Bismillah,

Al-Hamdulillah wash sholaatu was salaamu 'ala Rosulillah, wa ba'd.

--------------------------------------
>assalamu'alaikum warohmatulloHi waBarakatuHu,

>ikhwah fillaah,

>bagaimana membantah syubhat orang-orang yang menolak hadits 
Rasululloh
Shollollohu 'alaihi was salam, di mana mereka mengatakan "konteksnya
tidak seperti itu".
Ada juga yang menolak dengan perkataan "hadits itu perlu penafsiran
lagi".
----------------------------

Wa'alaikumus Salaam wa rohmatulloh wa barokaatuh,

Untuk membantah syubhat, maka:
Pertama: Kita harus mengetahui yang benar. Kita dapat mengetahui 
yang benar tidak lain dan tidak ada cara lain kecuali belajar kepada 
orang yang 'alim (ustadz atau ulama, atau ustadz yang sudah menimba 
ilmu dari ulama). Demikian pula nasihat asatidzah pada "Dauroh 
Untaian Nasihat di Jogja" beberapa waktu lalu, yaitu untuk selalu 
belajar kepada ulama atau ustadz. Dengan demikian ketika ada syubhat 
tidak menjadikan kita bingung, atau bahkan mengambil mentah-mentah 
syubhat tersebut.

Kedua: Bertanya kepada yang lebih mengetahui.
Orang pertama yang dekat dengan kita adalah guru kita, ustadz kita. 
Itulah salah satu fungsi kita belajar pada seorang guru. Tempat 
bertanya tatkala kita tidak tahu.
 

----------------------------------------
>contoh larangan wanita bepergian sehari semalam tanpa mahram, 
dibantah
dengan perkataan "itu konteks dalam keadaan tidak aman, kalo aman
seperti sekarang tidak perlu mahram" dsb dsb.

-------------------------------------------

 
Adapun perkataan orang yang menolak hadits Rasululloh dengan 
berkata: "konteksnya tidak seperti itu".
Ada juga yang menolak dengan perkataan "hadits itu perlu penafsiran 
lagi".
 

Maka katakan:
"Setiap perkataan manusia dapat ditolak, kecuali Rasululloh"
Atau perkataan Imam Malik tatkala ditanya suatu pertanyaan:
"Antum rijal wa nahnu rijal"
Anda seorang laki-laki, dan kami juga seorang laki-laki.
Terkadang Anda suatu saat benar dan bisa juga salah. Begitu pula 
kami terkadang benar dan terkadang salah.
Ukurannya adalah Al Qur'an dan Sunnah, bukan perkataan fulan, Syaikh 
fulan, atau Doktor Fulan. Akan tetapi justru perkataan manusia 
itulah yang ditimbang dengan Al Qur'an dan as Sunnah.

Mengapa demikian?


Jawabnya adalah:
Agama ini turun dengan perantara Rasululloh, yang Beliau 
sholallohu 'alaihi wa salam ajarkan kepada para sahabat. Para 
sahabat mengajarkannya kepada Tabi'in, dan seterusnya sampai kepada 
kita –walhamdulillah- melalui perantara para 'ulama. Dan 
tentunya 'ulama sebagai pewaris para nabi lebih mengetahui tentang 
ilmu dien ini dibandingkan mereka yang bukan 'ulama. Seandainya 
tafsir (al-Qur'an dan Sunnah) diserahkan kepada semua orang yang 
bukan ahlinya, tentu akan menimbulkan penafsiran yang bermacam-macam 
dan berbeda-beda. Maka kacaulah agama ini....

Dan juga perlu diperhatikan, apakah dalil yang digunakan itu umum 
atau khusus. Jika dalil tersebut umum/mutlaq dan tidak ada yang 
mengkhususkannya maka wajib untuk mengamalkan dalil tersebut 
berdasarkan keumumannya.

Contohnya pada contoh yg antum bawakan ttg safarnya wanita. Diantara 
hadits yang melarang wanita safar sendirian adalah hadits Abu 
Hurairoh, Rasulullah bersabda:

(áÇ íÍá áÃãÑÃÉ¡ ÊÄãä ÈÇááå æÇáíæã ÇáÂÎÑ¡ Ãä ÊÓÇÝÑ ãÓíÑÉ íæã æáíáÉ áíÓ ãÚåÇ 
ÍÑãÉ).
Tidak halal bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir 
untuk mengadakan safar sehari semalam tidak bersama mahromnya."[HR 
Bukhori & Muslim]

Dan hadits Ibnu 'Umar, Rasululloh bersabda:
(áÇ ÊÓÇÝÑ ÇáãÑÃÉ ËáÇËÇ ÅáÇ ãÚ Ðí ãÍÑã).
"Janganlah seorang wanita melakukan safar –dikatakan 3 kali- kecuali 
bersama mahromnya." [HR al-Bukhori & Muslim]

Hadits larangan safar bagi wanita ini mutlaq (menunjukkan hakikat, 
tanpa ada ikatan), berlaku baik dalam keadaan aman maupun tidak 
aman. Dan tidak ada pada hadits tersebut pengecualian.

Larangan dalam hadits ini bersifat umum, tidak ada keterangan apakah 
larangan tersebut berlaku dalam keadaan bahaya mencekam saja ataukah 
atau umum, yaitu pada keadaan yang berbahaya, mencekam dan pada 
keadaan aman pula. Jika dikatakan bahwa ini hanya berlaku pada 
keadaan tidak aman, maka katakan: "Mana dalil yang menunjukkan 
demikian?" Karena wajib bagi mereka yang mengikat suatu dalil yang 
mutlaq untuk mendatangkan dalil yang muqoyyad tersebut.

Adapun jika ia balik bertanya: "Mana dalilmu bahwa larangan itu 
berlaku dalam keadaan aman dan tidak aman?"

Maka cukup dijawab dengan hadits Ibnu Umar tersebut di atas, yaitu 
dengan diberlakukan sesuai dengan kemutlakannya, sebagaimana dikenal 
dalam ilmu ushul fiqh. Wallohu a'lam.

Asy-Syaikh Muhammad bin Sholeh al-'Utsaimin berkata : "wajib beramal 
dengan (dalil yang) mutlaq dengan kemutlakannya kecuali dengan dalil 
yang menunjukkan keterikatannya (muqoyyad), karena beramal dengan 
nash-nash dari al-kitab dan as-sunnah adalah wajib sesuai dengan apa 
yang ditunjukkan oleh penunjukkannya sampai tegak dalil yang 
menyelisihinya.

Dan jika terdapat nash yang mutlaq dan nash yang muqoyyad, maka 
wajib mentaqyid/mengikat yang mutlaq dengannya jika hukumnya satu 
(dalam masalah yang sama, pent), dan jika tidak (hukumnya berbeda, 
pent) maka tiap-tiap nash tersebut diamalkan sesuai dengan apa yang 
terdapat padanya dari kemutlakkan atau taqyid." [al-Ushul min 'Ilmil 
Ushul, bab al-Muthlaq wal Muqoyyad]

Dan para 'ulama pun telah berfatwa tentang larangan wanita safar 
tanpa mahromnya walaupun dalam keadaan aman.

Dan hikmah adanya larangan safar bagi wanita tanpa mahromnya adalah 
sebagai bentuk penjagaan Islam terhadap wanita dari hal-hal yang 
dapat bermadhorot bagi dirinya, dan juga merupakan jalan menuju 
surga bagi mahromnya. Rasululloh bersabda:


ãÇ ãä ãÓáã ÊÏÑßå ÇÈäÊÇä ÝíÍÓä ÕÍÈÊåãÇ ÅáÇ ÃÏÎáÊÇå ÇáÌäÉ
"tidaklah seorang muslim memiliki 2 orang anak perempuan lalu ia 
berbuat baik dalam menyertai/mengawal/mengawasi keduanya melainkan 
(dengan sebab) keduanya akan memasukkan dia ke surga" [HR al-Bukhori 
dalam al-Adabul Mufrod no. 77, hadits hasan li ghoiri, lihat ash-
shohihah no. 2776]


áÇ íßæä áÃÍÏ ËáÇË ÈäÇÊ Ãæ ËáÇË ÃÎæÇÊ ÝíÍÓä Åáíåä ÅáÇ ÏÎá ÇáÌäÉ
"tidaklah seseorang memiliki 3 anak perempuan atau 3 saudara 
perempuan lalu ia berbuat baik kepada mereka, melainkan (ia akan) 
masuk surga" [HR al-Bukhori dalam al-Adabul Mufrod no. 79, 
dihasankan oleh al-Imam al-Albani]
 

---------------------------------------------
>sehingga sunnah dibantah, bid'ah diperindah.
---------------------------------------------

Menurut ana, safarnya wanita tanpa mahrom bukanlah bid'ah, tapi 
maksiat.

Mungkin yang bid'ah adalah pemikiran bahwa dalil yg sudah jelas 
penafsirannya & ketetapan hukumnya dari Rasulullah masih perlu 
ditafsiri lagi.

wallahu a'lam.

---------------------------------------------
>ana agak bingung, karena di satu sisi, ana pernah baca/dengar bahwa
memahami hadits dengan menyandarkan pada konteks tertentu 
dibenarkan. tapi
apakah setiap orang bisa mengambil konteks sesuai fikihnya ana ingin
tahu.

>tolong dibahas secara kasus umum.
>jika ada juga disertakan kitab ulama yang membahas pertanyaan 
serupa.

>sebelumnya ana haturkan jazaakumulloHu khoiron.
-------------------------------------------------

Untuk mengambil hukum dari suatu dalil, orang yang berfatwa/ 
menghukumi harus mengetahui:
1. dalil-dalil lainnya yang berkaitan dengan masalah yang akan 
dihukumi.
2. shohih & dho'ifnya dalil tersebut, yakni dengan mengetahui sanad, 
rijalnya, dll.
3. nasikh-mansukh & Ijma', agar tidak menghukumi dgn sesuatu yg 
mansukh atau menyelisihi ijma'.
4. bahasa Arab (nahwu, shorof, ghoribul hadits, dll) & ushul fiqih 
yang berhubungan dengan lafadz suatu dalil seperti umum & khusus, 
mutlaq & muqoyyad, mujmal & mubayyan, dll.
5. memiliki kemampuan untuk beristimbath (mengambil faidah dari 
hukum) dari dalil-dalilnya.

Dan menghukumi suatu masalah dari masalah2 agama adalah tugasnya 
para 'ulama.
Pembahasan lebih lanjut bisa antum baca di kitab2 ushul fiqih.

Wallahu a'lam bish showaab


Abu SHilah & Abu Muslim al-katuni al-Malanji
 


--- In assunnah@yahoogroups.com, "abumuhammadb" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
> assalamu'alaikum warohmatulloHi waBarakatuHu,
> 
> ikhwah fillaah,
> 
> bagaimana membantah syubhat orang-orang yang menolak hadits 
Rasululloh Shollollohu 'alaihi was salam, di mana mereka 
mengatakan "konteksnya tidak seperti itu".
> Ada juga yang menolak dengan perkataan "hadits itu perlu 
penafsiran lagi".
> 
> contoh larangan wanita bepergian sehari semalam tanpa mahram, 
dibantah dengan perkataan "itu konteks dalam keadaan tidak aman, 
kalo aman seperti sekarang tidak perlu mahram" dsb dsb.
> 
> sehingga sunnah dibantah, bid'ah diperindah.
> 
> ana agak bingung, karena di satu sisi, ana pernah baca/dengar 
bahwa memahami hadits dengan menyandarkan pada konteks tertentu 
dibenarkan. tapi apakah setiap orang bisa mengambil konteks sesuai 
fikihnya ana ingin tahu.
> 
> tolong dibahas secara kasus umum.
> jika ada juga disertakan kitab ulama yang membahas pertanyaan 
serupa.
> 
> sebelumnya ana haturkan jazaakumulloHu khoiron.
> 
> wassalamu'alaikum warohmatulloHi wabarakuHu,
> 
> abu muhammad







------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
<font face=arial size=-1><a 
href="http://us.ard.yahoo.com/SIG=12hfirue9/M=364397.6958316.7892810.4764722/D=groups/S=1705076179:TM/Y=YAHOO/EXP=1123656347/A=2915264/R=0/SIG=11t7isiiv/*http://us.rd.yahoo.com/evt=34443/*http://www.yahoo.com/r/hs";>Get
 fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home 
page</a></font>
--------------------------------------------------------------------~-> 

------------------------------------------------------------------------
Website Islam pilihan anda.
http://www.assunnah.or.id
http://www.almanhaj.or.id
Website kajian Islam -----> http://assunnah.mine.nu
Berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : [EMAIL PROTECTED]
------------------------------------------------------------------------ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke