--- In assunnah@yahoogroups.com, Cahyono Abdurrohim <cah_...@...> wrote:
> Assalamu 'alaikum Warahmatullahi wabarakaatuh!
> Istri ana waktu Ramadhan tahun lalu lagi hamil dan gak bs melaksanakan Shoum 
> Ramadhan sebulan penuh, dan hanya bs membayar fidyah buat fakir miskin. 
> Sekarang anak kami baru umur 5 bulan, sebenarnya istri ana ingin membayar 
> shoumnya tp khawatir dg kondisi badannya yg terlalu lemah dan asupan ASI 
> untuk anak nanti berkurang. sedang 2 bulan lagi sudah mau memasuki Ramadhan 
> lagi. Bagaimana solusi terbaik menurut Qur'an dan Hadits dlm permasalahan 
> ini? mohon jawabannya!Jazakumullahi khair!
>
Wa A'laykumussalam Warahmatullohi Wabarakatuh,

Berikut adalah fatwa dari Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta dan Ulama Kibar yang 
dicopy dari situs almanhaj.

PUASANYA WANITA HAMIL
Oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
http://www.almanhaj.or.id/content/1070/slash/0

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Adakah hukum tertentu bagi 
wanita hamil yang takut atas keselamatan dirinya atau kandungannya bila 
berpuasa .?

Jawaban.
Wanita hamil tak luput dari kedua hal ; [1]. Wanita yang segar dan kuat 
berpuasa sehingga tak akan mengganggu dirinya dan kandungannya. Maka ia wajib 
berpuasa ; [2]. Wanita hamil yang tak sanggup berpuasa karena kandungannya atau 
lemah fisiknya. Maka sebaiknya tak berpuasa apalagi sampai memadaratkan 
bayinya. Dalam keadaan ini ia dipandang punya udzur dan wajib qadla jika 
udzurnya telah hilang, yakni ketika telah melahirkan dan besuci dari nifas. 
Namun dalam kenyataan, orang telah melahirkan mengalami banyak halangan, 
umpamanya masalah menyusui anaknya yang membutuhkan makan dan minum secara 
teratur terutama pada musim panas. Maka wanita yang menyusui hendaknya tak 
berpuasa agar mampu memberi ASI kepada anaknya. Setelah itu ia wajib qadla atas 
puasanya.

Sebagian ulama berpendapat bahwa jika yang hamil atau yang sedang menyusui 
berbuka puasa karena takut akan keselamatan anaknya saja, tidak pada dirinya, 
maka ia wajib mengqadla puasanya serta memberi makan seorang miskin selama 
hari-hari yang ditinggalkannya. Ketentuan ini berlaku pula bagi yang berbuka 
karena ingin menyelamatkan orang tenggelam atau terbakar. Misalnya kita melihat 
terbakarnya rumah yang dihuni kaum muslimin dan hanya bisa diselamatkan dengan 
tenaga yang kuat, maka berbuka boleh dilakukan bahkan bisa wajib bagi penjaga 
kebakaran. Orang-orang seperti itu pada prinsipnya sama dengan wanita hamil 
yang khawatir akan keselamatan kandungannya atau bagi wanita menyusui atas 
anaknya. Sesungguhnya Allah Maha Bijaksana tak membedakan dua hal yang semakna 
bahkan ditetapkannya dalam satu hukum. Begitu pula Dia tak pernah menyatukan 
dua hal yang berbeda. Dia lah Yang Maha Mengetahui dan Bijaksana. Hal itu 
termasuk kesempurnaan syari'at-Nya.

BILA WANITA HAMIL DAN WANITA MENYUSUI TIDAK BERPUASA DI BULAN RAMADHAN

Oleh
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta
http://www.almanhaj.or.id/content/1113/slash/0

Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Wanita yang sedang hamil atau menyusui 
yang khawatir pada dirinya atau anaknya jika berpuasa di bulan Ramadhan, lalu 
karena itu ia tidak berpuasa, apa yang harus ia lakukan nantinya. Apakah ia 
harus mengqadha serta memberi makan pada orang miskin, atau ia harus mengqadha 
saja tanpa perlu memberi makan kepada orang miskin, ataukah cukup baginya untuk 
memberi makan tanpa perlu mengqadha puasanya ? Manakah yang benar diantara 
ketiga hal itu ?

