekat dengan kalian
daripada leher tunggangan kalian sendiri.

Kejadian ini berlangsung di padang pasir yang tidak
mungkin mengganggu siapapun. Lalu bagaimana
pendapatmu, jika mengeraskan suara dzikir itu
berlangsung dalam masjid yang tentu mengganggu orang
yang sedang membaca Al-Qur'an, orang yang 'masbuq' dan
lain-lain. Jadi dengan alasan mengganggu orang lain
inilah kita dilarang mengeraskan suara dzikir.

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam.

Artinya : Wahai sekalian manusia, masing-masing
kalian bermunajat (berbisik-bisik) kepada Rabb kalian,
maka janganlah sebagian kalian men-jahar-kan bacaannya
dengan mengganggu sebagian yang lain.

Al-Baghawi menambahkan dengan sanad yang kuat.

Artinya : Sehingga mengganggu kaum mu'minin (yang
sedang bermunajat).

[Disalin dari kitab Majmu'ah Fatawa Al-Madina
Al-Munawarrah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa
AlBani.Fatwa-Fatwa AlBani, hal 39-41, Pustaka At-
Tauhid]

untuk pertanyaan yg lain, insya Allah ikhwan yg lain
mungkin memiliki referensinya.

tambahan (nb):
Tentang pertanyaan QS 4/93.(ada dlm milis list)
Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan
sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di
dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya
serta menyediakan azab yang besar baginya.

bagaimana kedudukannya dengan QS. 4/116

Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa
mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia
mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan
(sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah
tersesat sejauh-jauhnya.

Allhamdulillah ana berhasil tanyakan pada Ustadz
Badru.
dan beliau memberi penjelasan, bahwa yg dimaksud ayat
93 QS.4 tsb adalah kekal kepada mereka-2 yg
menghalalkan/membenarkannya.

Dan ini masuk pada pertanyaan akhi yg terdahulu.
tentang takfir.

Barang siapa yg membenarkan maka dia telah kufur. dan
barang siapa yg karena hawa nafsu/terpaksa maka Dosa
Besar.

Allohu ta'ala 

[assunnah] Dari Ibnu Abbas radhiallahu'anhuma - Dzikir setelah Shalat?

2006-05-31 Terurut Topik Ahmad Sibil



Assalamu'alaykumwarahmatullahi wabarakatuh,Ikhwanu fiddin, semoga Allah memberakahi antum semua.Mungkin ini sudah didiskusi dalam mailist ini, tapi ana belum mendapatkannya.Ana punya Ringkasan Sahih Bukhari berbahasa Inggris: "Summarized Sahih Al Bukhari, Arabic-English", compiled by Al-Imam Zainuddin Ahmad ibn Abdul-Lateef Az-Zubaidi, translated by Dr. Muhammad Mukhsin Khan, Islamic University Madina, Maktaba Darus-Salam.Dalam kitab itu ana dapatkan satu hadits yang di riwayatkan oleh Abu Ma'bad (the freed slave of Ibnu Abbas), ma'af ana gunakan bahasa inggrisnya dulu sperti halnya apa yang ada didalam kitab itu:Ibnu Abbas told me: "In the lifetime of the Prophet salallahu'alayhi wasallam, it was the custom to remember Allah (Dzikkr) by glorifying, praising and magnifying aloud
 after the compulsory congregational Salat (prayers)". Ibnu Abbas further said: "When I heard the Dzikr, I would learn that the compulsory congregational Salat (prayer) had ended."Lebih baik lagi mungkin bagi salafiyyin yang lebih faham dalam bahasa Arab, ana tulis dalam tulisan romannya:'Anibni 'Abbas radhiallaahu'anhumaa: Anna raf'ash-shouti bidzikkri, hiina yanshorifun naasu minal maktuubati, kaana 'alaa 'ahdin nabiyyi salallaahu'alayhi wasallam. Waqoolabnu 'Abbas: Kuntu a'lamu idzan shorofuu bidzalika idzaa sami'tuhuu.Nah kemudian ana buka kitab "Terjemahan Shahih Bukhari Jilid I-IV", dikeluarkan oleh Penerbit Widjaya Jakarta, penerjemah: H. Zainuddin Hamidy, H. Fachruddin Hs., H. Nashruddin Thoha, Johar Arifin, A. Rahman Zainuddin M.A.Yang diterjemahkan
 sebagai berikut:Diceritakan oleh Ibnu Abbas r.a.,  "Sesungguhnya berdzikir dengan mengeraskan suara setelah selesai shalat fardhu, ada dilakukan dizaman Nabi saw.  Kata Ibnu Abbas meneruskan,  "Aku tahu setelah orang-orang selesai shalat wajib, saya dengar begitu."Ikhwanu fillah, bagaimana memahami hadits ini?Bagaimana kedudukan terjemahan Kitab Shahih Bukhari ini yang jelas bukan diterjemahkan oleh para penerjemah salafiyyin?Catatan tambahan:  Dalam Kitab yang sama terjemahan Indonesia, pada Bab Waktu Shalat, ana menemukan catatan kaki, mengomentari beberapa hadits yang diberi nomor 333, 334, 335, 336, dan 337 pada halaman 195 sampai 196, sebagai berikut:Dari hadits-hadits tersebut diatas, maka shalat sunnat sesudah 'Ashar dapat disimpulkan sebagai
 berikut:a). Nabi Saw. melakukannya sebagai sunnat rawatib Zhuhur yang belum sempat dilakukan oleh beliau sesudah Zhuhur.b). Shalat sunnat yang dilakukan beliau sesudah 'Ashar itu khusus untuk beliau saja.c). Shalat sunnat sesudah 'Ashar itu oleh beliau, karena sabda beliau dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Zakwan maula 'Aiyah. Kata 'Aisyah: "Nabi saw. pernah melakukan shalat sunnat sesudah 'Ashar. tetapi beliau melarang melakukannya. Dan beliau pernah puasa beberapa hari berturut-turut, tetapi beliau melarang melakukan puasa berturut-turut. Inilah keringanan bagi ummatku, kata beliau".Bisakah antum berbagiilmu untuk memahami masalah hadits-2 dari Rasulullah salallahu'alayhi wasallam sehingga ana benar-2 faham.Selama ini anaseringmelakukan shalat
 sunnat setelah 'Ashar, apalagi bila ana masuk masjid setelah waktu 'Asharyaitu shalat Tahyatul Masjid, yang terpenting selama mataharibelum menguning tanda separohnya telah tenggelam, atau beberapa menit (5-10 menit) sebelum maghrib dikumandangkan bila tidak bisa melihat matahari.Wallahu musta'an, ya ikhwah bagaimana memahami itu semua, sukron sebelumnya.Wassalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh, ahmad ibn muhammad alkherid
		Feel free to call! Free PC-to-PC calls. Low rates on PC-to-Phone.  Get Yahoo! Messenger with Voice





SALURKAN BANTUAN ANDA UNTUK KAUM MUSLIMIN YANG TERKENA MUSIBAH
GEMPA DI DAERAH YOGYAKARTA DAN SEKITARNYA KEPADA LEMBAGA AMAL YANG
TERPERCAYA

Website Anda: http://www.assunnah.or.id  http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : [EMAIL PROTECTED]










  
  
SPONSORED LINKS
  
  
  

Sunnah
  
  
Islam
  
  
Islam empire of faith
  
  


Islam music
  
  
Islam video
  
  
Islam for child
  
  

   
  







  
  
  YAHOO! GROUPS LINKS



  Visit your group "assunnah" on the web.
  To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED]
  Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.