HUKUM UPACARA PERINGATAN MALAM NISFU SYA'BAN
Peringatan malam Nisfu Sya'ban dan mengkhususkan puasa pada hari
tersebut, hingga saat ini masih membudaya di sebagian kaum muslimin.
Padahal tidak ada satu pun dalil shahih yang dapat dijadikan
sandaran.
Berikut ini adalah penjelasan dari Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah
bin Baz Rahimahullaah (‘ulama ahlul hadits dari Arab Saudi, telah
meninggal dunia sekitar tahun 1999) berkenaan dengan peringatan
tersebut, semoga bermanfaat.
Memang ada beberapa riwayat tentang malam Nisfu Sya'ban berasal dari
sebagian salaf ahli Syam dan lainnya. Namun pendapat yang dianut
jumhur (mayoritas) ulama' bahwa peringatan malam Nisfu Sya'ban
adalah bid'ah dan hadits-hadits yang berkenaan dengan keutamaannya
semuanya dha'if (lemah), dan sebagian lagi maudhu' (palsu).
Di antara ulama yang memperingatkan hal tersebut yaitu Al-Hafizh
Ibnu Rajab dalam kitab Latha'iful Ma'arif dan ulama' lainnya.
Hadits-hadits dha'if (lemah) hanya bisa diamalkan dalam ibadah jika
asalnya didukung oleh dalil yang shahih. Adapun peringatan malam
Nisfu Sya'ban tidak ada hadits shahih yang mendasari hadits-hadits
yang dha'if, itu agar dapat dijadikan sebagai pendukungnya.
Kaidah agung ini telah disebutkan oleh Imam Abul Abbas Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullaah .
Berikut ini akan kami sampaikan kepada para pembaca pendapat para
ahli ilmu dalam hal ini, sehingga masa-lahnya menjadi jelas. Para
ulama, telah sepakat bahwa wajib mengembalikan segala masalah yang
diperselisihkan manusia kepada Kitab Allah (Al-Qur'an) dan sunnah
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam. Ibadah apa pun yang tidak
disebutkan oleh keduanya adalah bid'ah, tidak boleh dikerjakan,
apalagi mengajak untuk mengerjakannya atau memujinya.
Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala ,
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-
Nya, dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu. Kemudian jika kamu
berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (An-Nisa': 59)
"Tentang sesuatu apa pun kamu berseli-sih, maka putusannya
(terserah) kepada Allah. (Yang mempunyai sifat-sifat demikian) itu
Allah Tuhanku. Kepada-Nyalah aku bertawakkal dan kepada-Nyalah aku
kembali." (Asy-Syura: 10)
"Katakanlah, jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu" (Ali 'Imran: 31)
"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman, hingga
mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka
perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa kebera-tan dalam hati
mereka terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima
sepenuhnya." (An-Nisa': 65).
Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang semakna dengan ini. Itu semua
merupakan nash yang mewajibkan agar masalah-masalah yang diperse-
lisihkan tersebut dikembalikan kepada Al-Qur'an dan hadits.
Mengenai malam Nisfu Sya'ban, Ibnu Rajab dalam kitabnya, Latha'iful
Ma'arif mengatakan, "Para tabi'in dari ahli Syam (sekarang Syria,
pen) seperti: Khalid bin Ma'dan, Makhul, Luqman bin Amir dan lain-
lainnya, pernah mengagung-agungkan dan berijtihad melakukan ibadah
pada malam Nisfu Sya'ban, kemudian orang-orang berikutnya mengambil
keutamaan dan pengagungan itu dari mereka. Dikatakan pula, bahwa
mereka melaku-kan perbuatan demikian karena adanya cerita-cerita
Israiliyat (cerita-cerita Bani Israil). Ulama' ahli Syam pun juga
berbeda pendapat di dalam bentuk pelaksanaannya. Ada dua pendapat:
Pertama, dianjurkan menghidupkan malam ini dengan berjama'ah di
masjid-masjid. Khalid bin Ma'dan, Luqman bin Amir dan lainnya pada
malam ini biasanya mengenakan pakaian yang paling baik, memakai
wewangian dan celak, serta mereka bangun malam melakukan shalat di
masjid. Ini disetujui oleh Ishaq bin Rahawaih. Menurutnya, shalat
malam secara berjama'ah tidak bid'ah. Hal ini dinukil oleh Harb Al-
Karmani dalam kitabnya, Masa'il.
Kedua, adalah makruh berkumpul pada malam ini di masjid untuk
shalat, bercerita dan berdoa. Tetapi boleh, jika menjalankan shalat
secara sendirian. Ini pendapat Al-Auza'i, seorang imam, ahli fiqih
dan ulama' ahli Syam. Insya Allah pendapat inilah yang lebih
mendekati kebenaran. Sedangkan Imam Ahmad tidak diketahui bahwa
beliau mempunyai pendapat khusus berkenaan dengan malam Nisfu
Sya'ban.
Adapun pendapat Imam Al-Auza'i tentang istihab (dianjurkannya)
shalat pada malam itu secara individu, sebagaimana pendapat ini
menjadi pilihan Al-Hafizh Ibnu Rajab, maka hal itu adalah aneh dan
lemah. Karena segala perbuatan, bila tidak ada dalil syar'i yang
menetapkan pensyari'atan-nya, maka tidak boleh bagi seorang muslim
mengada-adakannya di dalam Islam, baik itu dikerjakan secara
individu ataupun kolektif (berjama'ah), secara sembunyi-sembunyi
maupun terang-terangan. Berdasarkan keumuman sabda Nabi Shalallaahu
alaihi wasalam,
"Barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang