Waalaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh,
Ana ambilkan dari : http://www.almanhaj.or.id/content/1934/slash/0
Shalat Isyraq Minggu, 3 September 2006 08:22:47 WIB
SHALAT ISYRAQ
Oleh
Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul
Shalat Isyraq adalah permulaan shalat Dhuha, di mana waktu shalat Dhuha itu
dimulai dari terbitnya matahari.
Penetapan penamaan shalat ini pada waktu shalat Dhuha sebagai shalat Isyraq
diperoleh dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu.
Dari Abdullah bin Al-Harits bin Naufal, bahwa Ibnu Abbas tidak shalat Dhuha.
Dia bercerita, lalu aku membawanya menemui Ummu Hani dan kukatakan :
Beritahukan kepadanya apa yang telah engkau beritahukan kepdaku. Lalu Ummu
Hani berkata : Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah masuk ke
rumahku untuk menemuiku pada hari pembebasan kota Mekkah, lalu beliau minta
dibawakan air, lalu beliau menuangkan ke dalam mangkuk besar, lalu minta
dibawakan selembar kain, kemudian beliau memasangnya sebagai tabir antara
diriku dan beliau. Selanjutnya, beliau mandi dan setelah itu beliau menyiramkan
ke sudut rumah. Baru kemudian beliau mengerjakan shalat delapan rakaat, yang
saat itu adalah waktu Dhuha, berdiri, ruku, sujud, dan duduknya adalah sama,
yang saling berdekatan sebagian dengan sebagian yang lainnya. Kemudian Ibnu
Abbas keluar seraya berkata : Aku pernah membaca di antara dua papan, aku
tidak pernah mengenal shalat Dhuha kecuali sekarang.
Artinya : Untuk bertasbih bersamanya (Dawud) di waktu petang dan pagi [Shaad
: 18]
Dan aku pernah bertanya : Mana shalat Isyraq ? Dan setelah itu dia berkata :
Itulah shalat Isyraq [Diriwayatkan oleh Ath-Thabari di dalam Tafsirnya dan
Al-Hakim [1]
Mengenai keutamaan shalat Dhuha di awal waktunya yang ia adalah shalat Isyraq,
telah diriwayatkan beberapa hadits berikut ini.
Dari Abu Umamah, dia bercerita, Rasulullah Shallalllahu alaihi wa sallam
bersabda.
Artinya : Barangsiapa mengerjakan shalat Shubuh di masjid dengan berjamaah,
lalu dia tetap diam di sana sampai dia mengerjakan shalat Dhuha, maka baginya
seperti pahala orang yang menunaikan ibadah haji atau umrah, (yang sempurna
haji dan umrhanya) [Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani]
Dan di dalam sebuah riwayat disebutkan.
Artinya : Barangsiapa mengerjakan shalat Shubuh berjamaah, lalu dia duduk
sambil berdzikir kepada Allah sampai matahari terbit
[Diriwayatkan oleh
Ath-Thabrani] [2]
[Disalin dari kitab Bughyatul Mutathawwi Fii Shalaatit Tathawwu, Edisi
Indonesia Meneladani Shalat-Shalat Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam, Penulis Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul, Penerbit Pustaka Imam
Asy-Syafii]
_
Foote Note
[1]. Atsar hasan lighairihi. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir di dalam Tafsirnya
XXIII/138 al-Fikr dari dua jalan.
Pertama :
Dari Musar bin Abdul Karim, dari Musa bin Abi Katsir, dari Ibnu Abbas .. yang
senada dengannya. Di dalam sanadnya ini terdapat inqitha : Musa bin Abi Katsir
tidak pernah mendengar dari Ibnu Abbas. Lihat kitab At-Taqriib hal. 553, dimana
dia menempatkannya di tingkatan ke enam, dan mereka itu adalah orang-orang yang
tidak ditetapkan pertemuan mereka dengan salah seorang sahabat, sebagaimana
yang ditegaskan di dalam mukadimah.
Kedua.
Dari Said bin Abi Arubah, dari Abul Mutawakkil, dari Ayyub bin Shafwan, dari
Abdullah bin Al-Harits bin Naufal bahwa Ibnu Abbas
dan seterusnya.
Di dalam sanadnya terdapat Said, seorang muadllis lagi telah mengalami
pencampuran (ikhtilath). Abul Mutawakkil adalah Al-Mutawakkil. Biografinya ada
di dalam Al-Jarh wat Tadiil (VIII/372, di mana padanya tidak disebutkan jarh
dan tadil. Dan biografinya ada di dalam kitab, Tajiilul Manfaah hal. 391,
dan telah ditetapkan tentang kemuliaannya. Dan ketetapan tersebut dinukil dari
Abu Hatim. Tetapi tidak demikian di dalam kitabnya. Bisa jadi terjadi
kekeliruan pandangan ada biografi berikut di dalam kitabnya, Al-Jarh wat
Tadiil. Wallahu alam.
Ayyub memiliki biografi di dalam kitab, Al-Jarh wa Tadiil II/250, dan tidak
disebutkan jarh dan tadil pada dirinya.
Juga diriwayatkan oleh Al-Hakim di dalam kitab Al-Mustadrak (tha/53), melalui
jalan Said bin Abi Arubah,dari Ayyub bin Shafwan, dari Abdullah bin Al-Harits
bahwa Ibnu Abbas
dan seterusnya.
Dapat saya katakan, di dalam sanadnya terdapat Said dan Ayyub, dan tidak
disebutkan nama Al-Mutawakkil. Dan ini merupakan bentuk takhlith (percampur
adukan) yang dilakukan oleh Said.
Dengan kedua sanad di atas, atsar ini naik ke tingkat hasan lighairihi.
Ketetapan tersebut semakin kuat oleh beberapa syahd berikut ini.
[a]. Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq di dalam kitab Al-Mushannaf III/79, dari
Mamar, dari Atha Al-Khurasani, dia bercerita, Ibnu Abbas pernah berkata : Di
dalam diriku masih terus dihinggapi sedikit keraguan sehingga aku membaca.
Artinya : Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih
bersamanya (Dawud) di waktu petang dan pagi [Shaad : 18]
Dapat saya katakan, ini adalah sanda hasan