MUNCULNYA NABI PALSU, FENOMENA AKHIR ZAMAN
Oleh
Ustadz Abu Isma’il Muslim Al-Atsari
http://almanhaj.or.id/content/3020/slash/0

Di antara keyakinan di dalam agama islam yang tidak dapat diganggu gugat
adalah bahwa nabi Muhammad bin Abdullah Al-Hasyimi Al-Qurasyi Shallallahu
'alaihi wa sallam adalah utusan Allah kepada seluruh bangsa di dunia, dari
kalangan jin dan manusia. Dan bahwa beliau adalah penutup seluruh para nabi
dan rasul, tidak ada lagi nabi dan rasul setelah beliau. Maka barangsiapa
mengaku sebagai nabi atau rasul, pembawa syari’at baru atau tanpa syari’at
baru, setelah nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, atau membenarkan
pengakuan seseorang sebagai nabi, sesungguhnya ikatan Islam telah lepas dari
dirinya.

Akan tetapi, hikmah Allah telah menetapkan bahwa Dia akan menguji keimanan
hamba-hambanya dengan memunculkan orang-orang yang mengaku sebagai nabi
setelah nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Bagi orang yang
memiliki ilmu warisan dari Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka
peristiwa itu akan menambah keyakinan dan keimanannya terhadap kebenaran
nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan agama yang beliau bawa. Karena memang
fenomena akan munculnya para dajjal (pendusta) yang mengaku sebagai nabi itu
telah diberitahukan oleh beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam di masa
kehidupannya.

Maka di sini, -insya Allah- kami akan membahas seputar masalah ini, agar
kaum muslimin selamat dari kesesatan yang dapat mengeluarkan mereka dari
agamanya ini. Mudah-mudahan Allah membimbing kita semua di atas jalan yang
lurus. Aamiin.

1. Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam utusan Allah kepada seluruh
manusia.
Allah berfirman:

قُلْ يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي
لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ لآ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ يُحْيِ وَيُمِيتُ
فَئَامِنُوا بِاللهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ اْلأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ
بِاللهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Katakanlah: "Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu
semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Ilah
(yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan yang mematikan,
maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman
kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah
dia, supaya kamu mendapat petunjuk. [Al-A'raff : 158]

وَ مَآ أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ كَآفَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ
أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ

Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya
sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi
kebanyakan manusia tiada mengetahui. [Saba :28]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى
النَّاسِ عَامَّةً

Dan semua nabi (sebelumku) diutus hanya kepada kaumnya, sedangkan aku diutus
kepada seluruh manusia. [HSR. Al-Bukhari no: 335; Muslim no: 521; An-Nasai
no: 432, dari Jabir bin Abdullah]

2. Barangsiapa –dari bangsa atau agama apapun juga- telah mendengar dakwah
nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian tidak beriman kepada
agama beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam maka dia akan menjadi penghuni
neraka, kekal di dalamnya, selama-lamanya.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِي
أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ
وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ
النَّارِ

“Demi (Allah) Yang jiwa Muhammad di tangan-Nya! Tidaklah seorangpun dari
umat ini, baik seorang Yahudi atau Nashrani, yang mendengar tentang aku,
kemudian dia mati, dan tidak beriman dengan (agama) yang aku diutus
dengannya, kecuali dia termasuk penghuni neraka.” [HSR. Muslim, no: 240,
dari Abu Hurairah]

3. Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah penutup seluruh para
nabi, tidak ada lagi nabi setelah beliau.
Allah berfirman:

مَّاكَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَكِن رَّسُولَ اللهِ
وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمًا

Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara
kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu. [Al-Ahzaab : 40]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ مَثَلِي وَمَثَلَ الْأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِي كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى
بَيْتًا فَأَحْسَنَهُ وَأَجْمَلَهُ إِلَّا مَوْضِعَ لَبِنَةٍ مِنْ زَاوِيَةٍ
فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ بِهِ وَيَعْجَبُونَ لَهُ وَيَقُولُونَ هَلَّا
وُضِعَتْ هَذِهِ اللَّبِنَةُ قَالَ فَأَنَا اللَّبِنَةُ وَأَنَا خَاتِمُ
النَّبِيِّينَ

Sesungguhnya perumpamaan diriku dan para Nabi lainnya sebelumku, seperti
seorang lelaki yang membangun sebuah rumah. Ia mengerjakannya dengan baik
dan indah, kecuali sebuah batu bangunan di pojoknya. Manusia-pun lantas
mengelilinginya dan mengaguminya, dan mereka berkomentar: “Kenapa tidak
diletakkan sebuah batu bangunan di tempat ini?”.
Beliau bersabda: “Akulah batu bangunan itu. Dan akulah penutup para Nabi”.
[HSR. Al-Bukhari no: 3535; Muslim no: 2286, dan lainya, dari Abu Hurairah]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:

أَنَا مُحَمَّدٌ وَأَنَا أَحْمَدُ وَأَنَا الْمَاحِي الَّذِي يُمْحَى بِيَ
الْكُفْرُ وَأَنَا الْحَاشِرُ الَّذِي يُحْشَرُ النَّاسُ عَلَى عَقِبِي وَأَنَا
الْعَاقِبُ وَالْعَاقِبُ الَّذِي لَيْسَ بَعْدَهُ نَبِيٌّ

“(Saya memiliki empat nama:) Saya Muhammad (yang terpuji). Saya Ahmad (yang
banyak memuji atau dipuji). Saya Al-Mahi (penghapus), dimana dengan
perantaraanku Allah menghapus kekufuran. Saya Al-Hasyir (Pengumpul), yang
mana manusia nanti akan dikumpulkan dihadapanku. Saya juga bernama Al-‘Aqib
(yang belakangan) yaitu yang tak ada Nabi lagi yang datang sesudahku”. [HSR.
Al-Bukhari no: 3532; Muslim no: 2354, dan lainya, dari Jubair bin Muth’im.
Lafazh ini pada riwayat Muslim, kalimat dalam kurung pada riwayat Bukhari]

Dalam hadits lain diriwayatkan:

عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ إِلَى تَبُوكَ وَاسْتَخْلَفَ عَلِيًّا فَقَالَ
أَتُخَلِّفُنِي فِي الصِّبْيَانِ وَالنِّسَاءِ قَالَ أَلَا تَرْضَى أَنْ
تَكُونَ مِنِّي بِمَنْزِلَةِ هَارُونَ مِنْ مُوسَى إِلَّا أَنَّهُ لَيْسَ
نَبِيٌّ بَعْدِي

Dari Mush’ab bin Sa’d dari bapaknya, bahwa Rasululah Shallallahu 'alaihi wa
sallam keluar menuju Tabuk, dan menjadikan Ali sebagai pengganti beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam (memimpin kota Madinah). Lalu Ali berkata:
“Apakah anda menjadikan aku sebagai pengganti(mu) mengurusi anak-anak kecil
dan para wanita?”. Rasululah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:
“Tidakkah engkau ridha jika kedudukanmu dariku sebagaimana kedudukan Harun
dari Musa, tetapi sesungguhnya tidak ada nabi setelah aku.” [HR. Bukhari,
kitab: Al-Maghazi, no:4416; Muslim, no:2404, lafazhnya bagi imam Bukhari]

Lihatlah betapa indahnya ungkapan Rasululah Shallallahu 'alaihi wa sallam
kepada Ali bin Abi Thalib, hal itu sekaligus menutup keyakinan adanya nabi
ummati atau nabi tanpa syari’at setelah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam [1], sebagaimana nabi Harun adalah nabi yang syari’atnya mengikutri
nabi Musa ‘alaihimassalam.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ
نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ
فَيَكْثُرُونَ

Dahulu Bani Israil dipimpin oleh para nabi, setiap seorang nabi wafat, dia
diganti oleh nabi yang lain. Dan sesungguhnya tidak ada nabi setelah aku,
tetapi akan ada para khalifah, dan jumlah mereka banyak. [HR. Bukhari,
kitab: Ahadits al-Ambiya’, no:3455; Muslim, no:44/1842, dari Abu Hurairah]

Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah berkata: “Sesungguhnya beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah penutup para Nabi, pemimpin orang-orang
yang bertakwa, dan penghulu para rasul”. Beliau juga berkata: “Segala
pengakuan Nabi sesudah baliau adalah kesesatan dan (mengikuti) hawa nafsu”.

Imam Ibnu Abil ‘Izzi Al-Hanafi rahimahullah berkata: “Ketika terbukti bahwa
beliau adalah penutup para Nabi, maka dapat diketahui bahwa siapapun yang
mengaku Nabi sesudahnya adalah pendusta”.

4. Wahyu Telah Terputus.
Ketika kenabian telah ditutup dengan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa
sallam, maka dengan wafatnya beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, wahyu
telah terputus dari langit.

Rasulullah Shallallahu 'alihi wa sallam bersabda:

لَمْ يَبْقَ مِنَ النُّبُوَّةِ إِلَّا الْمُبَشِّرَاتُ قَالُوا وَمَا
الْمُبَشِّرَاتُ قَالَ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ

Tidak tersisa dari kenabian kecuali al-mubasysyirat (perkara-perkara yang
memberikan berita gembira). Para sahabat bertanya: “Apakah al-mubasysyirat
itu?”, beliau menjawab: “Mimpi yang baik”. [R. Bukhari, kitab: Ta’bir,
no:6990, dari Abu Hurairah]

Hadits ini dengan nyata menunjukkan bahwa wahyu tidak tersisa lagi setelah
beliau wafat, karena adanya kenabian itu dengan wahyu.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:

إِنَّ الرِّسَالَةَ وَالنُّبُوَّةَ قَدِ انْقَطَعَتْ فَلَا رَسُولَ بَعْدِي
وَلَا نَبِيَّ قَالَ فَشَقَّ ذَلِكَ عَلَى النَّاسِ فَقَالَ لَكِنِ
الْمُبَشِّرَاتُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْمُبَشِّرَاتُ قَالَ
رُؤْيَا الْمُسْلِمِ وَهِيَ جُزْءٌ مِنْ أَجْزَاءِ النُّبُوَّةِ

Sesungguhnya kerasulan dan kenabian telah terputus, maka tidak ada Rasul dan
tidak ada nabi setelah aku. Maka hal itu terasa berat bagi para sahabat.
Lalu beliau bersabda: “Kecuali al-mubasysyirat (perkara-perkara yang
memberikan berita gembira). Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah
al-mubasysyirat itu?”, beliau menjawab: “Mimpi seorang muslim, hal itu satu
bagian dari bagian-bagian kenabian”. [HR. Ahmad III/267; Tirmidzi no: 2272,
dan Al-Hakim, dari Anas bin Malik. Dishahihkan oleh Al-Albani di dalam
Irwaul Ghalil no:2473 dan Shahih Al-Jami’ush Shaghir no:1631]

Dan hal itu adalah perkara yang telah maklum bagi para sahabat Radhiyallahu
'anhum, sebagaimana hadits di bawah ini:

عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ بَعْدَ وَفَاةِ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِعُمَرَ انْطَلِقْ بِنَا
إِلَى أُمِّ أَيْمَنَ نَزُورُهَا كَمَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزُورُهَا فَلَمَّا انْتَهَيْنَا إِلَيْهَا بَكَتْ
فَقَالَا لَهَا مَا يُبْكِيكِ مَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ لِرَسُولِهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ مَا أَبْكِي أَنْ لَا أَكُونَ أَعْلَمُ
أَنَّ مَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ لِرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَلَكِنْ أَبْكِي أَنَّ الْوَحْيَ قَدِ انْقَطَعَ مِنَ السَّمَاءِ
فَهَيَّجَتْهُمَا عَلَى الْبُكَاءِ فَجَعَلَا يَبْكِيَانِ مَعَهَا

Dari Anas, dia berkata: Setelah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
wafat, Abu Bakar pernah berkata kepada Umar: “Marilah kita pergi mengunjungi
Ummu Aiman, sebagaimana dahulu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
mengunjunginya”. Tatkala kami sampai kepadanya, Ummu Aiman menangis. Maka
keduanya berkata kepadanya: “Apa yang menjadikanmu menangis, sedangkan apa
yang ada di sisi Allah lebih baik bagi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam“. Kemudian Ummu Aiman menjawab: “Aku menangis, bukan karena aku tidak
tahu bahwa apa yang ada di sisi Allah lebih baik bagi Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam, tetapi aku menangis karena wahyu telah terputus dari
langit”. Maka Ummu Aiman menggerakkan Abu Bakar dan Umar untuk menangis,
sehingga keduanya menangis bersama Ummu Aiman. [HSR. Muslim, kitab: Fadhail
ash-Shahabat]

Yang dimaksud wahyu di sini adalah arti secara istilah agama, bukan arti
atau secara bahasa. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata di dalam Fathul Bari (I/9):
“Wahyu secara bahasa artinya memberitahukan secara rahasia/tersembunyi. Juga
bisa berarti tulisan; sesuatu yang ditulis; mengutus; ilham; perintah;
isyarat; dan menjadikan berbunyi sedikit demi sedikit. Juga dikatakan: asal
artinya adalah memahamkan, dan apa saja yang engkau pakai untuk menjelaskan
dinamakan wahyu, baik berupa: perkataan, tulisan, surat, atau isyarat.
Sedangkan arti wahyu menurut istilah agama adalah: memberi-tahukan dengan
agama”.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullh berkata: “Nabi Allah adalah orang
yang diberi berita oleh Allah. Maka apa saja yang Allah beritakan itu adalah
haq (benar dan bermanfa’at), sidhq (benar, sesuai dengan kenyataan), tidak
ada kedustaan, atau kekeliruan, atau sengaja (dusta)”.

Beliau juga berkata: “Dan tidaklah setiap yang diberi wahyu yang umum [2]
menjadi nabi, karena selain manusiapun terkadang diberi wahyu [3]. Allah Ta’ala
berfirman:

وَأَوْحَى رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا
وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ

Dan Rabbmu mewahyukan (maksudnya: memerintahkan) kepada lebah: "Buatlah
sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang
dibikin manusia". [An-Nahl : 68]

Allah Ta’ala juga berfirman:

وَأَوْحَيْنَآ إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ

Dan Kami wahyukan (maksudnya: ilhamkan) kepada ibu Musa: "Susuilah dia...”
[Al-Qashas : 7]

وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَن يُكَلِّمَهُ اللهُ إِلاَّ وَحْيًا

Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia
kecuali dengan perantaraan wahyu (maksudnya: ilham atau yang semaknanya)
[ASy-Syuura : 51]

Perkataan wahyu pada ayat ini mencakup wahyu (kepada) para nabi dan kepada
selain nabi, seperti muhaddats, orang yang mendapatkan ilham. Sebagaimana
tersebut di dalam Shahihain (Shahih Al-Bukhari dan Muslim) dari Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:

قَدْ كَانَ فِي الْأُمَمِ قَبْلَكُمْ مُحَدَّثُوْنَ فَإِنْ يَكُنْ فِي أُمَّتِي
أَحَدٌ فَعُمَرُ مِنْهُمْ

Sesungguhnya pada umat-umat dahulu sebelum kamu ada muhaddatsun (orang-orang
yang diberi pembicaraan oleh Allah, padahal mereka bukan nabi), jika ada
seseorang di kalangan umatku, maka Umar termasuk mereka.[4]

Ubadah bin Ash-Shamit berkata: “Mimpi seorang mukmin merupakan perkataan
Allah yang Dia berkata-kata dengannya (mimpi tersebut) kepada hamba-Nya di
dalam tidurnya”.

