Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh,
Berikut saya salin kembali apa yang telah dimuat pada milis ini sebelumnya 
untuk memperjelas mengenai shalat sunnah apa saja yang boleh dan tidak boleh 
dilakukan secara berjamaah.
Dalam shalat 'Ied, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama, yang sama-sama 
kuat dalilnya. Ada yang menganggap fardhu dan ada yang menganggap sunnah 
muakkad. Silakan pegang salah satunya.


HUKUM JAMA'AH DALAM SHALAT NAFILAH
Oleh: Dr. Shalih bin Ghalim bin Abdullah As-Sadlani

Selain yang fardhu, masih ada lagi tiga macam shalat sunnah, mustahab, dan 
tathawwu'.
o Shalat yang sunnah seperti shalat rawatib (yang mengiringi shalat fardhu lima 
waktu), shalat witir, dan tahajjud.
o Shalat mustahab ialah yang keutamaannya telah diberitakan oleh Nabi saw, 
tetapi tidak ada riwayat yang menerangkan bahwa beliau rutin mengerjakannya, 
seperti shalat ketika keluar dan masuk rumah.
o Sedangkan shalat tathawwu' ialah shalat yang tidak ada nash yang 
menentukannya, tetapi dikerjakan oleh seseorang atas dasar keinginan dan 
kerelaannya sendiri.
Ketiga macam shalat ini dinamakan shalat nafilah atau shalat tathawwu'.

Pengertian Nafilah secara Bahasa

An-nawafil  bentuk jamak (plural) dari kata nafilah. An-nafal dan nafilah, 
artinya az-ziyadah (tambahan). Sedangkan tanafful berarti tathawwu' (sukarela).

Pengertian Nafilah secara Syar'i

An-Nafilah menurut syar'i adalah nama sesuatu (ibadah) yang disyariatkan 
sebagai tambahan bagi (ibadah) yang fardhu dan wajib. Biasa disebut mandub, 
mustahab, tathawwu', sunnah, Murraqqab Fihi (yang dinaturkan), dan hasan. 
Disebut nafilah karena fungsinya sebagai penambah apa-apa yang difardhukan 
Allah.

Kedudukan Shalat Nafilah

Derajat keutamaan shalat nafilah berbeda-beda, sesuai dengan riwayat yang 
mengkhabarkan tentang keutamaannya, juga keshahihan serta kemashuran riwayat 
tersebut.

Pembagian Shalat Nafilah dilihat dari Sunnahnya Jama' ah

Sebenarnya ada beberapa istilah dalam madzahib fiqhiyyah tentang pembagian 
shalat nafilah. Namun hal ini tidak terlalu penting disebutkan di sini. Justru 
yang lebih penting adalah mengetahui hukum mendirikan shalat nafilah dengan 
berjamaah dan beberapa perkara yang berkaitan dengan jama'ah. Maka kami 
katakan, dilihat dari sunnah dan tidaknya shalat nafilah dilakukan dengan 
berjama'ah, ada dua bagian:

Pertama: Shalat nafilah yang disunnahkan berjama' ah:

A. Shalat Kusuf (Gerhana Matahari)

Disunahkan berjama'ah, menurut kesepakatan Fuqaha'.

Adapun shalat khusuf (gerhana bulan), Imam Abu Hanifah dan Malik mengatakan : 
"tidak disunahkan berjama'ah, tetapi setiap orang melakukannya dengan 
sendiri-sendiri".

Kalau menurut Imam Syafi'i dan Ahmad, "disunahkan berjama'ah sebagaimana shalat 
kusuf (gerhana matahari), dengan mengeraskan bacaan di dalamnya".

Adapun kejadian-kejadian lain, seperti gempa bumi, petir yang mematikan, dan 
kegelapan di siang hari, "tidak disunnahkan shalat", menurut Imam Abu Hanifah, 
Malik, dan Syafi'i.

Tetapi menurut Imam Ahmad, "disunahkan shalat dengan berjama'ah". Pendapat Imam 
Ahmad ini diriwayatkan pula dari Ali ra, bahwa dia pernah melakukan shalat 
karena ada gempa.

B. Shalat Istisqa' (Minta Hujan)

Menurut madzhab Malikiyyah, Syafi'iyyah, Hanabilah, dan kedua murid Abu Hanifah 
(Abu Yusuf dan Muhammad), "disunahkan berjama'ah".

Tetapi menurut Abu Hanifah, "tidak disunahkan shalat, melainkan seorang imam 
harus keluar dari lapangan dan berdoa. Namun jika manusia shalat dengan 
sendiri-sendiri, dibolehkan".

C. Shalat Dua Hari Raya (Ied)

"Disunahkan berjama'ah", berdasarkan ijma' ulama' ", tetapi "boleh juga 
seseorang mengerjakannya dengan sendiri tanpa khutbah di dalamnya", seperti ini 
sebagaimana yang diketahui, tidak ada perselisihan di dalamnya.

D. Shalat Tarawih pada Bulan Ramadhan

Ini juga termasuk shalat nafilah yang disunnahkan berjama' ah, Insya Allah akan 
kami bahas dalam bahasan tersendiri.

Kedua: Shalat Nafilah yang tidak disunnahkan berjama'ah

Shalat Nafilah yang disunnahkan agar dikerjakan sendirian ada dua macam, yaitu :
o sunnah-sunnah Al-Mu' ayyanah seperti shalat rawatib yang mengiringi 
shalat-shalat fardhu, dan
o sunnah-sunnah al-Muthlaqah, yaitu shalat sunnah yang dikerjakan seseorang 
pada malam hari atau siang hari atas dasar keinginannya sendiri, tanpa ada 
ketentuan dari syariat tentangnya.

Shalat-shalat sunah seperti ini, menurut Syafi'iyyah dan Hanabilah "boleh 
dikerjakan dengan berjama'ah".

Tetapi menurut Hanafiyah, "makruh hukumnya jika dimaksudkan untuk mengundang 
orang lain".

Menurut Malikiyyah, "berjama' ah boleh dilakukan dalam shalat-shalat sunnah 
yang genap dan witir, tetapi bagi shalat rawatib shubuh -dua rakaat sebelum 
shubuh- tidak disunnahkan". Adapun shalat-shalat sunnah yang lain boleh 
dikerjakan dengan berjama'ah, dengan syarat jama'ahnya banyak dan tempatnya 
terkenal. Jika tidak, maka dimakruhkan dengan tujuan untuk menghindari riya' 
dan khawatir dianggap fardhu oleh orang yang pengetahuannya dangkal.
Adapun yang telah tsabit dari Nabi saw, bahwa beliau pernah mengerjakan 
keduanya. Sedangkan shalat tathawwu'-nya dengan sendirian.

Imam Muslim meriwayatkan dalam shahih-nya, dari Anas bin Malik, bahwa neneknya 
yang bernama Malikah mengundang Nabi saw dalam sebuah jamuan makan. Setelah 
menikmati jamuan yang disediakan, beliau bersabda: 'Bangkitlah, aku akan shalat 
untuk kalian'. Anas berkata: kemudian aku menyediakan tikar yang agak usang 
karena terlalu lamanya dipakai, aku percikkan air ke atasnya, lalu beliau saw 
berdiri untuk shalat. Aku dan anak yatim membuat barisan di belakang beliau, 
sedang nenek kami yang sudah tua berdiri di belakang kami. Kemudian beliau saw 
shalat dua rakaat, lalu pulang".

Imam Nawawi dalam syarah shahih Muslim menyatakan: sabda beliau yang berbunyi:
"Bangkitlah, aku akan shalat untuk kalian", menunjukkan bolehnya shalat nafilah 
dengan berjama'ah.

Imam Bukhari meriwayatkan dalam shahih-nya, dari 'Itban bin Malik al-Anshari, 
dia berkata:
"Aku selalu shalat bersama bani Salim, tetapi antara kami ada sebuah lembah 
yang apabila turun hujan, sulit bagiku melewatinya untuk menuju masjid mereka. 
Kemudian aku mendatangi Rasulullah saw untuk mengadukan keadaanku, aku 
bertanya; aku mengingkari pandanganku, sungguh ada sebuah lembah yang 
menghalangi antara aku dengan kaumku jika turun hujan airnya melimpah hingga 
menyulitkanku menyeberanginya; aku sangat senang seandainya engkau mau 
mendatangiku, lalu engkau shalat di salah satu bagian rumahku, hingga dapat aku 
jadikan sebagai mushalla. Rasulullah saw menjawab; "Baiklah akan aku lakukan". 
Esok harinya Rasulullah saw dengan didampingi Abu Bakar mendatangiku di saat 
siang sudah terik. Aku persilakan mereka berdua masuk ke rumah, beliau lalu 
duduk terlebih dahulu, malah bersabda: "Bagian rumahmu yang mana yang engkau 
senangi untuk aku dirikan shalat?" Lalu aku tunjukkan ke tempat yang aku 
senangi sebagai mushalla. Kemudian beliau berdiri dan bertakbir, sedang kami 
membentuk satu barisan di belakang beliau. Beliau shalat dua rakaat kemudian 
salam, dan kami juga mengikuti salam."

Tentang shalat nafilah mutlak yang dikerjakan dengan berjama'ah juga 
diriwayatkan oleh Bukhari dan lainnya dengan matan dan jalur yang berbeda, dari 
riwayat Ibnu Abbas, Khudzaifah, dan Aisyah.

Meskipun pendapat yang paling utama dalam shalat nafilah agar dikerjakan dengan 
sendirian, kecuali yang memang disunnahkan agar dirinya dengan berjama'ah, 
seperti shalat dua hari raya dan shalat gerhana, namun Ibnu Hazm Ad-Dhahiri 
masih tetap berpendapat sunnahnya berjamaah dalam shalat nafilah mutlak.

Menurut kami (pengarang): bahwa yang benar adalah, shalat-shalat nafilah boleh 
dikerjakan dengan berjamaah, baik sunnah rawatib, sunnah mustahab, atau sunnah 
tathawwu' mutlak. Tetapi dengan syarat, agar hal itu tidak dijadikan sebagai 
kebiasaan, tidak dimasyhurkan, dan dalam mengerjakannya harus ada sebab, 
seperti permintaan yang punya tempat, atau atas dasar kesepakatan dalam 
menjalankan sebagian shalat sunnah, seperti seorang tamu dengan tuan rumah 
kemudian mereka sepakat mengerjakan shalat witir dengan berjama'ah. Dan yang 
terpenting hendaknya tidak terdapat bid'ah atau sesuatu yang tidak disyariatkan 
di dalamnya. Apabila di sana ada hal-hal seperti ini, maka jama'ah dalam shalat 
nafilah tidak disyariatkan. Wallahu subhanahu wata' ala a'lam.

Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Abu Farhan


--- In assunnah@yahoogroups.com, Widarto Juni Hartono <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Assalamualaykum Warahamatullah Wabarakatuh,
>
> Saya ingin bertanya mengenai shalat sunnah berjamaah, ada dua hal
yang akan saya tanyakan, yaitu:
>
> 1. Dalil yang menyatakan Rasullullah Sallallah Wa'alayhi Wa Salam
shalat berjamaah bersama keluarganya di bulan Ramadhan (baca: Tarawih)
jika ada hal itu dilakukan oleh Rasullullah Sallallah Wa'alayhi Wa Salam.
> 2. Dalil yang menyatakan bahwa shalat sunnah apa saja yang boleh
dilakukan berjamaah (baca: selain shalat tarawih dan ied), dan shalat
sunnah apa saja yang tidak boleh dilakukan secara berjamaah.
>
> Jazzakumullah Khairon,
> Wassalamualaykum Warahmatullah Wabarakatuh,
> Tono.


Website anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/mlbios.php/aturanmilis/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke