[assunnah] Kurban Dan Pensyariatannya

2012-10-18 Terurut Topik Abu Abdillah

HUKUM MEMBAWA KURBAN KE LAIN DAERAH
http://almanhaj.or.id/content/2528/slash/0/hukum-membawa-kurban-ke-lain-daerah/
KURBAN DAN PENSYARIATANNYA
Oleh
Ustadz Kholid Syamhudi
http://almanhaj.or.id/content/2013/slash/0/kurban-dan-pensyariatannya/

Hukum Kurban
Kurban merupakan salah satu sembelihan yang disyariatkan sebagai ibadah dan 
amalan mendekatkan diri kepada Allah. Hal inilah yang dinyatakan Ibnul Qayyim 
dalam pernyataannya : “Sembelihan-sembelihan yang menjadi amalan mendekatkan 
diri kepada Allah dan ibadah adalah Al-Hadyu, Al-Adhhiyah (Kurban) dan 
Al-Aqiqah” [1]. Disyariatkannya kurban sudah merupakan ijma yang disepakati 
kaum muslimin [2]. Namun tentang hukumnya masih diperselisihkan para ulama, 
yang terbagi dalam beberapa pendapat.

Pertama : Wajib Bagi Yang Mampu
Demikian ini pendapat Abu Hanifah dan Malik. Madzhab inipun dinukil dari 
Rabi’ah Al-Ra’yi, Al-Auza’i, Al-Laits bin Sa’ad [3] dan salah satu riwayat dari 
Ahmad bin Hanbal [4]. Pendapat ini dirajihkan oleh Ibnu Taimiyah [5]. Dan 
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata : “Pendapat yang mewajibkan bagi orang yang mampu 
adalah kuat, karena banyaknya dalil yang menujukkan perhatian dan kepedulian 
Allah padanya” [6]

Kedua : Sunnah Atau Sunnah Muakkad Bagi Yang Mampu
Inilah pendapat jumhur ulama [7]. Al-Hafizh Ibnu Hajar menukil pernyataan Ibnu 
Hazm yang mengatakan : “Tidak shahih dari seorangpun dari para sahabat yang 
menyatakan wajibnya. Yang benar, menurut jumhur, kurban itu tidak wajib. Dan 
tidak ada peselisihan, jika ia merupakan salah satu syi’ar agama” [8]

Ketiga : Fardhu Kifayah
Ini merupakan satu pendapat dalam madzhab Syafi’i

Dalil Pendapat Pertama
1. Hadits Al-Bara bin Azib, beiau berkata :

ذَبَحَ أَبُو بُرْدَةَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ 
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبْدِلْهَا قَالَ لَيْسَ عِنْدِي إِلاَّ جَذَ عَةٌ قَالَ 
اجْعَلْهَا مَكَانَهَا وَلَنْ تَجْزِيَ عَنْ أَحَدٍ بَعْدَكَ

“Abu Burdah telah menyembelih kurban sebelum shalat (Ied), lalu Nabi 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya : “Gantilah”, ia menjawab, 
“Saya tidak punya kecuali Jaz’ah”. Maka beliau berkata : “Jadikanlah ia sebagai 
penggantinya, dan hal itu tidak berlaku pada seorangpun setelahmu” [Muttafaq 
Alaih]

Orang yang mewajibkan berhujjah dengan hadits ini. Mereka menyatakan bahwa 
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Abu Burdah untuk 
mengulangi penyembelihannya jika telah melakukannya sebelum shalat. Tentunya, 
hal seperti ini tidak dikatakan, kecuali dalam perkara yang wajib saja.

