Re: [assunnah] Penentuan 1 Syawal dengan Cara Hisab Tidak Sesuai Sunnah Rasulullah

2006-10-21 Terurut Topik Saipah Gathers
Assalamu'alaykum Warohmatullahi wabarokaatuh,
  Memang yg benar adalah metode Hilal(Rukyat) bukan hisab(astronomical 
calculation)
  Tapi sayang nya sebagian belahan dunia menganut metode hisab,waktu dulu 
mementukan Ramadhan pun begitu,informasi yg beredar di amerika ,Saudi pun 
menggunakan metode hisab,makanya puasanya hari Sabtu,krn Jum'at malam
  sudah masuk bulan baru dikarenakan posisi bulan sudah di bawah 15 degree
  (sha'ban komplit 29 hari),di amerika pun mayoritas ikut astronomical 
calculation,
  jadi hari Senin(Oct-23) EID nya. Kalo kita lihat dari moonsighting.com, web yg
  menentukan bulan baru berdasarkan astronomical calculation.
  Sunday Oct-22, bulan sabit(hilal) hanya bisa dilihat di daerah 
Polynesia,sebelah
  timurnya Irian,tidak di bagian Asia Tengah,Eropa atau North America,maka kalo
  kita ikutin secara Rukyat (melihat hilal dengan mata) seharusnya bagian Asia,
  Europe dan NA itu EID nya hari Selasa,krn hilal kemungkinan akan nampak
  pada hari Senin Petang(Oct-23).
  Kemungkinan besar Minggu Petang, di wilayah Indonesia,India atau pun Saudi
  Arabia,tidak akan ada hilal,ini menurut informasi dari para ahli astronom.
   
  Salam
  Saipah
  

baling-baling bambu <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  Berdasarkan hasil telaah hadits-hadits shahih beserta sumber lainnya,
dapat disimpulkan bahwa penentuan awal atau akhir Ramadhan dengan
menggunakan metoda hisab semata adalah TIDAK SESUAI dengan sunnah
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Atau, bisa juga dikatakan
bahwa penggunaan metoda hisab untuk menentukan awal/akhir Ramadhan
merupakan ijtihad yang tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Hadits
shahih yang menjelaskan hal ini sangat banyak dan saling menguatkan,
bahkan ada yang menjadi syahid/tabi' antara satu dengan lainnya. Salah
satu hadits tsb adalah:

Hadits dari Abi Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Berpuasalah kalian karena
melihatnya (hilal bulan Ramadhan) dan berbukalah karena melihatnya
(hilal bulan Syawal). Jika (penglihatan) kalian terhalang awan, maka
sempurnakanlah Sya'ban tiga puluh hari." (HSR. Bukhari 4/106, dan
Muslim 1081)

atau,

Hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma: Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian mendahului bulan Ramadhan
dengan puasa satu atau dua hari kecuali seseorang diantara kalian yang
biasa berpuasa (sunnat) pada waktu itu. Dan janganlah kalian berbuka
sampai melihatnya (hilal Syawal). Jika ia (hilal) terhalang awan, maka
sempurnakanlah bilangan tiga puluh hari, kemudian berbukalah (Idul
Fitri) dan satu bulan itu 29 hari." (HR. Abu Dawud 2327, An-Nasa'I
1/302, At-Tirmidzi 1/133, Al-Hakim 1/425, dan di-Shahih-kan sanadnya
oleh Al-Hakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabi)

***

Jika pengguna metoda hisab berpendapat bahwa mereka berhenti berpuasa
(u/ berlebaran) karena melihat orang-orang di Mekkah bertakbir dan
shalat 'id, maka alasan ini juga kurang bisa diterima. Sebab,
penentuan awal/akhir bulan -- sebagaimana penentuan waktu shalat lima
waktu -- sifatnya lokal dan tidak bisa disatukan dlm 1 standar global
(satu dunia ditetapkan satu hari tertentu). Perhatikan pula hadits
berikut:

"Kuraib mengabarkan bahwa Ummu Fadhl binti al-Harits mengutusnya
kepada Mu'awiyah di Syam. Kuraib berkata: 'Aku sampai di Syam kemudian
aku memenuhi keperluannya dan diumumkan tentang hilal Ramadhan,
sedangkan aku masih berada di Syam. Kami melihat hilal pada malam
Jum'at. Kemudian aku tiba di Madinah pada akhir bulan. Maka Ibnu Abbas
bertanya kepadaku -- kemudian dia sebutkan tentang hilal: 'Kapan kamu
melihat Hilal?' Aku pun menjawab: 'Aku melihatnya pada malam Jum'at.
Beliau bertanya lagi: 'Engkau melihatnya pada malam Jum'at?' Aku
menjawab: 'Ya, orang-orang melihatnya dan mereka pun berpuasa, begitu
pula Mu'awiyah.' Dia berkata: 'Kami melihatnya pada malam Sabtu, kami
akan berpuasa menyempurnakan tiga puluh hari atau kami melihatnya
(hilal). 'Aku bertanya: 'Tidak cukupkah bagimu ru'yah dan puasanya
Mu'awiyah ?' Beliau menjawab: 'Tidak cukup! Begitulah Rasulullah
memerintahkan kami.'" (HR. Muslim 1087, at-Tirmidzi 647 dan Abu Dawud
1021. Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi dishahihkan oleh al-Albani dalam
Shahih Sunan at-Tirmidzi 1/213)

Lalu, jika mereka mengatakan bahwa metoda hisab dulunya dilarang
lantaran kurangnya penguasaan para Shahabat radhiyallahu 'anhum
terhadap ilmu falaq, sedangkan sekarang kemajuan teknologi sdh
demikian tinggi, maka tanyakanlah kepada mereka: Bisakah seluruh
permukaan bumi ini digambarkan secara eksak dengan rumus matematis?
Jika tidak bisa, hendaknya mereka kembali kepada Sunnah Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam.

Kesimpulan:

1) Penentuan akhir/awal bulan hijriyah (termasuk penentuan tgl 1
Syawal) yang disyari'atkan adalah dengan menggunakan metoda ru'yah
(melihat hilal) terlebih dahulu
2) Tanpa mengurangi rasa hormat kepada penganut metoda hisab,
penentuan awal/akhir bulan hijriyah dengan hanya menggunakan metoda
hisab jelas tidak sesuai den

[assunnah] Penentuan 1 Syawal dengan Cara Hisab Tidak Sesuai Sunnah Rasulullah

2006-10-20 Terurut Topik baling-baling bambu
Berdasarkan hasil telaah hadits-hadits shahih beserta sumber lainnya,
dapat disimpulkan bahwa penentuan awal atau akhir Ramadhan dengan
menggunakan metoda hisab semata adalah TIDAK SESUAI dengan sunnah
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Atau, bisa juga dikatakan
bahwa penggunaan metoda hisab untuk menentukan awal/akhir Ramadhan
merupakan ijtihad yang tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Hadits
shahih yang menjelaskan hal ini sangat banyak dan saling menguatkan,
bahkan ada yang menjadi syahid/tabi' antara satu dengan lainnya. Salah
satu hadits tsb adalah:

Hadits dari Abi Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Berpuasalah kalian karena
melihatnya (hilal bulan Ramadhan) dan berbukalah karena melihatnya
(hilal bulan Syawal). Jika (penglihatan) kalian terhalang awan, maka
sempurnakanlah Sya'ban tiga puluh hari." (HSR. Bukhari 4/106, dan
Muslim 1081)

atau,

Hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma: Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian mendahului bulan Ramadhan
dengan puasa satu atau dua hari kecuali seseorang diantara kalian yang
biasa berpuasa (sunnat) pada waktu itu. Dan janganlah kalian berbuka
sampai melihatnya (hilal Syawal). Jika ia (hilal) terhalang awan, maka
sempurnakanlah bilangan tiga puluh hari, kemudian berbukalah (Idul
Fitri) dan satu bulan itu 29 hari." (HR. Abu Dawud 2327, An-Nasa'I
1/302, At-Tirmidzi 1/133, Al-Hakim 1/425, dan di-Shahih-kan sanadnya
oleh Al-Hakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabi)

***

Jika pengguna metoda hisab berpendapat bahwa mereka berhenti berpuasa
(u/ berlebaran) karena melihat orang-orang di Mekkah bertakbir dan
shalat 'id, maka alasan ini juga kurang bisa diterima. Sebab,
penentuan awal/akhir bulan -- sebagaimana penentuan waktu shalat lima
waktu -- sifatnya lokal dan tidak bisa disatukan dlm 1 standar global
(satu dunia ditetapkan satu hari tertentu). Perhatikan pula hadits
berikut:

"Kuraib mengabarkan bahwa Ummu Fadhl binti al-Harits mengutusnya
kepada Mu'awiyah di Syam. Kuraib berkata: 'Aku sampai di Syam kemudian
aku memenuhi keperluannya dan diumumkan tentang hilal Ramadhan,
sedangkan aku masih berada di Syam. Kami melihat hilal pada malam
Jum'at. Kemudian aku tiba di Madinah pada akhir bulan. Maka Ibnu Abbas
bertanya kepadaku -- kemudian dia sebutkan tentang hilal: 'Kapan kamu
melihat Hilal?' Aku pun menjawab: 'Aku melihatnya pada malam Jum'at.
Beliau bertanya lagi: 'Engkau melihatnya pada malam Jum'at?' Aku
menjawab: 'Ya, orang-orang melihatnya dan mereka pun berpuasa, begitu
pula Mu'awiyah.' Dia berkata: 'Kami melihatnya pada malam Sabtu, kami
akan berpuasa menyempurnakan tiga puluh hari atau kami melihatnya
(hilal). 'Aku bertanya: 'Tidak cukupkah bagimu ru'yah dan puasanya
Mu'awiyah ?' Beliau menjawab: 'Tidak cukup! Begitulah Rasulullah
memerintahkan kami.'" (HR. Muslim 1087, at-Tirmidzi 647 dan Abu Dawud
1021. Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi dishahihkan oleh al-Albani dalam
Shahih Sunan at-Tirmidzi 1/213)

Lalu, jika mereka mengatakan bahwa metoda hisab dulunya dilarang
lantaran kurangnya penguasaan para Shahabat radhiyallahu 'anhum
terhadap ilmu falaq, sedangkan sekarang kemajuan teknologi sdh
demikian tinggi, maka tanyakanlah kepada mereka: Bisakah seluruh
permukaan bumi ini digambarkan secara eksak dengan rumus matematis?
Jika tidak bisa, hendaknya mereka kembali kepada Sunnah Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam.

Kesimpulan:

1) Penentuan akhir/awal bulan hijriyah (termasuk penentuan tgl 1
Syawal) yang disyari'atkan adalah dengan menggunakan metoda ru'yah
(melihat hilal) terlebih dahulu
2) Tanpa mengurangi rasa hormat kepada penganut metoda hisab,
penentuan awal/akhir bulan hijriyah dengan hanya menggunakan metoda
hisab jelas tidak sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam dan juga menyelisihi pendapat jumhur ulama salaf
3) Penentuan awal/akhir bulan hijriyah hendaknya bersifat lokal (satu
daerah/negara, satu ketetapan; tidak dapat diseragamkan untuk umat
Islam di seluruh dunia)

Wallahu a'lam bishshawab



Website anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
mailto:[EMAIL PROTECTED] 
mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/