Maka mereka itu, yaitu muhaddatsun (orang-orang yang diberi pembicaraan oleh
Allah), orang-orang yang mendapatkan ilham, orang-orang yang mendapatkan
pembicaraan Allah, Allah memberikan wahyu [5] kepada mereka dengan
pembicaraan tersebut, yang hal itu merupakan perkataan, dan ilham. Mereka
itu bukanlah nabi, mereka tidaklah maksum (terbebas dari kesalahan), dan
mereka tidaklah selalu benar di dalam setiap yang mereka dapatkan. Karena
sesungguhnya syaithan dapat memberikan bisikan kepada mereka dengan
perkara-perkara yang bukan merupakan wahyu Allah, tetapi dari wahyu
(bisikan) syaithan. Dan untuk membedakan hal itu hanyalah dengan apa yang
dibawa oleh para nabi. Karena sesungguhnya para nabi itu dapat membedakan
antara wahyu Allah dengan wahyu (bisikan) syaithan. Karena syaithan
merupakan musuh mereka, dan syaithan memberikan wahyu (bisikan) yang berbeda
dengan wahyu (Allah) yang diterima para nabi. Allah Ta’ala berfirman:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ اْلإِنْسِ
وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ
شَآءَ رَبُّكَ مَافَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَايَفْتَرُونَ

Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu
syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka
memberikan wahyu (membisikkan) kepada sebahagian yang lain
perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Rabbmu
menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkan mereka dan
apa yang mereka ada-adakan. [ASy-Syu'araa : 112]

Allah Ta’ala juga berfirman:

وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَآئِهِمْ
لِيُجَادِلُوكُمْ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ

Sesungguhnya syaitan itu memberikan wahyu (membisikkan) kepada
kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka,
sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. [Al-An'aam :
121] [6]

Ringkasnya bahwa wahyu menurut istilah agama adalah: pemberitahuan secara
rahasia (bisikan) dari Allah kepada nabiNya, yang berupa syara’ (agama;
peraturan; sesuatu yang harus diyakini beritanya dan ditaati perntahnya
serta dijauhi larangannya), yang pasti kebenarannya.

Wahyu ini khusus diberikan oleh Allah kepada nabiNya, dan dengan wafatnya
nabi dan rasul terakhir, nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka
terputuslah berita dari langit tersebut.

5. Munculnya Nabi-Nabi Palsu.
Termasuk kesempurnaan agama Islam ini adalah bahwa tidak ada satu
kebaikanpun yang dapat mendekatkan ke sorga, dan menjauhkan dari neraka,
kecuali telah diperintahkan atau dianjurkan kepada umat.

Demikian pula tidak ada satu keburukkan-pun yang dapat menjauhkan dari
sorga, dan mendekatkan ke neraka, kecuali umat telah dilarang atau
diperingatkan darinya.

Dan termasuk keburukan tersebut adalah akan munculnya para pembohong yang
mengaku sebagai nabi, hal itu termasuk tanda-tanda kecil hari kiamat,
sebagaimana telah diberitakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُبْعَثَ دَجَّالُونَ كَذَّابُونَ قَرِيبًا مِنْ
ثَلَاثِينَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ

“Tidak akan datang hari kiamat sehingga dibangkitkan pembohong – pembohong
besar yang jumlahnya mendekati tigapuluh orang, masing – masing mengaku
sebagai utusan Allah.” [HSR. Bukhari, Kitab Al-Manaqib, Bab:
‘Alamatan-Nubuwwah; Muslim, Kitab Al-Fitan wa Asyroth As-Sa’ah, dari Abu
Hurairah]

Dalam hadits yang lain Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَلْحَقَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِي
بِالْمُشْرِكِينَ وَحَتَّى يَعْبُدُوا الْأَوْثَانَ وَإِنَّهُ سَيَكُونُ فِي
أُمَّتِي ثَلَاثُونَ كَذَّابُونَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ وَأَنَا
خَاتَمُ النَّبِيِّينَ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي

“Tidak akan datang kiamat sehingga beberapa qabilah dari umatku bergabung
dengan orang-orang musyrik dan sehingga mereka menyembah berhala-berhala.
Dan sesungguhnya akan ada di kalangan umatku ini tiga puluh orang pembohong
besar yang masing-masing mengaku sebagai nabi, padahal aku adalah penutup
para nabi, tidak ada nabi sama sekali sesudahku.” [HR. Abu Dawud dan
Tirmidzi dari Tsauban, dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani di dalam Shahih
Al-Jami’ush Shaghir no: 7295]

Al-Hafizh Ibnu hajar Al-‘Asqalani rahimahullah mengomentari tentang jumlah
tiga puluh nabi palsu tersebut dengan perkataannya: “(Jumlah 30) yang
dimaksudkan di dalam hadits tersebut bukanlah untuk semua orang yang mengaku
sebagai nabi secara mutlak. Karena jumlah mereka sebenarnya tak terbatas;
tetapi yang dimaksud dengan jumlah dalam hadist tersebut ialah untuk orang
yang mengaku menjadi nabi dan memiliki kekuasaan, serta menimbulkan syubhat
(kesamaran)”. [7]

6. Kenyataan Membuktikan Kebenaran:
Kemudian sejarah telah mencatat nama-nama pendusta yang telah disabdakan
oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas, di antara mereka yang
telah muncul ialah:[8]

1.Musailamah Al-Kadzdzab. Dia berasal ldari kota Yamamah, dan mengaku
menjadi nabi pada akhir zaman Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Lantas beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuratinya dan menamainya
Musailamah Al-Kadzdzab. Orang ini memiliki banyak pengikut, dan bahaya yang
ditimbulkannya terhadap kaum muslimin cukup besar, hingga ia dihabisi
riwayatnya oleh para sahabat pada masa pemerintahan Abu-Bakar Ash-Shiddiq
Radhiyallahu 'anhu dalam perang Yamamah.

2. Di Yaman muncul pula Al-Aswad Al-‘Ansi yang mengaku sebagai nabi, lalu
dibunuh pula oleh para sahabat sebelum wafatnya Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam.

3. Dan muncul pula Sajah At-Tamimiyah, seorang wanita yang mengaku sebagai
nabi, dan dia dikawini oleh Musailamah. Konon Sajah ini kemudian bertobat.

4. Demikian pula Thulaihah bin Khuwailid As-Asadi. Dia muncul di zaman
khalifah Abu Bakar, namun lalu ia bertobat dan meninggal di dalam agama
Islam, di zaman khalifah Umar bin Al-Khaththab, menurut pendapat yang benar.

5. Lalu muncul pula Al-Mukhtar bin Abi Ubaid Ats-Tsaqafi yang menampakkan
cintanya kepada ahlul-bait (keluarga rumah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam), serta menuntut balas atas kematian Husein bin Ali Radhiyallahu
'anhuma. Pengikutnya banyak sekali, bahkan dapat mendominasi kota Kufah pada
permulaan pemerintahan Ibnu Zubair. Kemudian ia diperdayakan oleh syaitan,
sehingga ia mengaku menjadi nabi dan mengaku malaikat Jibril turun
kepadanya. Di dalam Sunan Abu Daud, sesudah meriwayatkan hadits mengenai
pembohong-pembohong besar itu, Ibrahim An-Nakha’i bertanya kepada Ubaidah
As-Salmani: [9]. “Apakah engkau menganggap Mukhtar ini termasuk mereka
(pembohong – pembohong besar itu)?”. Ubaidah menjawab: “Ketahuilah, ia
termasuk tokohnya.” [Aunul Ma’bud Syarh Abi Dawud XI: 486]

6. Dan diantaranya lagi adalah Al-Harits Al-Kadzdzab yang muncul pada masa
pemerintahan Abdul Malik bin Marwan, lalu dia di bunuh. Dan pada
pemerintahan Bani Abbas juga muncul sejumlah pembohong.

7. Termasuk para pendusta tersebut adalah Mirza Ghulam Ahmad Al-Qadiyani
dari India. Dia dilahirkan th 1839 M atau 1840 M di Qadiyan, India. Ia
mengaku sebagai nabi, dan sebagai Al-Masih yang ditunggu. Ia juga mengatakan
bahwa Isa tidak hidup di langit, serta lain – lain pengakuan dan ajaran
batilnya. Para ulama telah membantah pendapatnya dan ajarannya-ajarannya,
dan mereka menyatakan bahwa dia termasuk salah seorang pembohong besar. Para
pengikut Qadiyaniyah ini (mereka sering menyebut sebagai Ahmadiyah) tersebar
di Eropa, Amerika, Afrika, Asia, dan lainnya. Termasuk di Bogor, Semarang
dan lainnya di Indonesia.

Pendusta ini memulai pengakuannya dengan sedikit demi sedikit. Mula-mula dia
mengaku mendapatkan ilham, lalu mengaku sebagai mujaddid (pembaharu agama),
lalu mengaku serupa dengan nabi Isa, lalu mengaku sebagai nabi Isa yang
dijanjikan akan turun di akhir zaman, lalu pada th 1901 M mengaku sebagai
nabi yang sempurna kenabiannya, lalu pada th 1904 M mengaku sebagai Kresna.
Sedangkan Kresna adalah salah satu tuhan yang disembah orang-orang Hindu.

DR. Nashir bin Abdullah Al-Qifari dan DR. Nashir bin Abdul Karim Al-‘Aql
berkata di dalam buku keduanya: “Sebagaimana telah lewat, bahwa Mirza Ghulam
Ahmad memulai pengakuannya dengan sedikit demi sedikit. Oleh karena inilah
orang-orang Qadiyaniyah sering mengelabui sebagian kaum muslimin dengan
perkataan-perkataan lama Mirza Ghulam Ahmad sebelum pengakuannya sebagai
nabi, karena barangsiapa mengaku sebagai nabi, dia menjadi kafir. Mereka
berusaha menutupi pengakuan-pengakuannya yang baru, yang dia mengaku sebagai
nabi, dengan teks-teks yang lama tersebut. Dan sebagian penulis telah
tertipu dengan hal ini.” [Al-Mujaz Fil Adyan Wal Madzahib Al-Mu’ashirah,
hal:151]

Akhir riwayat nabi palsu tersebut adalah ketika pada th 1907 M, dia
menantang mubahalah [10] salah seorang alim salafi terkenal di India yang
bernama Syeikh Tsanaullah Al-Amiritsari, yang membongkar kekafiran pendusta
ini. Pada 5 April 1907 Mirza membuat tulisan yang berisi permohonan dan doa
kepada Allah, agar mematikan si pendusta di antara keduanya, semasa salah
satunya masih hidup, dan agar Allah menimpakan penyakit semacam wabah yang
membawa kematiannya. Maka Allahpun menampakkan al-haq dan membongkar
kedustaan itu. Setelah 13 bulan dan 10 hari datanglah apa yang dimohon oleh
pendusta tersebut, dan dia mampus dengan penyakit wabah pada tgl 26 Mei 1908
M. Adapaun Syeikh Tsanaullah masih hidup 40 th setelah kematian pendusta
tersebut. Beliau wafat pada tgl 15 Maret 1948. [Al-Mujaz Fil Adyan Wal
Madzahib Al-Mu’ashirah, hal:148]

Pembohong – pembohong itu akan senantiasa muncul satu persatu hingga muncul
yang terakhir, yang buta sebelah matanya, Dajjal. Imam Ahmad meriwayatkan
dari Samurah bin Jundub Radhiyallahu 'anhu pada waktu khutbahnya pada waktu
terjadi gerhana matahari yang terjadi pada zamannya, Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda :

وَإِنَّهُ وَاللَّهِ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَخْرُجَ ثَلَاثُونَ
كَذَّابًا آخِرُهُمُ الْأَعْوَرُ الدَّجَّالُ

Demi Allah, tidak akan datang kiamat sehingga muncul tigapuluh orang
pembohong besar, dan yang terakhir dari mereka adalah (dajjal) yang buta
sebelah matanya, sang pembohong besar.” [HR. Ahmad, dari Samurah bin Jundub]

Dan di antara pembohong-pembohong besar itu terdapat empat orang wanita.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Hudzaifah z bahwa Nabi n barsabda:

فِي أُمَّتِي كَذَّابُونَ وَدَجَّالُونَ سَبْعَةٌ وَعِشْرُونَ مِنْهُمْ
أَرْبَعُ نِسْوَةٍ وَإِنِّي خَاتَمُ النَّبِيِّينَ لَا نَبِيَّ بَعْدِي

“Akan muncul dikalangan umatku pembohong-pembohong besar sebanyak duapuluh
tujuh orang, empat orang diantaranya adalah wanita. Sedangkan saya adalah
penutup para nabi,tidak ada lagi nabi sesudahku.” [11]

7. Membantah Syubhat:
1. Sebagian orang berkata: “Memang sudah tidak ada nabi lagi setelah nabi
Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, tetapi yang dimaksudkan adalah nabi
pembawa syari’at, sedangkan nabi ummati/nabi pengikut maka masih ada”.

Jawab:
Perkataan ini terbantahkan dengan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam yang umum (Lihat pembahasan ke 3: Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi
wa sallam adalah penutup seluruh para nabi, tidak ada lagi nabi setelah
beliau, dan ke 4: Wahyu sudah terputus), bahwa tidak ada nabi sesudah
beliau, baik nabi pembawa syari’at atau bukan. Karena wahyu dari langit
sudah terputus, sedangkan adanya nabi itu jika mendapatkan wahyu dari Allah.

Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Ali bin Abi Thalib
sebagaimana telah disebutkan di atas memperjelas hal itu.

2. Sebagian orang berkata: “Yang mendapatkan wahyu bukan hanya para nabi,
seperti ibu nabi Musa, Maryam binti Imran. Maka setelah nabi Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam wafat bisa jadi ada orang yang mendapatkan
wahyu”.

Jawab:
Kesesatan ini muncul karena tidak membedakan arti wahyu menurut bahasa arab
dan arti wahyu menurut istilah agama/syara’, lihat penjelasannya di
pembahasan di atas. Karena wahyu yang diterima oleh ibu nabi Musa, Maryam
binti Imran, dan lainnya, itu adalah ilham, atau wahyu (pemberitahuan secara
rahasia) tetapi bukan wahyu syari’at.

3. Sebagian orang berkata: “Kalau Allah tidak mengutus nabi lagi, berarti
Allah kehilangan sifat berbicara”.

Jawab:
Masya Allah, perkataan ini tidak keluar kecuali dari orang yang jahil
terhadap sifat berbicara bagi Allah, sebagaimana keyakinan Ahlus Sunnah Wal
jama’ah. Karena sesungguhnya sifat berbicara bagi Allah adalah sifat
dzitiyyah dilihat dari jenisnya, yaitu sifat yang selalu ada pada Allah,
tidak pernah lepas dariNya. Dan sifat itu juga sifat fi’liyyah, yaitu sifat
yang dilakukan sesuai dengan kehendak-Nya. Maka Allah berbicara kepada siapa
saja yang Dia kehendaki dari kalangan makhlukNya, baik malaikat, manusia
atau lainnya. Dan dengan cara yang Dia kehendaki. Bukan harus berupa wahyu
kepada nabi, karena Dia sudah memberitakan bahwa nabi Muhammad Shallallahu
'alaihi wa sallam adalah penutup seluruh para nabi, sehingga tidak ada nabi
setelah beliau.

8. Peringatan:
Maka setelah kita mengetahui hal ini, masihkah kita tertipu dengan dakwaan
para pendusta yang mengaku mendapat ilmu/ berita/ wahyu/ wangsit dari Allah.
Seperti pengakuan Lia Aminuddin, atau para pendiri aliran kepercayaan,
semacam: Sumarah, Subud, Sapto Darmo, Bratakesawa, Pangestu, Pransuh, Adam
Makrifat, dan aliran-aliran sesat lainnya yang tersebar di nusantara ini.
Wahai Allah tunjukkanlah al-haq kepada kami sebagai al-haq sehingga kami
dapat mengikutinya. Dan tunjukkanlah kebatilan kepada kami sebagai kebatilan
sehingga kami dapat menjauhinya. Amiin.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun VIII/1425H/2004M Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]


------------------------------------

Website anda http://www.almanhaj.or.id
Berhenti berlangganan: assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/aturanmilis/
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    assunnah-dig...@yahoogroups.com 
    assunnah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke