Himbauan yang baik sekali pak, agar kemudian diperhatikan oleh para panitia kajian agar hati-hati dalam menuliskan gelar.
Melanjutkan dengan tulisan antum mengenai gelar. Ada sesuatu yang saya pikirkan mengenai Syaikh Al bani -rahimahullah-, apakah beliau memiliki gelar? Siapakah guru-guru beliau? Apakah beliau memiliki guru yang mengakuinya sebagai murid? Sedang saya tahu beliau tidak sekolah (cmiiw) tetapi para ulama sunnah sangat mengakui ketinggian ilmu beliau. Berikut sedikit diantara testimoni para ulama sunnah mengenai ketinggian ilmu beliau rahimahullah: 1. Syaikh Muhammad bin Ibrahim aalisy Syaikh rahimahullah berkata: "Beliau adalah ulama ahli sunnah yang senantiasa membela Al-Haq dan menyerang ahli kebatilan." 2. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: "Aku belum pernah melihat di kolong langit pada saat ini orang yang alim dalam ilmu hadits seperti Al-Allamah Muhammad Nashiruddin Al-Albani." Saat ditanya tentang hadits Rasulullah shallahu'alaihi wasallam, "Sesungguhnya Allah akan membangkitkan dari umat ini setiap awal seratus tahun seorang mujaddid yang akan mengembalikan kemurnian agama ini." Beliau ditanya siapakah mujaddid abad ini, beliau menjawab, "Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, beliaulah mujaddid abad ini dalam pandanganku, wallahu'alam." 3. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata: "Beliau adalah alim yang memilki ilmu yang sangat luas dalam bidang hadits baik dari sisi riwayat maupun dirayat, seorang ulama yang memilki penelitian yang dalam dan hujjah yang kuat." Saya juga tidak sangsi, bahwa guru utama beliau adalah kita-kitab sunnah yang teronggok di perpustakaan tempat dia menghabiskan waktunya. Nafas beliau, kecintaan beliau pada hadits Nabi Shallallahu 'alayhi wa sallam. (http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Nashiruddin_Al-Albani) Hal ini penting untuk saya tanyakan, karena sampai saat ini kami banyak bergaul dengan keluarga homeschooler (seseorang yang memilih belajar tidak harus melalui sekolah). Mereka para homeschooler tidak menikmati pelajaran-pelajaran yang disajikan disekolah-sekolah, tetapi memilih belajar dengan cara mereka sendiri. Hebatnya tidak ada yang meragukan kebaikan ilmu mereka jika mereka berhasil lulus tes dari salah satu lembaga penguji dunia. Bahkan ada juga para HSer yang percaya pada kemampuan mereka atas keinginan mereka sendiri tidak merasa perlu pengakuan melalui ijazah(walau ini bukan untuk ditiru) dan kemudian bisa survive di dunia kerja. Nah, bagaimana tes atau ujian untuk seseorang yang mumpuni dalam bidang ilmu agamanya? Tentu berbeda antara seseorang yang belajar untuk menuntut ilmu, dengan bantuan lembaga atau tidak, tetapi dirinya sendiri dan orang banyak memperoleh manfaat yang sangat banyak dari ilmunya. Dengan seseorang yang sekolah demi mengejar gelar semata, yang pada akhirnya ilmunya mungkin menjadi kurang bermanfaat bagi perubahan dirinya agar menjadi lebih baik juga lingkungannya. Ini saya tuliskan karena prihatin dengan orang-orang yang meremehkan ustadz fulan karena bukan lc. Ustadz fulan tidak pantas diambil ilmunya karena tidak pernah belajar kepada syaikh fulan dan seterusnya... Padahal ustadz tersebut sangat pantas kita datangi untuk diambil manfaat dari ilmunya. Bagaimana caranya kita mendudukkan perkara ini secara semestinya. Jazakumullah khoiro. Ary --- In assunnah@yahoogroups.com, "danang_fr" <danang...@...> wrote: > > Assalamu'alaikum akhi, afwan berhubungan dengan email ke milist > as-sunnah, sbb: > > Hadirilah > Tabligh Akbar Perangkap-Perangkap Setan > > Bersama Ustadz Abu ....., Lc hafizhahullah > Insya Allah pada Jum'at, 26 Februari 2010 (HARI LIBUR NASIONAL) > > Pukul : 08.30 s/d 10.30 WIB > Tempat : Masjid Nurul Irfan (Alumni), Kampus A Universitas Negeri > Jakarta (UNJ), > > Sependek pengetahuan saya, beliau adalah lulusan IAIN > Bandung, jadi sepertinya tidak ada gelar Lc untuk para lulusannya. > Afwan, hal ini saya rasa penting untuk mendudukkan sesuatu tepat pada > porsinya. Gelar Lc umumnya diberikan oleh universitas Islam yang > menggunakan bahasa Arab sebagai pengantarnya. Di Indonesia, para ikhwan > jika mendengar ustadznya ada gelar ''Lc'' nya akan menduga ustadznya > adalah alumni LIPIA jakarta, atau UNIV Madinah KSA, atau Al-Azhar Mesir, > Ummul Qura Mekkah, King Su'ud Riyadh, dan semacamnya. > > Afwan, dulu sekitar 7 tahun-an yang lalu, saya melihat pamflet salah > satu ustadz kita yang diberikan imbuhan murid Syaikh 'Abdullah bin Baaz, > padahal cuma beberapa kali ikut ''muhadharah'' (kajian umum) dengan > beliau. Ada juga yang diberi label murid Syaikh Shalih Fauzan, Syaikh > Muhammad al-'Utsaimin, padahal belum tentu benar. > > Syaikh 'Ali Hasan dalam beberapa kitabnya menyebut bahwa gurunya > adalah termasuk Syaikh Muhammad al-'Utsaimin dan Syaikh Ibnu Baaz, namun > tidak pernah diberikan label kepada beliau sebagai murid kedua ulama > besar tersebut. Pengakuan seseorang bahwa ulama tersebut adalah gurunya, > tidak serta-merta menjadikan ia diakui sebagai murid dari ulama > tersebut. > > Misal, saya menyebut Ustadz Fulan sebagai gurunya, namun tidak > serta-merta beliau mengakui saya sebagai muridnya, meskipun saya sudah > menyertai beliau hampir sepuluh tahun, misalnya. > > Maaf ya, jika agak berkepanjangan. > > Akhukum fillaah, > > danang > ==di bogor== >