Jawaban
Jika wanita hamil itu khawatir kepada dirinya atau anaknya jika berpuasa di 
bulan Ramadhan, maka hendaknya ia tidak berpuasa dan wajib baginya untuk 
mengqadha puasanya saja. Statusnya saat itu adalah seperti orang yang tidak 
kuat untuk berpuasa atau takut akan timbulnya bahaya pada dirinya, sebagaimana 
firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka 
(wajib baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada 
hari-hari yang lain" [ Al-Baqarah : 185]

Begitu juga halnya wanita yang menyusui, jika ia khawatir pada dirinya bila 
menyusui anaknya sambil berpuasa di bulan Ramadhan, atau khawatir pada anaknya 
jika ia berpuasa lalu tidak dapat menyusui, maka boleh baginya berbuka, dan 
wajib baginya mengqadha saja.

[Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyah, edisi 14, halaman 109-110]

TIDAK BERPUASA DI BULAN RAMADHAN KARENA HAMIL KEMUDIAN BERPUASA SEBULAN PENUH 
SEBAGAI PENGGANTINYA DAN BERSEDEKAH PULA

Oleh
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta


Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Da'imah Lil Ifta ditanya : Saya hamil di bulan Ramadhan maka saya 
tidak berpuasa, dan sebagai pengantinya saya berpuasa sebulan penuh dan 
bersedekah, kemudian saya hamil kedua kalinya di bulan Ramadhan maka saya tidak 
berpuasa dan sebagai gantinya saya berpuasa sebulan sehari demi sehari selama 
dua bulan dan saya tidak bersedekah, apakah dalam hal ini diwajibkan bagi saya 
untuk bersedekah .?

Jawaban
Jika seorang wanita hamil khawatir pada dirinya atau khawatir pada janinnya 
jika berpuasa lalu ia berbuka, maka yang wajib baginya hanya mengqadha puasa, 
keadaannya saat itu adalah seperti orang sakit yang tidak kuat berpuasa atau 
seperti orang yang khawatir dirinya akan mendapat bahaya jika berpuasa, Allah 
Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka 
(wajiblah baginya berpusa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada 
hari-hari yag lain" [Al-Baqarah : 185]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia 
Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 1, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul 
Haq, penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]

BAGAIMANA HUKUMNYA WANITA HAMIL YANG TIDAK PUASA KARENA KHAWATIR TERHADAP 
JANINNYA

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan
Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya : Jika wanita hamil tidak berpuasa karena khawatir 
terhadap janinnya, apa yang harus ia lakukan, apakah ada perbedaan antara 
kekhawatiran terhadap dirinya dan kekhawatiran terhadap janinnya menurut Imam 
Ahmad .?

Jawaban
Pendapat yang masyhur dalam madzhab Imam Ahmad adalah bahwa, jika seorang 
wanita hamil tidak berpuasa karena khawatir terhadap anaknya saja, maka ia 
harus mengqadha puasanya karena ia tidak berpuasa, dan bagi orang yang 
bertanggung jawab pada anaknya harus memberi makan seorang miskin setiap 
harinya, karena wanita itu tidak berpuasa untuk kemaslahatan anaknya. Sebagian 
ulama berpendapat : Yang wajib bagi wanita hamil itu adalah mengqadha puasanya 
saja, baik tidak berpuasanya itu karena khawatir pada dirinya atau khawatir 
kepada anaknya atau khawatir kepada keduanya, dan wanita itu dikategorikan 
sebagai orang yang sakit, dan tidak ada kewajiban bagi wanita tersebut selain 
itu.

[Durus wa Fatawa al-haram Al-Makki, Syaikh Ibnu Utsaimin, 3/47]


APAKAH HUKUM PUASA YANG DILAKUKAN OLEH WANITA HAMIL ATAU WANITA MENYUSUI

Oleh
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan

Pertanyaan
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya tentang hukum puasa yang dilakukan 
oleh wanita hamil dan wanita menyusui .?