2. Hadits Jundab bin Abdillah bin Sufyan Al-Bajali beliau berkata : 

قَالَ صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَوْمَ النَّحْرِ ثُمَّ 
خَطَبَ ثُمَّ ذَبَحَ فَقَالَ مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيَذْبَحْ 
أُخْرَى مَكَانَهَا وَمَنْ لَمْ يَذْ بَحْ فَليَذْبَحْ بِاسْمِ اللّهِ

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat pada hari Nahar (‘Ied Al-Adha), 
kemudian berkhutbah lalu menyembelih kurbannya dan bersabda : “Barangsiapa yang 
menyembelih sebelum shalat, maka sembelihlah yang lain sebagai penggantinya. 
Dan barangsiapa yang belum menyembelih maka sembelihlah dengan nama Allah” 
{Muttafaq Alaih]

3. Hadits Anas bin Malik, beliau berkata :

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الًّصَلاَةِ 
فَلْيُعِدْ 

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Barangsiapa yang telah 
menyembelih sebelum shalat, maka ulangi lagi” [Muttafaq Alaih]

4. Hadits Jabir bin Abdillah, beliau berkata :
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami kami shalat di hari Nahar (Iedul 
Adha) di Madinah. Lalu beberapa orang maju dan menyembelih (sembelihannya) 
dalam keadaan menyangka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyembelih. 
Lalu Nabi memerintahkan orang yang menyembelih sebelum Beliau untuk mengulangi 
sembelihan yang lainnya, dan jangan menyembelih sampai Nabi menyembelih” [9]

Hadits-hadits ini jelas menunjukkan kewajiban kurban. Sebab pada hadits-hadits 
tersebut terdapat dua hal yang menunjukkan wajib. Pertama : kata perintah, dan 
Kedua : perintah mengulangi. Tentunya, sesuatu yang bukan wajib, tidak 
diperintahkan untuk mengulanginya.

Ketiga hadits diatas dikomentari Ibnu Hajar dengan pernyataannya : “Orang yang 
mewajibkan kurban berdalil dengan adanya perintah mengulangi penyembelihan. 
Maka hal ini dibantah dengan menyatakan, bahwa yang dimaksud adalah penjelasan 
syarat penyembelihan kurban yang disyariatkan. Ini seperti pernyataan orang 
yang shalat sunnah Dhuha sebelum matahari terbit. Jika matahri sudah terbit, 
maka ulangi shalat kamu” [10]

5. Hadits Abu Hurairah, beliau berkata :

قَالَ رَسُولُ اللّه صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ 
يُضَحِّ فَلاَ يَقرَبَنَّ مُصَلاَّنَا

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang memiliki 
kemampuan (keluasan rizki) dan tidak menyembelih maka jangan dekati tampat 
shalat kami” [11]

Hadits ini jelas menunjukkan ancaman kepada orang yang memiliki kemampuan dan 
enggan menyembelih kurban. 

[assunnah] Kurban Dan Pensyariatannya

2011-10-29 Terurut Topik Abu Abdillah

KURBAN DAN PENSYARIATANNYA
Oleh
Ustadz Kholid Syamhudi
http://almanhaj.or.id/content/2013/slash/0

Hukum Kurban
Kurban merupakan salah satu sembelihan yang disyariatkan sebagai ibadah dan 
amalan mendekatkan diri kepada Allah. Hal inilah yang dinyatakan Ibnul Qayyim 
dalam pernyataannya : “Sembelihan-sembelihan yang menjadi amalan mendekatkan 
diri kepada Allah dan ibadah adalah Al-Hadyu, Al-Adhhiyah (Kurban) dan 
Al-Aqiqah” [1]. Disyariatkannya kurban sudah merupakan ijma yang disepakati 
kaum muslimin [2]. Namun tentang hukumnya masih diperselisihkan para ulama, 
yang terbagi dalam beberapa pendapat.