Jawaban
Wanita yang sedang hamil atau wanita yang sedang menyusui bila berpuasa akan 
rentan terhadap bahaya, berbahaya bagi dirinya atau bagi anaknya, maka kedua 
wanita itu boleh tidak berpuasa saat hamil dan saat menyusui. Jika bahaya puasa 
berakibat pada bayinya saja maka wanita itu harus mengqadha puasanya serta 
memberi makan kepada orang miskin setiap harinya, sedangkan jika bahaya puasa 
berakibat pada wanita itu, maka cukup bagi wanta itu mengqadha puasanya saja, 
hal itu diakarenakan wanita hamil dan menyusui termasuk dalam keumuman hukum 
yang terdapat pada firman Allah.

"Artinya : Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka 
tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang msikin" 
[Al-Baqarah : 184]

[At-Tanbihat. Syaikh Al-Fauzan, halaman 37]


APAKAH BERBUKA UNTUK MENOLONG ORANG LAIN BISA DIKIASKAN PADA WANITA HAMIL

Oleh
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan

Pertanyaan
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Apakah mungkin mengkiaskan orang 
yang berbuka karena menolong orang lain dengan wanita hamil yang tidak puasa 
karena khawatir terhadap anaknya, yaitu : diharuskan baginya untuk mengqadha 
puasanya serta memberi makan kepada orang miskin .?

Jawaban
Ya, ia boleh berbuka untuk menolong orang lain dari kebinasaan jika hal itu 
dibutuhkan, yakni tidak mungkin baginya untuk menolong itu dari kebinasaan 
kecuali dengan berbuka pada saat demikian ia boleh berbuka dan diharuskan 
mengqadha puasanya.

[Kitab Al-Muntaqa min Fatawa Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, 3/141]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia 
Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 1, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul 
Haq, penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]

MELAHIRKAN DI BULAN RAMADHAN DAN TIDAK MENGQADHA SETELAH BULAN RAMADHAN KARENA 
ADA KEKHAWATIRAN PADA BAYI, KEMUDIAN PADA BULAN RAMADHAN SELANJUTNYA IA 
MELAHIRKAN LAGI

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Seorang wanita melahirkan di 
bulan Ramadhan dan setelah Ramadhan itu ia tidak mengqadha puasanya karena 
kekhawatirannya pada si bayi yang sedang menyusu, kemudian wanita itu hamil dan 
melahirkan pada bulan Ramadhan selanjutnya, bolehkan bagi wanita itu untuk 
membagikan uang sebagai pengganti puasa .?

Jawaban
Yang wajib bagi wanita ini adalah mengqadha puasanya selama hari-hari puasa 
yang ia tinggalkan di bulan Ramadhan walaupun puasa itu di qadha di hari-hari 
setelah Ramadhan yang kedua, hal itu dikarenakan ia tidak mengqadha puasa 
antara Ramadhan pertama dan Ramadhan kedua yang disebabkan adanya suatu alasan 
atau udzur. Saya tidak tahu, apakah hal itu akan menyulitkannya atau tidak 
dalam mengqadha puasa itu di musim dingin dengan di cicil sehari demi sehari, 
sebenarnya jika ia menyusui maka sesungguhnya Allah akan memberi kekuatan 
padanya hingga puasa itu tidak mempengaruhi dirinya juga tidak memberi pengaruh 
kepada air susunya.

Dan hendaknya wanita itu berusaha semampu mungkin untuk mengqadha puasa 
Ramadhan yang telah berlalu sebelum datangnya Ramadhan yang kedua, jika hal itu 
tidak bisa ia lakukan maka tidak masalah baginya untuk menunda qadha puasanya 
itu hingga setelah Ramadhan kedua.

[Durus wa Fatawa Al-Haram Al-Makki, Syaikh Ibnu Utsaimin, 3/65]

BAGAIMANA HUKUMNYA WANITA HAMIL DAN MENYUSUI JIKA TIDAK BERPUASA PADA BULAN 
RAMADHAN

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan
Syaikh ibnu Utsaimin ditanya : Apa hukumnya bagi wanita hamil dan menyusui jika 
ia tidak berpuasa di bulan Ramadhan .?

Jawaban
Tidak boleh bagi wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa pada siang hari 
Ramadhan kecuali ada udzur (halangan), jika wanita itu tidak berpuasa karena 
ada suatu udzur, maka wajib bagi kedua wanita itu untuk mengqadha puasanya 
berdasarkan firman Allah tentang orang sakit.

"Artinya : Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka 
(wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada akhir 
hari-hari yang lain" [Al-Baqarah : 185]

Wanita menyusui dan wanita hamil ini bisa disamakan atau diartikan sebagai 
orang sakit, akan tetapi jika udzur kedua wanita itu karena ada rasa khawatir 
terhadap bayi atau janin yang dalam perut maka di samping mengqadha puasa, 
kedua wanita itu diharuskan memberi makan kepada seorang miskin setiap harinya 
berupa makanan pokok, bisa berupa gandum, beras, korma atau lainnya. Sebagian 
ulama lainnya berpendapat : Tidak ada kewajiban bagi kedua wanita itu kecuali 
mengqadha puasa, karena tentang memberi makan orang miskin. tidak ada dalilnya 
dalam Al-Kitab maupun As-Sunnah, ini adalah madzhab Abu Hanifah dan merupakan 
pendapat yang kuat.

[Durus wa Fatawa Al-Haram Al-Makki, syaikh Ibnu Utsaimin, 3/66]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia 
Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 1, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul 
Haq, penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]

BAGAIMANA HUKUMNYA JIKA WANITA MENYUSUI TIDAK BERPUASA DI BULAN RAMADHAN

Oleh : Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta

Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Istri saya belum mengqadha puasanya 
selama kurang lebih tiga atau empat kali Ramadhan, ia belum mampu melaksanakan 
puasa qadha itu karena hamil atau menyusui, dan kini ia dalam keadaan menyusui. 
Istri saya bertanya kepada Anda ; apakah ia bisa mendapat keringanan (rukhsah) 
dengan memberi makan kepada orang miskin, sebab ia menemukan kesulitan yang 
besar dalam mengqadha puasa sebanyak tiga atau empat kali Ramadhan .?

Jawaban
Tidak ada masalah baginya untuk menunda qadha puasanya yang disebabkan adanya 
kesulitan pada dirinya karena hamil atau menyusui, dan kapan ia sanggup maka 
hendaklah ia bersegera melaksanakan qadha puasanya, karena ia dikenakan hukum 
sebagai orang sakit, dan Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman.

"Artinya : Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka 
(wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada 
hari-hari yang lain" [Al-Baqarah : 184]

Tidak ada kewajiban memberi makan orang miskin atasnya

[Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta, 10/221, fatwa nomor 6608]

BOLEHKAH WANITA HAMIL TIDAK BERPUASA
Oleh : Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta

Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Apakah ada rukhsah bagi wanita hamil di 
bulan Ramadhan untuk tidak berpuasa, jika rukhsah itu ada baginya, apakah itu 
berlaku pada bulan-bulan tertentu saja di masa hamil yang umumnya sembilan 
bulan itu, ataukah keringanan itu hanya berlaku pada masa hamil. Jika rukhsah 
itu ada baginya, apakah wajib qadha baginya ataukah boleh memberi makan orang 
miskin dan berapakah ukuran memberi makan itu ? Kemudian, karena kita tinggal 
di daerah yang panas, apakah puasa itu dapat berpengaruh terhadap wanita hamil 
.?

Jawaban
Jika seorang wanita hamil khawatir adanya bahaya terhadap dirinya atau terhadap 
janinnya jika ia melaksanakan puasa di bulan Ramadhan, maka hendaknya ia tidak 
berpuasa dan wajib baginya untuk mengqadha puasa itu, baik ia tinggal di daerah 
panas ataupun di daerah dingin. Hal itu tidak dibatasi pada umur kehamilan 
tertentu, karena ia sama kedudukannya dengan orang sakit, dan Allah Subhanahu 
wa Ta'ala telah berfirman.

"Artinya : Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka 
(wajiblah baginya berpuasa), sebayak hari yang ditinggalkannya itu, pada 
hari-hari yang lain" [Al-Baqarah : 148]

[Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta, halaman 222, fatwa nomor 7785]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia 
Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 1, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul 
Haq hal. 228 - 232, penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]

Kirim email ke