Pertama : Wajib Bagi Yang Mampu
Demikian ini pendapat Abu Hanifah dan Malik. Madzhab inipun dinukil dari 
Rabi’ah Al-Ra’yi, Al-Auza’i, Al-Laits bin Sa’ad [3] dan salah satu riwayat dari 
Ahmad bin Hanbal [4]. Pendapat ini dirajihkan oleh Ibnu Taimiyah [5]. Dan 
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata : “Pendapat yang mewajibkan bagi orang yang mampu 
adalah kuat, karena banyaknya dalil yang menujukkan perhatian dan kepedulian 
Allah padanya” [6]

Kedua : Sunnah Atau Sunnah Muakkad Bagi Yang Mampu
Inilah pendapat jumhur ulama [7]. Al-Hafizh Ibnu Hajar menukil pernyataan Ibnu 
Hazm yang mengatakan : “Tidak shahih dari seorangpun dari para sahabat yang 
menyatakan wajibnya. Yang benar, menurut jumhur, kurban itu tidak wajib. Dan 
tidak ada peselisihan, jika ia merupakan salah satu syi’ar agama” [8]

Ketiga : Fardhu Kifayah
Ini merupakan satu pendapat dalam madzhab Syafi’i

Dalil Pendapat Pertama
1. Hadits Al-Bara bin Azib, beiau berkata :

ذَبَحَ أَبُو بُرْدَةَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ 
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبْدِلْهَا قَالَ لَيْسَ عِنْدِي إِلاَّ جَذَ عَةٌ قَالَ 
اجْعَلْهَا مَكَانَهَا وَلَنْ تَجْزِيَ عَنْ أَحَدٍ بَعْدَكَ

“Abu Burdah telah menyembelih kurban sebelum shalat (Ied), lalu Nabi 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya : “Gantilah”, ia menjawab, 
“Saya tidak punya kecuali Jaz’ah”. Maka beliau berkata : “Jadikanlah ia sebagai 
penggantinya, dan hal itu tidak berlaku pada seorangpun setelahmu” [Muttafaq 
Alaih]

Orang yang mewajibkan berhujjah dengan hadits ini. Mereka menyatakan bahwa 
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Abu Burdah untuk 
mengulangi penyembelihannya jika telah melakukannya sebelum shalat. Tentunya, 
hal seperti ini tidak dikatakan, kecuali dalam perkara yang wajib saja.

2. Hadits Jundab bin Abdillah bin Sufyan Al-Bajali beliau berkata : 

قَالَ صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَوْمَ النَّحْرِ ثُمَّ 
خَطَبَ ثُمَّ ذَبَحَ فَقَالَ مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيَذْبَحْ 
أُخْرَى مَكَانَهَا وَمَنْ لَمْ يَذْ بَحْ فَليَذْبَحْ بِاسْمِ اللّهِ

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat pada hari Nahar (‘Ied Al-Adha), 
kemudian berkhutbah lalu menyembelih kurbannya dan bersabda : “Barangsiapa yang 
menyembelih sebelum shalat, maka sembelihlah yang lain sebagai penggantinya. 
Dan barangsiapa yang belum menyembelih maka sembelihlah dengan nama Allah” 
{Muttafaq Alaih]

3. Hadits Anas bin Malik, beliau berkata :

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الًّصَلاَةِ 
فَلْيُعِدْ 

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Barangsiapa yang telah 
menyembelih sebelum shalat, maka ulangi lagi” [Muttafaq Alaih]

4. Hadits Jabir bin Abdillah, beliau berkata :
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami kami shalat di hari Nahar (Iedul 
Adha) di Madinah. Lalu beberapa orang maju dan menyembelih (sembelihannya) 
dalam keadaan menyangka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyembelih. 
Lalu Nabi memerintahkan orang yang menyembelih sebelum Beliau untuk mengulangi 
sembelihan yang lainnya, dan jangan menyembelih sampai Nabi menyembelih” [9]

Hadits-hadits ini jelas menunjukkan kewajiban kurban. Sebab pada hadits-hadits 
tersebut terdapat dua hal yang menunjukkan wajib. Pertama : kata perintah, dan 
Kedua : perintah mengulangi. Tentunya, sesuatu yang bukan wajib, tidak 
diperintahkan untuk mengulanginya.

Ketiga hadits diatas dikomentari Ibnu Hajar dengan pernyataannya : “Orang yang 
mewajibkan kurban berdalil dengan adanya perintah mengulangi penyembelihan. 
Maka hal ini dibantah dengan menyatakan, bahwa yang dimaksud adalah penjelasan 
syarat penyembelihan kurban yang disyariatkan. Ini seperti pernyataan orang 
yang shalat sunnah Dhuha sebelum matahari terbit. Jika matahri sudah terbit, 
maka ulangi shalat kamu” [10]

5. Hadits Abu Hurairah, beliau berkata :

قَالَ رَسُولُ اللّه صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ 
يُضَحِّ فَلاَ يَقرَبَنَّ مُصَلاَّنَا

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang memiliki 
kemampuan (keluasan rizki) dan tidak menyembelih maka jangan dekati tampat 
shalat kami” [11]

Hadits ini jelas menunjukkan ancaman kepada orang yang memiliki kemampuan dan 
enggan menyembelih kurban. Tentunya, Rasulullah tidak akan berbuat demikian, 
kecuali menunjukkan bahwa itu hukumnya wajib.

Pendapat yang tidak mewajibkan menyatakan, bahwa 

[assunnah] Kurban Dan Pensyariatannya

2007-11-06 Terurut Topik Abu Harits
KURBAN DAN PENSYARIATANNYA

Oleh
Ustadz Kholid Syamhudi
http://www.almanhaj.or.id/content/2013/slash/0

Hukum Kurban
Kurban merupakan salah satu sembelihan yang disyariatkan sebagai ibadah dan 
amalan mendekatkan diri kepada Allah. Hal inilah yang dinyatakan Ibnul 
Qayyim dalam pernyataannya : “Sembelihan-sembelihan yang menjadi amalan 
mendekatkan diri kepada Allah dan ibadah adalah Al-Hadyu, Al-Adhhiyah 
(Kurban) dan Al-Aqiqah” [1]. Disyariatkannya kuban sudah merupakan ijma yang 
disepakati kaum muslimin [2]. Namun tentang hukumnya masih diperselisihkan 
para ulama, yang terbagi dalam beberapa pendapat.

Pertama : Wajib Bagi Yang Mampu
Demikian ini pendapat Abu Hanifah dan Malik. Madzhab inipun dinukil dari 
Rabi’ah Al-Ra’yi, Al-Auza’i, Al-Laits bin Sa’ad [3] dan salah satu riwayat 
dari Ahmad bin Hanbal [4]. Pendapat ini dirajihkan oleh Ibnu Taimiyah [5]. 
Dan Syaikh Ibnu Utsaimin berkata : “Pendapat yang mewajibkan bagi orang yang 
mampu adalah kuat, karena banyaknya dalil yang menujukkan perhatian dan 
kepedulian Allah padanya” [6]

Kedua : Sunnah Atau Sunnah Muakkad Bagi Yang Mampu
Inilah pendapat jumhur ulama [7]. Al-Hafizh Ibnu Hajar menukil pernyataan 
Ibnu Hazm yang mengatakan : “Tidak shahih dari seorangpun dari para sahabat 
yang menyatakan wajibnya. Yang benar, menurut jumhur, kurban itu tidak 
wajib. Dan tidak ada peselisihan, jika ia merupakan salah satu syi’ar agama” 
[8]

Ketiga : Fardhu Kifayah
Ini merupakan satu pendapat dalam madzhab Syafi’i

Dalil Pendapat Pertama
[1]. Hadits Al-Bara bin Azib, beiau berkata : “Abu Burdah telah menyembelih 
kurban sebelum shalat (Ied), lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata 
kepadanya : “Gantilah”, ia menjawab, “Saya tidak punya kecuali Jaz’ah”. Maka 
beliau berkata : “Jadikanlah ia sebagai penggantinya, dan hal itu tidak 
berlaku pada seorangpun setelahmu” [Muttafaq Alaihi]

Orang yang mewajibkan berhujjah dengan hadits ini. Mereka menyatakan bahwa 
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Abu Burdah untuk 
mengulangi penyembelihannya jika telah melakukannya sebelum shalat. 
Tentunya, hal seperti ini tidak dikatakan, kecuali dalam perkara yang wajib 
saja.

[2]. Hadits Jundab bin Abdillah bin Sufyan Al-Bajali beliau berkata : “ Nabi 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat pada hari Nahar (‘Ied Al-Adha), 
kemudian berkhutbah lalu menyembelih kurbannya dan bersabda : “Barangsiapa 
yang menyembelih sebelum shalat, maka sembelihan yang lain sebagai 
penggantinya. Dan barangsiapa yang belum menyembelih maka sembelihlah dengan 
nama Allah” {Muttafaq Alaih]

[3]. Hadits Anas bin Malik, beliau berkata : “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam berkata : “Barangsiapa yang telah menyembelih sebelum shalat, maka 
ulangi lagi” [Muttafaq Alaih]

[4]. Hadits Jabir bin Abdillah, beliau berkata : “Nabi Shallallahu ‘alaihi 
wa sallam mengimami kami shalat di hari Nahar (Iedul Adha) di Madinah. Lalu 
beberapa orang maju dan menyembelih (sembelihannya) dalam keadaan menyangka 
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyembelih. Lalu Nabi 
memerintahkan orang yang menyembelih sebelum Beliau untuk mengulangi 
sembelihan yang lainnya, dan jangan menyembelih sampai Nabi menyembelih” [9]

Hadits-hadits ini jelas menunjukkan kewajiban kurban. Sebab pada 
hadits-hadits tersebut terdapat dua hal yang menunjukkan wajib. Pertama : 
kata perintah, dan Kedua : perintah mengulangi. Tentunya, sesuatu yang bukan 
wajib, tidak diperintahkan untuk mengulanginya.

Ketiga hadits diatas dikomentari Ibnu Hajar dengan pernyataannya : “Orang 
yang mewajibkan kurban berdalil dengan adanya perintah mengulangi 
penyembelihan. Maka hal ini dibantah dengan menyatakan, bahwa yang dimaksud 
adalah penjelasan syarat penyembelihan kurban yang disyariatkan. Ini seperti 
pernyataan orang yang shalat sunnah Dhuha sebelum matahari terbit. Jika 
matahri sudah terbit, maka ulangi shalat kamu” [10]

[5]. Hadits Abu Hurairah, beliau berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi 
wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang memiliki kemampuan (keluasan rizki) 
dan tidak menyembelih maka jangan dekati tampat shalat kami” [11]

Hadits ini jelas menunjukkan ancaman kepada orang yang memiliki kemampuan 
dan enggan menyembelih kurban. Tentunya, Rasulullah tidak akan berbuat 
demikian, kecuali menunjukkan bahwa itu hukumnya wajib.

Pendapat yang tidak mewajibkan menyatakan, bahwa hadits ini mauquf, sehingga 
tidak dapat dijadikan hujjah dalam perkara ini. Hal ini dijawab oleh Syaikh 
Al-Albani dalam pernyataan beliau : “Hadits ini diriwayatkan secara mauquf 
oleh Ibnu Wahab. Namun ziyadah tsiqah ini diterima. Abu Abdurahman Al- Muqri 
sebagai sangat tsiqah (kredibel)” [12]

Kemudian, pendapat yang tidak mewajibkan menjawab, anggap saja haditsnya 
hasan, namun juga tidak tegas dalam menunjukkan kewajibannya, sebagaimana 
dikatakan Ibnu Hajar : “Yang menjadi dasar yang kuat, yang dipegangi oleh 
pendapat yang mewajibkan, ialah hadits Abu Hurairah ini. Namun 
diperselisihkan apakah marfu atau mauquf? Mauquf